"Anyone who has never made a mistake has never tried anything new"
(Albert Einstein, 1879-1955)

KAJIAN TENTANG NSS 9/08 DAN INFCIRC/225 REV 4/99 TERKAIT PENENTUAN TINGKAT KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

Posted by Togap Marpaung 6.2.12, under | No comments

 ABSTRAK.

KAJIAN TENTANG NSS 9/08 DAN INFCIRC/225 REV 4/99 TERKAIT DENGAN PENENTUAN TINGKAT KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF. Peraturan Pemerintah (PP)  No. 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan dalam Pengakutan Zat Radioaktif akan diamendemen tahun 2010 ini dan salah satu alasannya adalah aspek keamanan akan menjadi bagian yang akan diatur. Amendemen PP ini akan menjadi harmonis dengan rekomendasi IAEA karena tidak hanya mengatur aspek keselamatan tetapi juga aspek keamanan. IAEA melalui Safety Standards Series TSR-1, Tahun 2005 merekomendasikan keselamatan dalam pengangkutan zat radioaktif yang mencakup sumber radioaktif dan bahan nuklir. Namun, untuk bahan nuklir berupa bahan fisil harus diperhatikan secara khusus, karena dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai akibat neutron lambat. Bahan fisil meliputi U-233, U-235, Pu-239, Pu-241. Seiring dengan meningkatnya ancaman keamanan terhadap zat radioaktif selama pengangkutan maka IAEA melalui Nuclear Security Series No. 9 Tahun 2008  merekomendasikan keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif.  Oleh karena itu, ada perkiraan bahwa NSS 9/08 sama seperti TSR-1/05 juga mencakup sumber radioaktif dan bahan nuklir. Tetapi hal ini agak membingungkan juga karena pada tahun 1999 IAEA sudah menerbitkan publikasi INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected) yang merekomendasikan proteksi fisik bahan nuklir, secara khusus bahan fisil. NSS No.9/08 menentukan tingkat keamanan berdasarkan aktivitas zat radioaktif sedangkan INFCIRC/225/Rev.4/99 membagi tingkat proteksi fisik berdasarkan massa bahan nuklir. Agar dapat diketahui apakah ada hubungan penentuan tingkat keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif maka dilakukan suatu kajian dengan cara mengaitkan kedua besaran parameter: aktivitas zat radioaktif dan massa bahan nuklir dengan menggunakan faktor konversi yaitu aktivitas jenis masing-masing radionuklida.
Kunci: keamanan, pengangkutan, zat radioaktif, sumber radioaktif, bahan nuklir.

ABSTRACT.

STUDY ON NSS 9/08 AND INFCIRC/225 REV 4/99 RELATED TO THE DETERMINATION OF TRANSPORT SECURITY LEVEL RADIOACTIVE MATERIAL.  Government Regulation (GR) No. 26 of 2002 on the Transport Safety of Radioactive Material will be amended this year and one reason is the security aspect would be the parts to be regulated. Thus the GR is going to be in harmony with the IAEA recommendations because it would regulate the safety and security aspects. IAEA through Safety Standards Series TSR-1, Year 2005 recommended safety in the transport of radioactive material including radioactive sources and nuclear materials. However, for fissile materials should be of particular concern, because it can produce a fission chain reaction due to slow neutrons. Fissile materials include: U-233, U-235, Pu-239,      and Pu-241. Along with the increasing security threat to radioactive material during transport IAEA through the Nuclear Security Series No. 9 Year 2008 recommended security in the transport of radioactive material. Therefore, there is an estimation that either NSS 9 / 08 or TSR-1/05 includes radioactive sources and nuclear materials. But it’s confusing because in 1999 the IAEA has issued a publication INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected) which recommended the physical protection of nuclear material, particularly of fissile material. NSS No.9/08 determine security level based on the activity of radioactive material while INFCIRC/225/Rev.4/99 determine levels of physical protection by mass of nuclear material. In order to understand whether there is a relationship in determining the level of security in the transport of radioactive material then a study is done by linking the two scale parameters: the activity of radioactive material and nuclear materials masses by using a conversion factor, namely specific activity of each radionuclide.
Key words: security, transport, radioactive material, radioactive source, nuclear material.

