"Anyone who has never made a mistake has never tried anything new"
(Albert Einstein, 1879-1955)

Kegiatan Khusus (Maret 2001)

Posted by Togap Marpaung 7.9.11, under | No comments


Latar Belakang Dialog Ilmiah
      Adanya ide penyelenggaraan “Dialog Pengkayaan Ilmiah Ke-3 antara DPR RI dengan Kemenristek” karena kami pada kurun waktu 2 (dua) tahun, yaitu: tahun anggaran 2000 dan 2001, ditunjuk oleh Kepala Bapeten Dr Mohammad Ridwan, M.Sc, APU menjadi anggota Tim Kelompok Kerja Promosi dan Pemasyarakatan Ristek (POKJA PROMARIS) Kemenristek. Pengarah adalah Dr Dicky R. Munaf (Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek), Ketua adalah Fajar Suprapto, MSc (Asisten Deputi), Wakil Ketua adalah Muhammad Rasyid dan Sekretaris adalah Sigit Soebradja. Anggota-anggotanya adalah berasal dari berbagai instansi yang berada di bawah koordinat Kemenristek, terdiri dari BPPT, LIPI, Batan, Bapeten, Lapan, Bakosurtanal, BSN, dan Lembaga Eijkman. Anggota-anggota Tim ini pada umumnya adalah pejabat struktural terkait kehumasan di LPND tempat dimana dia bekerja. Surat Keputusan Tim Pokja ini ditandatangani oleh Mentei Riset dan Teknologi, Dr Muhammad A.S Hikam, MA, No. 51 M/Kp/VIII/2000, 21 Agustus 2000.
      Suatu ketika, pada saat Tim Pokja PROMARIS mengadakan rapat di kantor Kemenristek,  Ketua Tim Pokja menanyakan kepada semua Anggota Tim mengenai adanya rencana menyelenggarakan suatu Dialog Pengkayaan Ilmiah Ke-3. Ketua Tim dan jajarannya menjelaskan makna Dialog tersebut termasuk Dialog yang sebelumnya pernah dilakukan. Semua Anggota Tim menyambut baik ide tersebut dan pihak Bapeten menawarkan topik pembahasan mengenai “Kecelakaan Radiasi”. Gayung bersambut karena salah satu anggota Tim Pokja menanyakan kasus “Hilangnya Radioaktif” milik PT. Krakatau Steel Cilegon dan ketika itu situasi rapat menjadi semakin seru karena banyak pertanyaan dan pendapat yang harus dijawab dan ditanggapi. Fakta di masyarakat bahwa hingga tahun 2001, kasus hilangnya sumber radioaktif tersebut masih isu panas (hot issue). Tim Pokja sepakat agar masalah Kecelakaan Radiasi menjadi salah satu alternatif topik.
Melihat situasi rapat yang sudah mulai pro nuklir tersebut, Tim Bapeten mempertajam lagi masalah Kecelakaan Radiasi yang dimaksud, yaitu: “Kecelakaan Radiasi yang Terkait dengan Peralatan Radioterapi”. Alasan yang dikemukakan adalah spektrumnya sangat luas karena menyangkut banyak masalah dan keterlibatan beberapa instansi terkait dan Profesi.
Permasalahan yang dihadapi sangat kompleks, multi dimensi, meliputi: Jumlah dan kualifikasi SDM (DSR, Dokter Onk Rad, Fisikawan Medis dan Radiografer Terapi); Peralatan Radioterapi yang handal (Linac, Telegamma, Brakiterapi dan Afterloading dari segi kualitas dan kuantitasnya); Peralatan penunjang yang memadai (Pes. Sinar-X simulator, TPS, Alat ukur radiasi, phantom, dsb); Disain dan Proteksi Radiasi Ruangan yang sesuai. Adapun Instansi yang terkait, meliputi: Depkes, Bapeten Batan dan Rumah Sakit. Sedangkan Profesi yang terlibat, meliputi: PORI, PDSRI, HFMBI, IKAFMI, dan PARI. Semua hal tersebut terkait dengan keselamatan pasien. Masalah lain yang tidak kalah serunya adalah penggunaan jarum radium, penyimpanan radium di BPFK Depkes, penerapan jaminan mutu, dan pengelolaan limbah radioaktif Ra-226, T1/2: 1024 tahun dan potensi hilangnya sumber radioaktif.
Selain hal tersebut di atas, Tim Bapeten menawarkan kepada Pimpinan rapat Tim Pokja agar diberi waktu menjelaskan buku terbitan Bapeten yang mengungkap berbagai kasus di manca negara dan di dalam negeri. Ada 2 (dua) kasus kecelakaan radiasi pada tahun 2000 yang sedang “hot issue”. Kasus pertama adalah kecelakaan radiasi terkait dengan sumber bekas Teleterapi Gamma, Co-60 di Thailand, yang merenggut 3 (tiga) orang nyawa anggota masyarakat. Kasus kedua adalah kecelakaan radiasi terkait dengan Brakiterapi manual, radium-226 di Mesir, yang juga merenggut 2 (dua) orang nyawa dalam satu keluarga.
Setelah Ketua Tim Pokja membaca bukunya, Beliau semakin mantap adan akhirnya memutuskan agar buku “Kecelakaan Radiasi yang Terkait dengan Peralatan Radioterapi” menjadi topik Dialog Pengkayaan Ilmiah Ke-3. Tetapi topik Dialog nanti akan dibahas lebih lanjut lagi oleh Tim Kemenristek, Bapeten, Batan dan Depkes. Ketua Tim Pokja menyerahkan sepenuhnya agar ide ini mulai digodok di internal Bapeten.
Rencana kegiatan akbar dan cukup spektakuler ini disampaikan kepada atasan kami, yaitu Ka Biro Perencanaan (BP), Ir Yusri Heni, M.Eng dan kepada Kepala Bapeten serta Sestama Bapeten. Pimpinan Bapeten sangat senang mendengar informasi tersebut dan siap mendukung penyelenggaraannya. Tidak berapa lama kemudian Kepala Bapeten langsung memerintahkan kepada Sestama dan Ka BP agar segera mempersiapkan segala sesuatunya. 

