"Anyone who has never made a mistake has never tried anything new"
(Albert Einstein, 1879-1955)

STUDI LITERATUR MENGENAI KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

Posted by Togap Marpaung 18.11.10, under | No comments

STUDI LITERATUR MENGENAI KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF. IAEA sudah sejak dulu merekomendasikan mengenai proteksi fisik untuk fasilitas dan bahan nuklir diantaranya, INFCIRC/225/Rev. 4 (Corrected), tahun 1999. Sistem proteksi fisik wajib untuk bahan dan fasilitas nuklir, juga ketika bahan nuklir sedang diangkut. Untuk sumber radioaktif, proteksi fisik tidak wajib, hanya dengan penerapan prinsip proteksi radiasi terhadap manusia dan keselamatan radiasi terhadap sumber. Sehubungan banyaknya kecelakaan radiasi dan adanya potensi ancaman keamanan, memicu IAEA menjadi lebih fokus menerbitkan sejumlah rekomendasi baik dari aspek keselamatan maupun keamanan. Publikasi IAEA, BSS No. 115 tahun 1996 yang paling mendasar dan relevan mengenai standar keselamatan untuk semua jenis pemanfaatan tenaga nuklir, juga telah sedikit menyinggung keamanan. Selanjutnya, IAEA merekomendasikan banyak hal terkait keamanan sumber radioaktif, meliputi: Tecdoc, Code of Conduct, Guidance dan Safety Guide. Tahun 2008 IAEA merekomendasikan secara khusus keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif, NSS No. 09. Saat ini, peraturan mengenai keamanan bahan nuklir maupun keamanan sumber radioaktif sudah lengkap. Ruang lingkup adalah pembahasan mengenai rekomendasi IAEA terkait proteksi fisik bahan nuklir da keamanan sumber radioaktif serta peraturan terkait aspek keamanan. Tujuan adalah tersedianya hasil kajian yang dapat digunakan menjadi bahan konsepsi amendemen PP No. 26 Tahun 2002 dengan melakukan kajian terhadap rekomendasi IAEA, NSS No. 09 dan dibandingkan dengan peraturan yang ada.  

Kata kunci: keamanan, pengakutan, zat radioaktif, bahan nuklir, sumber radioaktif


ABSTRACT.

LITERATURE STUDY ON SECURITY IN TRANSPORT OF RADIOACTIVE MATERIAL. Since long time ago, IAEA had recommended on physical protection for facility and nuclear material, such as, INFCIRC/225/Rev. 4 (Corrected), in 1999. Physical protection syatem is a mandatory for facility and nuclear material, it is also while nuclear material is being transported. For radioactive source, physical protection is not a mandatory, just by implementation of radiation protection principle against human and safety of the source. In accordance with a number of accidents become more and there is a potential of threat wich tend to security, trigger IAEA becomes more focus to publish  a number of recommendations either safety aspect or security aspect. There is an IAEA publication, BSS  No. 115 in 1996 which is most substantial and relevant on the safety standards for all kinds of utilization of nuclear energy, which already also explained a little bit about security.  Moreover, IAEA has recommended many things which related with security of radioactive source, covers: Tecdoc, Code of Conduct, Guidance, Safety Guide. Finally, in 2008 IAEA recommended especially security in transport of radioactive material, NSS No. 09. For this time being, regulations on security either for nuclear material or radioactive source already completed, which regulate technical substance during in use, storage and transport, which is formulated based on IAEA recommendations. Scope is study on IAEA recommendations which is related with physical protection of nuclear material and security of radioactive source as wel as regulations related with security. The purpose is there is a result of assessment will be considered  to be a document of conseption to amendment of Government Act  No. 26 Year 2002, by doing an assessment on IAEA recommendation, NSS No. 09 and to be compared with the existing regulation.

Key words: security, transport, radioactive material, nuclear material,  radioactive source.
* Kepala Subdirektorat Peratuaran Kesehatan, Industri dan Penelitian

PERAN PPR DALAM RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL

Posted by Togap Marpaung 18.11.10, under | 1 comment

ABSTRAK.

PERAN PPR DALAM RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL. Latar belakang tulisan ini  adalah adanya persepsi yang kurang tepat mengenai status PPR secara legal, selain itu peran PPR hanya dianggap sekedar persyaratan teknis untuk memenuhi peraturan Masyarakat sains nuklir yang bekerja di bagian radiologi rumah sakit, khususnya Radiografer menganggap PPR suatu profesi, pendapat ini masuk akal karena pada umumnya PPR adalah praktisi medik yang berasal dari bagian radiologi. Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1997 dinyatakan bahwa PPR adalah “kedudukan sesuai tanggung jawab” dan “setiap petugas tertentu (PPR) di dalam instalasi yang memanfaatkan sumber radiasi pengion wajib memiliki izin berupa surat izin bekerja (SIB)”. PP No. 33 Tahun 2007 menegaskan bahwa PPR adalah petugas yang ditunjuk oleh Pemegang Izin (PI) dan oleh BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi. Klassifikasi PPR terdiri dari 3 tingkatan dan mereka adalah PPR Medik Tingkat 2. Hingga bulan September 2010, sesuai data b@lis, jumlah PPR Medik Tingkat 2 adalah 2.350 personil. Masa berlaku SIB adalah 4 tahun dan untuk perpanjangan SIB maka PPR wajib mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh BAPETEN. Dasar hukum adalah Perka BAPETEN No.15 Tahun 2008. Perwujudan peran PPR dapat tercermin dari terpenuhinya persyaratan administrasi terkait dengan masalah perizinan dan persyaratan keselamatan radiasi penggunaan pesawat sinar-X. Semua persyaratan tersebut menjadi tanggung jawab PPR. Ruang lingkup adalah pembahasan peran PPR terkait dengan tanggung jawabnya dalam rangka menjamin implememtasi dari program proteksi dan keselamatan radiasi (Program P & KR)..