PENDAHULUAN
Makalah kajian tentang NSS No.9/08 dan INFCIRC/225 Rev 4/99 Terkait Penentuan Tingkat Keamanan dalam Pengangkutan Zat Radioaktif ini merupakan lanjutan dari makalah tentang “Dasar-dasar Penentuan Tindakan Keamanan dalam Pengangkutan Zat Radioaktif.” Masalah pengangkutan zat radioaktif ini akan semakin kompleks sehingga sulit dipahami karena pengangkutan zat radioaktif sebagai barang kiriman mencakup zat radioaktif berupa sumber radioaktif maupun bahan nuklir serta limbah radioaktif.

Latar Belakang Kajian ini adalah sehubungan dengan adanya kegiatan BAPETEN untuk mengamendemen PP    No. 26 yang memperkirakan bahwa pengertian zat radioaktif dalam konteks keamanan juga termasuk bahan nuklir seperti pengertian dalam konteks keselamatan dalam pengangkutan.

Metode Kajian adalah studi literatur terhadap 2 (dua) publikasi IAEA, yaitu: (1) IAEA, The Physical Protection of Nuclear Material and Nuclear Facilities, INFCIRC/225/Rev. 4 (Corrected), 1999; dan (2) Nulear Security Series No.9, 2008.

Tujuan Kajian ini adalah untuk memastikan apakah tingkat keamanan pengangkutan zat radioaktif berdasarkan pada NSS. No 9 Tahun 2008 berlaku untuk bahan nuklir yang dilakukan dengan cara mengetahui hubungan massa bahan nuklir dengan nilai 10 D atau 3000 A2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Keamanan
Tingkat keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif terdiri dari:    (1) Praktik Manajemen Pruden; (2) Tingkat Keamanan Dasar; dan (3) Tingkat Keamanan Dinaikkan. Mengingat Tingkat keamanan dinaikkan merupakan tingkat yang paling tinggi maka bahan nuklir ketika diangkut diperkirakan akan diklasifikasikan ke dalam Tingkat keamanan dinaikkan.




Tingkat Keamanan Dinaikkan
                Tingkat keamanan dinaikkan ini diterapkan untuk bungkusan zat radioaktif dengan isi sesuai atau melebihi ambang batas radioaktivitas. Nilai ambang batas per bungkusan, ditentukan dengan 2 (dua) parameter sebagai berikut:

1.       10 D per bungkusan, untuk radionukilda-radionuklida sebagaimana diberikan pada Tabel 1, dengan pengertian:
·       nilainya dapat mengakibatkan efek deterministik yang parah; dan
·       nilainya sama dengan ambang batas yang digunakan  mengenai impor dan ekspor sumber radioaktif. 
2.       3.000 A2 per bungkusan, untuk radionuklida-radionuklida lain
·       nilainya menunjukkan hubungan akibat penyebaran radioaktivitas yang sudah diperhitungkan; dan
·       nilai A2 digunakan secara luas dan digunakan dalam keselamatan pengangkutan.

Penentuan tingkat keamanan selama pengangkutan zat radioaktif diuraikan sebagaimana diberikan pada Gambar 1.

 
Gambar 1. Diagram Alir Penentuan Tindakan Keamanan dalam Pengangkutan Zat Radioaktif

Tabel. 1 Radionuklida Ambang Batas Keamanan

Radionuklida
Ambang Batas Keamanan untuk Pengangkutan (10 D) dalam (TBq)
Am-241
0,6
Au-198
2
Cd-109
200
Cf-252
0,2
Cm-244
0,5
Co-57
7
Co-60
0,3
Cs-137
1
Fe-55
8.000
Ge-68
7
Gd-153
10
Ir-192
0,8
Ni-63
600
Pd-103
900
Pm-147
400
Po-210
0,6
Pu-238
0,6
Ra-226
0,4
Ru-106
3
Se-75
2
Sr-90
10
Tl-204
200
Tm-170
200
Yb-169
3