Buku “Kecelakaan Radiasi yang Terkait dengan Peralatan Radioterapi”
Sejarah terbitnya buku Kecelakaan Radiasi ini tidak secara sengaja. Bermula ketika kami menyampaikan beberapa tulisan mengenai “Gambaran Pemanfaatan Tenaga Nuklir dalam Bidang Medik” (Radiodiagnostik, Radioterapi dan Kedokteran Nuklir) kepada Kepala Bapeten, Pak Ridwan. Sebagai Pendiri dan Kepala Bapeten yang baru lahir, umur 1 (satu) tahun, Pak Ridwan sangat membutuhkan informasi yang faktual dan aktual. Beliau ternyata tertarik dengan topik “Kecelakaan Radiasi”. Alasan yang dikemukakannya kira-kira demikian: “Untuk saat ini, Bapeten perlu melakukan langkah terobosan dengan menyorot aspek kecelakaan bukan manfaat. Logika berpikirnya dibalik karena Lembaga ini adalah Badan Pengawas, oleh karena itu harus ada langkah kebijakan yang tepat untuk perbaikan! Agar ada perhatian dan kepedulian semua pihak sehingga kehadiran Bapeten dapat dirasakan oleh rakyat”
Buku dengan judul “Kecelakaan Radiasi yang Terkait dengan Peralatan Radioterapi” tidak terlepas dari koreksi Sekretaris Utama (Sestama) Bapeten, Drs Arifin S. Koestiono, M.Sc. Beliau sebelum menjadi Sestama adalah Kepala Pusat Pengkajian Fasilitas Radiasi (PPKRad) dan Togap Marpaung adalah stafnya sebagai Kepala Kelompok (Kapok) Fasilitas dan Peralatan. Akhirnya buku tersebut terbit, semua biaya cetak ditanggung oleh Bapeten, bahkan dicetak ulang sebanyak 2 (dua) kali yang diperlukan dalam rangka pameran dan sosialisasi. Penulisan buku Kecelakaan Radiasi ini didukung penuh oleh Kepala Bapeten.

Buku “Memperingati Satu Dasawarsa BAPETEN”
Pak Ridwan mempertegas pemikiran Beliau yang ditulisnya dalam buku Memperingati Satu Dasawarsa BAPETEN, cetakan I Desember 2007 pada halaman 64 sebagai berikut:
 “Bahwa ada keraguan tentang ketelitian perlakuan terapi ini kiranya perlu disimak sebuah kalimat berikut dalam surat yang dikirim ke Departemen Kesehatan oleh sebuah Kedutaan Besar negara anggota sahabat yang akan membantu peralatan radioterapi di Indonesia yang berbunyi sebagai berikut:

......the report also stresses that international standards of calibration and quality control in radiotherapy are not fulfilled in Indonesia...................


berikutnya
            ......establishing national standards for calibration and quality control of the equipments and treatments, checking that these standards are actually followed by radiotherapy units in hospitals......................

            Tenaga ahli yang kemudian dikirim oleh negara sahabat tersebut untuk membantu menyempurnakan kondisi yang kurang benar ini sebelum bantuan dikirimkan, dalam salah satu laporannya menulis sebagai berikut:
            ......bad image of radiotherapy: no trust, no confidence, lack of accuracy and reproducibility, very low survival rate...” 
Apa yang diungkapkan oleh Pak Ridwan sehubungan dengan adanya kerisauan oleh tenaga ahli dari negara sahabat tersebut sudah dirasakan dan dipahami oleh Beliau. Berdasarkan situasi dan kondisi itulah maka Kepala Bapeten menugaskan Kapok Fasilitas dan Peralatan melalui Kepala PPKRad untuk melakukan kegiatan dalam rangka membantu masalah kalibrasi fasilitas radioterapi. Ketika itu kalibrasi luaran terapi cukup banyak yang tidak dikalibrasi ulang oleh Batan sesuai ketentuan. Pemegang Izin tidak memenuhi kewajibannya sesuai peraturan perundang-undangan ketenaganukliran. Dengan demikian secara hukum penggunaan radioterapi menjadi ilegal karena izin penggunaan radioterapi menjadi tidak valid atau kedaluwarsa. Ada satu persyaratan izin yang tidak dipenuhi, yaitu sertifikat kalibrasi luaran terapi harus berlaku.
Proyek bantuan kalibrasi ini dilakukan hanya di beberapa  propinsi karena keterbatasan dana. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Bapeten dengan Batan sebagai pihak yang melakukan kalibrasi. Rumah sakit yang faslitas radioterapinya dikalibrasi, meliputi: (1) RSUD dr Pirngadi Medan, Sumut; (2) RSUP dr Sardjito Jogyakarta; (3) RSUD dr Syaiful Anwar Malang, Jatim; (4) RSUD dr Sutomo  Surabaya, Jatim; dan (5) RSUP Sanglah, Bali. Pada kurun waktu yang sama unit kami PPKRad juga dipercaya untuk melakukan kajian keselamatan radiasi dalam penggunaan radium untuk brakiterapi manual, penggunaan afterloading, dan melakukan database radioterapi di Indonesia sehubungan dengan adanya permintaan IAEA.