Kata kunci: PPR, Radiologi Diagnostik dan Intervensional, Pesawat Sinar-X, Program P & KR.


ABSTRACT.

RULE OF RPO IN DIAGNOSTIC AND INTERVENTIONAL RADIOLOGY. The Background of this paper is there is an incorrect perception on status of RPO legally, besides that the role of RPO just consider as a technical requirement to comply with the regulations. Nuclear scientists who work at radiology department in hospital, especially Radiographers consider that RPO as a profession, this opinion makes sense because they are medical practitioners in general, coming from department of radiology. Based on Act No. 10 Year 1997 stated that RPO is “a status related with responsibility” and “every particular personnel (RPO) in installation which utilize ionizing radition shall have a license as a working permit (WP)”. Government Regulation No. 33 Year 2007 states that RPO is a personnel which is pointed by Licensee and by Regulatory Authority declared they are capable to perform their job which is relevant to radiation protection. Classification of RPO consits of 3  levels and they are RPO of Medical Level 2. Until  September 2010, refer to b@lis data, number of RPO Medical Level 2 are 2,350 personnels. Validity of WP is 4 years and to extend it, RPO shall follow a refresher course conducted by BAPETEN. Legal basis is Chairman Regulation of BAPETEN No. 15 Year 2008. Realization of the role of RPO can be reflected from by complying with the administrative requirement related to a problem of licensing process and radiation safety requirement for the use of X-ray equipment. All those requirements become a responsibility of RPO. Scope is a discussion of the role of RPO related to their reponsibility in the frame of ensuring the implementaion of radition protection and safety program (RP & S Program).

Key words: RPO, Diagnostic Radiology and Interventional, X-ray equipment, R P & S Program.
* Kepala Subdirektorat Peraturan Kesehatan, Industri dan Penelitian

PENGAWASAN KESELAMATAN RADIASI PRODUK KONSUMEN BERUPA PERHIASAN

Posted by Togap Marpaung 18.11.10, under | No comments

Abstrak,
Secara umum pengertian Produk Konsumen dapat bermakna sangat luas berupa komoditi, barang, produk atau apa saja yang dibutuhkan oleh konsumen. Dalam dunia industri atau pasar juga dikenal sebagai Barang Konsumen. Dalam hal ini, Produk Konsumen tidak hanya dibutuhkan oleh makhluk manusia saja tetapi juga makhluk lain. Salah satu dari jenis Produk Konsumen adalah perhiasan. Dalam konteks sains nuklir, Produk Konsumen, meliputi antara lain: penangkal petir, kaus lampu, detektor asap, lampu fluorisen, perhiasan yang mengadung radionuklida alam atau radionuklida buatan. Perhiasan ini, meliputi: (1) kalung dan gelang kesehatan mengadung radionuklida alam, dan (2) batu permata yang diiradiasi (mengandung radionuklida buatan dengan rekayasa teknologi nuklir). Latar belakang penulisan makalah ini karena: (1) maraknya perhiasan mengandung radionuklida di pasaran, (2) adanya sejumlah pertanyaan dari masyarakat mengenai jaminan keselamatan radiasi dalam penggunaan perhiasan tersebut, dan (3) adanya rencana Direktorat Pengawasan Pengaturan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif untuk menyusun Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Produk Konsumen tahun depan. Perka ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir. Badan Tenaga Atom Internasional merekomendasikan bahwa Produk Konsumen tidak boleh diedarkan kepada masyarakat kecuali Produk Konsumen telah dikecualikan dari izin atau diberi izin oleh badan pengawas.
Kata kunci: Produk Konsumen, perhiasan, radionuklida, dikecualikan, izin, badan pengawas.

REGULATORY OF RADIATION SAFETY
FOR CONSUMER PRODUCT AS A JEWELRY
Abstract,
Generally, a Consumer Product can be defined extensively as a comodity, goods, product or whatever needed by consumer. In industrial or market activities, this product is known also as a Consumer Goods. In this case, Consumer Product can be used not only for human but also animals. One of some examples of Consumer Product is jewelry. From nuclear sciences point of view, Consumer Product can be found in lighting arrester, gas mantle, smoke detector, fluorescent lamp, and jewelry which contains natural or artificial radionuclide.  This jewelry covers: necklace and bracelet for health contains natural radionuclides, and (2) irradiated gemstones (contains artifificial radionuclides by engineered with nuclear technology. The background of this paper because: (1) There are so many number and kinds of jewelry which contain natural or superficial radionuclide in the market, (2) There are so many questions arising from public regarding of ensuring the radiation safety in using of jewelry, and (3) There is a plan of Directorate of Regulatory for Regulation of Radiation Facility and Radioactive Material to set up a Chairman Regulation on Radiation Safety in Use of Consumer Product next year. This Chairman Regulation is an enforcement of the Government Regulation No.29 Year 2008 on Authorization of Utilization of Ionizing Radiation and Nuclear Material. International Atomic Energy Agency (IAEA) recommends that Consumer Product can not be distributed to the public unless it is either exempted or authorized by regulatory body.
Key words: Consumer Product, jewelry, radionuclide, exempted, authorized, regulatory body
*Kasubdit Pengaturan Kesehatan Industri dan Penelitian-DP2FRZR