Persiapan Acara Dialog Ilmiah
Tim Kemenristek dan Bapeten telah mempersiapkan semuanya secara matang meliputi: materi presentase, nara sumber, undangan ke semua pihak, pemasangan poster dan akomodasi. Pihak Kemenristek mempercayakan materi pokok acara kepada Tim Bapeten. Narasumber disesuaikan dengan topik yang akan dibahas, oleh karena itu Tim Bapeten mengusulkan 3 (tiga) orang keynote speakers dan topik, sebagai berikut: (1) Prof. dr. H. M. Djakaria, Sp.Rad (K) Onk Rad adalah Ketua Kologium Radiologi Indonesia, topik: Manfaat dan Risiko Radioterapi; (2) Drs Arifin S. Koestiono, M.Sc adalah Sestama Bapeten, topik: Pengawasan Penggunaan Radioterapi dan Limbah Radioaktif; dan (3) Soedyartomo Soentono, M.Sc, PhD, APU adalah Deputi PTDBR Batan, topik: Pengelolaan Limbah Radioaktif Berasal dari Fasilitas Radioterapi. Kemenristek menyiapkan surat-menyurat terkait semua kesekretariatan tetapi Tim Bapeten sudah terlebih dahulu menghubungi kesediaan ketiga orang pakar dan profesional tersebut.
Ada satu usulan tambahan materi acara, yaitu “Introduksi Kegiatan Radioterapi”  yang menjadi pengantar sebelum para keynote speakers presentase. Tujuannya adalah agar para undangan dapat lebih mudah memahami substansi kegiatan radioterapi. Ide ini dapat diterima oleh Penanggungjawab acara, Pak Fajar. Tim Bapeten (Togap Marpaung & Suwardi) segera bekerja dengan mengambil model Fasilitas Radioterapi, yaitu RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Bekerja satu hari penuh dan materinya direkam dalam video. Besok sore harinya (di luar jam kantor) pekerjaan editing rekaman dilakukan di Dephan. Alasannya, Bapeten tidak mempunyai fasilitas dan Pak Suwardi mempunyai hubungan yang baik dengan pihak editing di Kemenhankam. Bahan rekaman inilah yang akan dipresentasikan oleh Togap Marpaung di Gedung DPR RI. Sedangkan publikasi berupa poster dan lainnya dikerjakan oleh Pak Heru.  Kedua orang  (Pak Suwardi dan Pak Heru) adalah staf Subbag Manajemen Informasi yang membidangi kehumasan, mereka sangat berkontribusi.
Satu minggu sebelum hari “h”, Kepala BP memberi saran agar “penyaji materi Introduksi Kegiatan Radioterapi direkam saja dengan cara oral kalau tidak percaya diri-pd”. Dalam benak terpikir, kalau penyajinya direkam, kemungkinan kurang menarik dan  makna “pd” ini cukup mendalam. Masalah “pd” akan tumbuh jika materinya dikuasai, ada kemauan dan kesempatan. Persiapan harus dilakukan secara matang. Kapan lagi tampil di depan Anggota Dewan terhormat, pengambil kebijakan (pejabat tinggi) dan para pakar/profesional. Ini adalah kesempatan baik, barangkali hanya sekali selama hayat dikandung badan. Perenungan masih berlanjut dan mengukur diri (introspeksi), mengingat latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja sebagai insan Badan Pengawas sedemikian ..., lalu diputuskan “siap”.
Persiapan menjadi “narasumber” dilakukan, yaitu melalui latihan/gladi resik di hadapan Prof Jaka bertempat di Bagian Radioterapi RSUPN dr Cipto Mangunkusumo. Rekaman diputar dan “action” sebagai penyaji sesuai alur materi yang ada dalam rekaman. Tujuannya adalah untuk minta pendapat dan arahan dari Prof Jaka mengenai kepantasan dan cara penyampaian materi. Prof Jaka menyampaikan restu “ok”. Usulan disampaikan kepada Kepala BP, bahwa siap tampil langsung menyajikan materi sebagai pengantar Dialog Ilmiah. Usulan diterima dan hasilnya ketika tampil di “Panggung DPR Senayan”  adalah “cukup-pd” (sc-enough).  

Acara Pra-Dialog Ilmiah
Dalam rangka lebih menyemarakkan acara akbar Dialog Ilmiah,  Bapeten terlebih dahulu menyelenggarakan 2 (dua) acara live di TVRI.

Episode-1
Narasumber, yaitu: Deputi Bidang Perizinan dan Inspeksi, Drs Heryudo Kusumo, MS dengan penyanggah Ir Balza Achmad M.Sc dari UGM. DIALOG “WACANA” DI TVRI - Klarifikasi Berita dari Bapeten di Harian Pagi Media Indonesia. Topik acara adalah “Pengawasan Pemanfaatan Nuklir dalam Bidang Kesehatan”, Jumat, 16 Maret 2001, Jam 19.30 – 20.00 Wib. 

 
Episode-2
Narasumber, yaitu: Prof dr . M. Djakaria, Sp. Rad (K) Onk. Rad dan Drs Martua Sinaga MM. DIALOG INTERAKTIF PROGRAM “2 JAM SAJA” DI TVRI. Topik acara adalah “Manfaat dan Risiko Kecelakaan Radiasi dalam Bidang Radioterapi”,  Senin, 19 Maret 2001, Jam 7.00 – 8- 00 Wib.
 
Koordinator acara live di TVRI ini adalah Kasubag Manajemen Informasi yang juga menangani Kehumasan, Togap Marpaung. Salah satu tugasnya adalah mempersiapkan acara live ini dengan pihak TVRI dan mengawal para narasumber ketika acara berlangsung. Dua kegiatan ini merupakan kerjasama antara TVRI dan Bapeten, tidak ada pungutan biaya.


Undangan
 Para undangan yang hadir dalam Dialog Ilmiah adalah delegasi dari berbagai instansi atau para pihak, sebagai berikut:
  1. DPR, khusunya Komisi VII dan VIII.
  2. Kemenristek.
  3. Bapeten.
  4. Depkes, diantaranya Dr Ronald Hutapea, (Ka.Pusat Sarana dan Prasarana Ditjen Yanmed), dr Tatan Saefudin, Sp.Rad. M.Kes (Ka.Subdit  Bina Pelayanan Radiologi), dan Drs M. Saleh Mursyid, MSi (Kasi Proteksi Radiasi sekaligus Ketua PARI), dan beberapa orang staf Ditjen Yanmed lainnya.
  5. Rumah Sakit, diantaranya Prof.Dr.dr. Susworo Sp. Rad (K) Onk. Rad; Prof.Dr.dr. Soehartati G.W. Sp.Rad (K) Onk.Rad (Ketua PORI) dari RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, dr Suginem Sp.Rad (K) Onk.Rad dan dr M. Nur Hidayat, Sp.Rad dari RSU Persahabatan, Djoko, DFM dan Kelik Sudarto, B.Sc, SKM dari RS Kanker Dharmais.
  6. Batan, jajaran Pimpinan hadir lengkap, diantaranya Ir Iyos Subki,  M.Sc (Dirjen Batan), Dr. Ir Widjang Herry Sisworo (Deputi PDT), Ir Bakri Arbie (Deputi PTEN), Drs Soekarno Suyudi (Sestama), Ir Simon Manurung, MSc (Ka. BU), Dr Sofyan Yatim (mantan Kapus PTLR), Drs Gunanjar, M.Sc (Kapus PTLR), dr. Kunto W, SpKN (Ka. PSPKR), Prof Eri Hiswara, M.Sc (Peneliti Senior- PSPKR), Ka. BPKST dan Ka.Humas serta Stafnya.
  7. Akademisi mewakili Fisikawan Medis (HFMBI) adalah Prof Dr Djarwani S. Soejoko.
  8. LIPI, BSN, BPPT, LAPAN dan instansi lain diwakili oleh Kahumas masing-masing.
  9. Media massa dan Anggota masyarakat.
Ketika acara berlangsung, Kepala Bapeten dan Pimpinan lainnya tidak dapat hadir karena pada saat yang bersamaan ada acara penting yang sudah dijadwal dan dipimpin langsung oleh Kepala Bapeten. Sesuai pesan Beliau bahwa Tim Bapeten sudah dipercayakan kepada Pak Arifin (Sestama Bapeten) dan Bu Yusri (Ka. BP). Ketua Tim dan Penanggungjawab dari Bapeten adalah Bu Yusri.

Pelaksanaan Acara Dialog Ilmiah
Pembawa acara (MC) menyampaikan bahwa acara akan segera dimulai dan pembukaan Dialog sesuai jadwal seyogiyanya dilakukan oleh Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek. Oleh karena Beliau sakit maka kata sambutan dibacakan dan pembukaan dilakukan oleh Pak Fajar. Namun sebelumnya Pak Fajar terlebih dahulu mempersilahkan Prof Rustam selaku Perwakilian Anggota Dewan Komisi VIII memberi sambutan. 


 
Keynote Speakers
Ada 3 (tiga) orang keynote speakers, yaitu: (1) Prof. dr. H. M. Djakaria,. Sp.Rad (K) Onk Rad (Ketua Kologium Radiologi Indonesia), topik “Pemanfaatan Radiasi dalam Bidang Radioterapi”; (2) Drs Arifin S. Koestiono, M.Sc (Sestama Bapeten), topik Pengawasan dan Keselamatan; dan (3) Soedyartomo Soentono, M.Sc, PhD, APU (Deputi PTDBR Batan), topik “Peran Batan dalam Pengelolaan Limbah Radioterapi”. Moderator adalah dari Kemenristek. Sebelum ketiga keynote speakers presentase, Koordinator Kegiatan, yaitu Togap Marpaung (Inspektur Utama Bapeten) terlebih dahulu menyampaikan “Introduksi Kegiatan Radioterapi.”

Tanya-jawab (question-answer-QA)
Moderator pada sesi QA bertindak penuh pesona. Pertama, Beliau memberikan uraian singkat atau kesimpulan mengenai substansi yang disampaikan oleh  keynote speakers. Selanjutnya Beliau mengarahkan agar para undangan  dipersilahkan mengajukan pertanyaan atau saran. Suasana QA menjadi lebih menarik karena pertanyaan dan masukan yang disampaikan para pakar adalah fokus dan sesuai sasaran. Mengingat waktu yang cukup terbatas, Moderator membagi 2 (dua) sesi.


Sesi Pertama
        Materi yang disampaikan ketiga keynote speakers disimpulkan sebagai berikut: “Dengan satu ungkapan singkat, bahwa terapi radiasi ini merupakan iptek yang sangat, sangat dekat dengan kehidupan kita, saya kira tidak satupun dari antara kita, yang tidak pernah mempunyai pengalaman dengan radiasi. Saya ulangi, semua kita yang hadir disini, hampir semuanya pernah mempunyai pengalaman dengan radiasi, minimal satu kali rontgen. Sehingga, akhirnya kita harus bisa mengetahui secara persis manfaat dan risiko”. Moderator memberi kesempatan kepada 4 (empat) orang.
 
 
1. Pak Mursyid (Depkes & Ketua PARI)
Gambar 7. Drs M Saleh Mursyid, MSi
  •  Apakah Batan saat ini sudah siap untuk menampung limbah radium yang disimpan sementara oleh BPFK? Karena menurut pak Arifin minimal ada 45 batang radium yang diamankan di Jl. Percetakan Negara BPFK, Jakarta.
  • Bagaimana prosedur dan persyaratan yang diperlukan untuk menyimpan radium tersebut?
 
2. Pak Nur (RSU Persahabatan)

   Gambar 8. dr M Nur Hidayat, Sp.Rad
  • Investasi untuk radioterapi tidak menarik karena harga peralatan sangat mahal, butuh dana besar. Oleh karena itu hanya pihak pemerintah yang memiliki fasilitas radioterapi.
  • Kami mengamati bahwa masih banyak masalah. Peralatan dan SDM belum tersedia, misalnya tenaga Radiofisika jumlahnya sangat sedikit, bisa dihitung dengan jari. Bagaimana ini?
  • Menurut Prof Jaka, jumlah pasien kanker bertambah 120.000 orang per tahun padahal yang bisa ditangani hanya 12.000 per tahun (10 %), bagaimana mengatasinya?
  • Menurut Pak Arifin hanya ada 4 kecelakaan radiasi. Apakah ini menandakan bahwa tingkatan proteksi radiasi sudah cukup bagus? atau karena karena jumlah radioterapinya masih sangat sedikitl?
  • Mengenai Petugas Proteksi Radiasi (PPR), alangkah baiknya Radiolog dan lulusan APRO dapat diangkat sebagai PPR karena sudah mendapatkan pelajaran radiasi ketika kuliah. Bapeten menyelenggarakan pelatihan PPR, itu baik tetapi jangan sampai ada lagi yang lulusan SMA menjadi PPR, hal ini sangat tidak tepat.
 
3. Prof Jar (Fisika FMIPA UI/Ketua HFMBI)
Gambar 9. Prof Dr Djarwani S Soejoko
  • Menanggapi keluhan belum ada pendidikan fisika medik, dalam kesempatan ini disampaikan bahwa UI sudah mulai menyelenggarakan pendikan S-1 Fisika Medik sejak 2 (dua) tahun yang lalu. Kami mengucapkan terima kasih khususnya kepada Batan atas bantuannya mengenai terselenggaranya pendidikan Fisika Medik ini.

  • Bahwa Organisasi profesi Fisikawan Medis juga sudah ada, yaitu: Himpunan Fisikawan Medis dan Biofisikawan Indonesia (HFMBI) yang sama dengan organisasi profesi lain. Oleh karena itu peran Fisikawan Medis sama dengan tenaga profesi lain yang ada seperti PDSRI, PORI dan PARI.
 
4. Bu Ugi (RSU Persahabatan)
Gambar 10. dr Ugi, Sp. Rad (K),
Onk Rad
  • Kami sampaikan bahwa sudah ada terbentuk organisasi profesi Onkologi Radiasi yang dideklarasikan ketika Kongres PDSRI yang lalu, yaitu Persatuan Onkologi Radiasi Indonesia (PORI).  
  • Dokter Onklogi Radiasi ini sangat diperlukan untuk pelayanan radioterapi, jadi perlu mendapat perhatian dari DPR dan Pemerintah.

 
Keynote Speakers
Moderator mempersilahkan Keynote Speakers menjawab pertanyaan
  1. Prof Jaka (Ketua Kologium Onkologi Radiasi);
  2. Pak Arifin (Sestama Bapeten); dan
  3. Pak Tomi (Deputi Batan).
Ketiga Keynote Speakers menjawab semua peratnyaan keempat penanya secara singkat dan jelas.
  
Pemaparan Perwakilan dari DPR Komisi VIII dan Pemerintah
Setelah selesai Keynotes Speakers menjawab/menanggapi penanya, selanjutnya Moderator memberi kesempatan kepada Prof Rustam yang mewakili Pimpinan Komisi VIII DPR untuk menjelaskan peran DPR dan pandangannya, kemudian kepada Pak Ronald untuk menjelaskan arah kebijakan Pemerintah yang mewakili Pimpinan Depkes dan pandangannya. Terakhir kepada Pak Fajar atasnama Kemenristek menjelaskan makna Dialog Pengkayaan Ilmiah.

1. Prof Rustam (DPR)
  • Sebelum bertanya harus menjawab dulu. Pertanyaan tadi sangat menarik, mengenai pengadaan radioterapi, Onkologi Radiasi dan Radiofisika (Fisikawan Medis), masalah ini akan dipikirkan karena ada 3 (tiga) tugas DPR, yaitu: (1) dalam membuat UU; (2) menyusun APBN; dan (3) mengawasi eksekutif.
  • Apa yang diusulkan tadi agar pengadaan dan apa yang diinginkan beberapa dokter dari organisasi profesi yang terkait, DPR akan dukung. Hal ini akan dilaporkan kepada Komisi, tetapi dalam hal ini harus ada rekomendasi dari hasil Dialog ini. Jadi  katakanlah ini usulan dari bawah, sangat dimungkin untuk dibahas, DPR akan tampung sehingga dalam pembicaraan mengenai APBN, secara terkoordinasi dari instansi Depkes dan Kemenristek bersama-sama dengan Komisi VIII membicarakan apa-apa yang diperlukan. Atas nama Pimpinan DPR, masalah ini akan dilaporkan kepada Ketua Komisi agar diberi perhatian.
  • Kendala mengenai fasilitas dan adanya masalah tenaga di luar Pulau Jawa, ini merupakan hal yang aneh. Apabila tidak ada tenaga yang mengoperasikan peralatan radioterapi harus segera mengatasi masalahnya. Hal ini adalah kesalahan manajemen dan perencanaan. Seyogianya jajaran Depkes segera mengirimkan SDM yang diperlukan kalau tidak ada tenaga ahlinya.
  • Peralatan radioterapi harus dioperasikan tenaga profesional, jangan sampai jaringan sehat menjadi kena radiasi.  Depkes harus  memperhatikan secara serius masalah ini.
  • Pelayanan radioterapi harus didukung oleh tenaga yang profesional, RS harus sesuai standar dan saran WHO.  Ke depan jangan terjadi lagi kejadian-kejadian seperti ini.  
  • Sebelum bertanya, Beliau terlebih dahulu menyampaikan apresiasi kepada ketiga Keynote Speakers.
  • Sebagai Anggota Dewan, ada 2 (dua) Pansus yang ditangani: (1) Pansus tentang Yayasan; dan (2) Pansus tentang Penyempurnaan Tata Tertib DPR dan Penyusunan Kode Etik DPR.
  • ·         Pertanyaan kepada Prof Jaka: Tidak kurang dari 60 % dari jumlah pasien yang setahun bertambah 120.000 orang per tahun, berapa persen probablitas kesembuhannya? dan  bagaimana cara mengeleminir risiko tinggi penggunan radioterapi supay tidak merusak jaringan yang sehat?
  • ·         Pertanyaan kepada Pak Arifin: Katanya kita pernah kecolongan. Adanya hibah radioaktif Ra-226 yang berasal dari Australia padahal sudah dianggap limbah di negaranya. Bagaimana ini bisa terjadi? Berarti kita dibohongin .Apakah ada kesengajaan dari Australia? Sumber radioaktif tersebut seharusnya segera dikembalikan karena kita tidak membutuhkan. Jika tidak mungkin, buatlah tempat penyimpanan yang benar-benar aman di Batan.
  • ·    Pertanyaan kepada Pak Tomi: Mengulangi pernyataan saya mengenai masalah limbah ini, agar Batan benar-benar memperhatikannya dan dibuatkan tempat penyimpanan libah yang benar-benar aman. Ketika dengar pendapat antara DPR dengan Batan  DPR telah menegaskan supaya penanganan limbah hanya satu pintu, Batan.
  • ·    Jangan sampai terjadi lagi kasus pencurian zat radioaktif seperti di Cilegon, agar zat radioaktif dijaga dengan ketat.    
  2. Pak Ronald (Depkes)
Gambar 11. Dr Ronald Hutapea

  • Tidak hanya menjawab pertanyaan penanya tetapi menjelaskan semua hal yang terkait dengan masalah yang diuatarakan oleh keynote speakers serta mengutarakan kebijakan Depkes.

  • Merasa sangat gembira adanya momen seperti ini karena sangat penting meningkatkan public awarness. Kecelakaan radiasi hanya 4 (empat) yang terdeteksi. Mungkin nanti akan terjadi lagi kecelakaan radiasi. Kita berdoa saja semoga tidak terjadi lagi kecelakaan radiasi di masa mendatang setelah kita menggunakan radioterapi sejak puluhan tahun yang lalu.
  • Masalah-masalah yang ada seharusnya dapat dibicarakan dalam Komisi Kerja Sama antara Depkes dengan Batan maupun antara Depkes dengan Bapeten. Komisi ini harus diperbaharui lagi. Agar ada forum segitiga atau segiempat dan duduk dalam satu meja membicarakan semua hal tersebut.
  • Menanggapi ekspos Prof Jaka, bahwa ada peningkatan 120.000 kasus kanker per tahun dan peralatan radioterapi yang bermasalah. Peralatan radiologi harganya sangat mahal. Pemerintah tidak akan mungkin mampu menyediakan fasilitas yang lengkap mengingat kemampuan Pemerintah yang terbatas. Kalau Pemerintah terus-menerus meminjam ke luar negeri maka hal itu akan menjadi beban generasi mendatang.
  • Depkes sudah melakukan kajian dan solusinya adalah berupaya untuk melakukan kerjasama dengan pihak industri/pemodal dengan cara KSO.
  • Karena investasi peralatan radioterapi butuh dana yang besar, jika biaya pengobatan dinaikkan maka tidak mungkin semua mampu. Bagiman dengan pasien miskin yang jumlahnya sangat banyak. Masalah pasien miskin adalah tanggungjawab  Pemerintah. Depkes butuh anggaran, caranya bagimana, hal ini dikembalikan kepada Anggota Dewan bagimana mekanismenya. Apakah Rumah Sakit yang di daerah dikembalikan kepada Pemda untuk membiayainya? Silahkan Anggota Dewan yang terhormat yang memutuskannya.
  • Mengenai masalah peralatan dan SDM yang terjadi di luar jawa. Depkes sebenarnya terlebih dahulu melakukan feasibility study untuk setiap pengadaan peralatan. Masalah ini dapat terjadi karena SDM yang ada di luar jawa hanya mau bekerja beberapa tahun. SDM pada umumnya ingin tinggal di kota-kota besar (pulau Jawa). Perencanaan oleh Depkes tentang peralatan dan SDM sudah baik, jumlah Radiolog dan Radiografer juga sudah diperkirakan sesuai jumlah peralatan.
  • Radium masih ada karena RS dan dokternya masih ingin menggunakan. Masalah lain karena Brakiterapi Remote Afterloading macet atau rusak sehingga digunakan radium dan hingga saat ini jumlah RS yang menggunakan radium, ada 5 (lima) instansi.
  • Kalau masalah radium yang ada di BPFK. Pihak Depkes dan Batan sudah membahasnya melalui rapa-rapat setiap tahun. Dalam waktu dekat Depkes akan mengirim secepatnya radium-radium tersebut ke tempat peristirahatannya terakhir di Batan.  Masalahnya adalah pembiayaan.           
  • Ahli Fisika Medik sudah ada 2 (dua) angkatan lulusan D-IV UNDIP, jumlahnya 26 (duapuluh enam) orang. Ahli Fisika Medik ini perannya belum dapat dioptimalkan. Ini adalah masalah Carieer development. Orang sekolah, lulus D-IV tetapi tempat yang layak belum diberikan . Akhirnya mereka kembali lagi mengerjakan tugas-tugas semula sebagai radiografer.
  • Perlu ditingkatkan koordinasi antara Depkes, Batan, Bapeten dan Profesi. Konsolidasi akan dilakukan segera oleh Depkes untuk mengatasi semua masalah.

3. Pak Fajar (Kemenristek)
  • Mengutarakan: (1) makna Dialog Pengkayaan Ilmiah; (2) keterkaitan mitra kerja Komisi VIII dengan Kemenristek;  dan (3) kehadiran Depkes dan Profesi serta keterkaitan dengan mitra kerja Komisi VII.
  • Sebagaimana diketahui Dialog Pengkayaan Ilmiah yang dilakukan oleh Kemenristek dalam penentuan arah kebijakan dan pelaksanaan termasuk dalam hal pembiayaan. Kemenristek selalu berkoordinasi dengan Komisi VIII tiap 3 (tiga) bulan.
  • Kemenristek selalu menjaga hubungan, keep in touch dengan DPR yang disebut dengan “Dialog Pengkayaan Ilmiah”. Hasil yang akan diperoleh adalah adanya kesamaan persepsi diantara kita semua, misalnya mengenai APBN yang dikaitkan dengan kebutuhan nasyarakyat banyak.
  • Manfaat Dialog yang akan diperoleh adalah DPR dapat langsung memperoleh informasi dari para pakarnya tanpa melalui pihak yang lain.  Pihak Pemerintah dan Profesi juga mendapatkan wawasan yang lebih komprehensif dari DPR yang juga disesuaikan dengan situasi yang ada.
  • Kemenristek dengan Lembaga terkait yang ada dalam koordinatnya, yaitu: Batan, Bapeten, Lapan, Bakosurtanal, BPPT, LIPI, BSN dan Lembaga Eijkman bisa mendapatkan masukan yang mungkin disampaikan oleh penanya dan sebagainya, apa yang diusulkan pada dialog selanjutnya.
  • Demikian halnya dalam kesempatan siang ini Kemenristek juga mengundang Depkes agar masalah kesehatan yang diperlukan oleh rakyat banyak dapat dibicarakan secara langsung antara Depkes dan Profesi dengan mitra kerjanya Komisi VII.

Sesi Kedua (terakhir)
Moderator mempersilahkan lagi kepada 3 (tiga) orang
1. Prof Jar (Fisika Medik FMIPA UI/HFMBI)
  • Fisika Medik kemajuannya berbarengan dengan kemajuan iptek dan komputerisasi.
  • Di Indonesia alat-alat medis itu cepat sekali mengikuti kemajuan iptek, misalnya peralatan radiologi dan radioterapi, seperti Pesawat Terapi: Telegamma, Linac, Brakitrapi dan Afterloading , HDR & LDR dan sebagainya.
  • Untuk akurasi terapi sangat membutuhkan ilmu fisika. Namun demikian di Indonesia, yang namanya Fisikawan Medis belum begitu dikenal.
  • Di luar negeri tentu saja Fisikawan Medis sudah sangat berkembang sejak lama karena penemuan peralatan radiologi sebetulnya oleh Fisikawan Medis, mereka banyak kontribusinya
  • Untuk penggunaan peralatan radiologi ini di Indonesia, tentu saja profesi Fisikawan Medis dibutuhkan, oleh karena itu pendidikan fisika medik sangat penting.
  • UI saat ini sudah melansir program studi S-1sejak 2 tahun yang lalu tetapi dengan kemajuan teknologi peralatan medik yang sedemikian pesat maka lulusan S-1 itu masih merupakan raw material, belum siap pakai.
  • Untuk itu, kepada DPR dan Pemerintah dihimbau, bagaimana caranya supaya pendidikan fisika medik tidak terlalu tertinggal dengan pendidikan fisika medik di luar negeri.
  • Dengan adanya globalisasi nanti akan ada standarisasi pelayanan radioterapi yang terkait dengan standariarisasi tenaga-tenaga profesional. Ini adalah masalah besar.
  • Supaya kita mampu mengejar ketinggalan dengan luar negeri maka pendidikan fisika medik di Indonesia harus dapat ditingkatkan hingga ke jenjang S-2, untuk belajar kita membutuhkan waktu.
  • Mohon adanya pemikiran pengembangan pendidikan fisika medik di Indonesia untuk mendapatkan tenaga-tenaga profesional tetapi tentunya hal tersebut dilakukan secara bertahap.
 
2. Prof Tati (Ketua PORI)
Gambar 12. Prof Dr. dr Soehartati G.W. Sp Rad (K), Onk Rad. 

  • Ingin menghimbau dan menyamakan persepsi semua pihak.
  • Kita sampai pada kedaan krisis,  bahwa radioterapi dibutuhkan masyarakat banyak, apalagi dengan jumlah penduduk Indonesia 200.000.000 jiwa saat ini dan pertambahan pasien baru 120.000 per tahun. Pasien yang dapat ditangani hanya 12.000 per tahun.
  • Kondisi Onkologi Radiasi tidak kalah jeleknya dengan Fisikawan Medis. Jumlah Onkologi Radiasi hanya 32 orang, 1 orang baru meninggal dan dalam pendidikan 5 orang. Ini menjadi problem dan perhatian kita bersama.
  • Fasilitas, SDM dan Peralatan Radioterapi tidak mencukupi, sangat kurang. Pada saat ini Fasilitas Radioterapi tidak dapat optimal karena kondisi SDM baik dari segi kuantitas maupun kualitas tidak mencukupi.
  • Mengenai pengertian kecelakan radiasi, kita harus ada kesamaan persepsi, kecelakaan tidak hanya mengenai masalah limbah radioaktif dan pengukuran dosis radiasi (catatan: tupoksi Batan) tetapi juga terkait dengan penggunaan pesawat terapi sehari-hari yang langsung memberi dampak kepada penderita/pasien (catatan: tupoksi Profesi).
  • Agar Depkes, Batan, Bapeten dan Profesi dapat duduk satu meja, bagaimana kita dapat  memperbaiki baik kuantitas maupun kualitas pelayanan radioterapi di Indonesia.
3. Pak Mursyid (Depkes & Ketua PARI)
  • Pemberitahuan: Pertama, bahwa pengembangan jenjang berkelanjutan untuk Radiografer, saat ini ada penonjolan fisika medik, yang sudah dilakukan oleh Depkes, sebanyak 2 (dua) kali. 
  • Ada 2 (dua) angkatan lulusan Fisika Medik D-IV UNDIP Semarang dan 1 (satu) angkatan lulusan S-1 Fisika Medik UGM Jogyakarta. 
  • Kedua, himbauan kepada DPR, Bapeten, Batan dan Kemenristek: seperti kita ketahui UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, ada beberapa pasal-pasal yang sebetulnya kurang tepat atau kurang pas menurut sudut pandang Profesi kami. Tetapi karena Profesi dan mungkin Depkes tidak diajak bicara sehingga setelah keluar menjadi UU dan PP, masih ada hal-hal yang kurang berkenaan dengan profesi dan Depkes. Kalau kami diajak mungkin ada pemecahan persoalan.
  • Pertanyaan, ada dua hal: pertama mengenai PPR yang ditanyakan tadi dan kedua bagaimana nasib institusi Balai yang ada di Depkes, yaitu BPFK yang sudah mendapat pengakuan dari Menpan. Padahal selama ini BPFK sudah membantu Bapeten dan Batan melakukan penguran paparan radiasi. 
  • Bagimana nasib pendelegasian wewenang tentang pemeriksaan alat-alat radiasi di bidang kesehatan, itu masih berlaku lagi? karena keluarnya UU dan PP yang baru, maka pemeriksaan yang dilakukan oleh BPFK dianggap tidak berlaku.  Apakah BPFK masih dapat melakukan pengukuran? Jika tidak Depkes akan pertanyakan nasib institusi BPFK ini
Kata Sersan adalah istilah yang sering dikemukakan oleh Pak Ridwan untuk menggambarkan suasana kerja yang serius tetapi santai. Inti dari filosofi Beliau ini adalah adanya keseimbangan dalam hidup sehingga target dapat dicapai dengan hasil yang maksimal.

Penutupan Acara Dialog Ilmiah
Moderator mempersilahkan Penangungjawab Kegiatan untuk menutup acara. Akhirnya, Dialog Pengkayaan Ilmiah Ke-3 antara DPRI dengan Kemenristek ditutup secara resmi oleh pak Fajar dengan terlebih dahulu  mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak.
          Untuk lebih lengkapnya materi Dialog Pengkayaan Ilmiah ini dapat dilihat dalam CD. Mengingat jumlah CDnya terbatas, silahkan mengontak kami: togap.bapeten@yahoo.co.id atau t.marpaung@bapeten.go.id

Demikian dan terima kasih. 

Jakarta, 17 Agustus 2011

Togap Marpaung

Tulisan Mengenai:

“KEGIATAN KHUSUS TAHUN 2001
YANG MERUPAKAN BAGIAN CATATAN HARIAN INSPEKTUR UTAMA BAPETEN
DALAM RANGKA MEMBANGUN INSTITUSI FISIKA  MEDIK DI INDONESIA,
 DIPERSEMBAHKAN SECARA KHUSUS UNTUK MENGENANG
JASA DAN KARYA PENDIRI DAN KEPALA BAPETEN PERTAMA”

ALMARHUM BAPAK KITA YANG TERCINTA
 Dr Mohammad Ridwan, MSc, APU


0 komentar:

Posting Komentar

Jika Anda berkenan memberikan komentar, silahkan pilih
"Beri komentar sebagai : Nama/URL"
Kemudian tulis nama Anda dan jika Anda tidak memiliki URL(situs pribadi), biarkan kosong.