Hubungan antara Tabel 1 dan Diagram alir pada Gambar 1, dapat diuraikan sebagai berikut:
1.       Parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kemanan adalah aktivitas zat radioaktif yang diangkut baik untuk zat radioaktif bentuk khusus maupun bukan bentuk khusus.
2.       Parameter A2 adalah identik dengan zat radioaktif bukan bentuk khusus, tetapi bukan berarti tidak bisa digunakan untuk nilai batasan pada zat radioaktif bentuk khusus, karena untuk radionuklida yang sama nilai A2 pasti lebih kecil atau sama dengan A1 sehingga dari segi keselamatan dapat menjadi “lebih selamat”.
3.       Nilai 10 D hanya berlaku untuk radionuklida ada dalam Tabel 1.
4.       Nilai 3.000 A2 digunakan untuk radionuklida selain dari pada Tabel 1.
5.       Dalam NSS No.9 tahun 2008 tidak dijelaskan secara eksplisit, apakah nilai 10D berlaku hanya untuk zat radioaktif bentuk khusus atau berlaku juga untuk zat radioaktif bukan bentuk khusus, dan aktivitas jenis rendah (AJR-II dan AJR-III) maupun benda terkontaminasi permukaan (BTP-II).

Pengertian Bahan Nuklir Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1997

Dalam pasal 1, Bab I Ketentuan Umum UU No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, yang dimaksud dengan Bahan Nuklir adalah bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai atau bahan yang dapat diubah menjadi bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai. Bahan Galian Nuklir adalah bahan dasar untuk pembuatan bahan bakar nuklir. Bahan Bakar Nuklir adalah bahan yang dapat menghasilkan transformasi inti berantai. Dalam pasal 2, Bahan Nuklir terdiri atas: (a) Bagan Galian Nuklir;         (b) Bahan Bakar Nuklir; dan (c) Bahan Bakar Nuklir Bekas.

Pengertian Bahan Nukir Dalam Konteks Sains Nuklir

Dalam konteks sains nuklir dikenal istilah fissile material, fissionable material dan fertile material. Fissile material adalah bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai akibat interaksi dengan neutron lambat (thermal neutron).  Fissionable material adalah bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai akibat neutron cepat (fast neutron), yang berarti tidak dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai akibat interaksi dengan neutron lambat. Fertile material adalah bahan yang tidak dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai tapi dapat diubah menjadi bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai. Jika diilustrasikan kaitan antara pengertian bahan nuklir yang ada dalam UU dan sains nuklir maka akan diperoleh skema, sebagaimana diberikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema Keterkaitan Istilah Bahan Nuklir dalam UU dan Sains Nuklir
Perhitungan Massa Bahan Fisil
 
TSR-1 Tahun 2005 memberikan pengertian bahwa semua zat radioaktif (“radioactive material”) termasuk bahan nuklir. Namun untuk pengangkutan bahan nuklir berupa bahan fisil harus diperhatikan secara khusus, karena dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai akibat neutron lambat. Bahan fisil meliputi: (1) U-233;    (2) U-235; (3) Pu-239, dan (4) Pu-241.
NSS No.9 Tahun 2008 juga menyebutkan barang kiriman yang diangkut adalah zat radioaktif tetapi tidak menyinggung mengenai bahan nuklir ataupun bahan fisil. Tingkat keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif ditetapkan hanya dengan menggunakan parameter aktivitas zat radioaktif. Uraian NSS No. 9 Tahun 2008 tersebut menjadi membingungkan karena sebelumnya IAEA pada tahun 1999 sudah menerbitkan publikasi INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected) yang membagi tingkat proteksi fisik berdasarkan massa untuk bahan nuklir, secara khusus bahan fisil, diberikan pada Lampiran I. Untuk mengaitkan kedua besaran parameter, yaitu: (1) aktivitas zat radioaktif dan (2) massa bahan nuklir harus menggunakan faktor konversi, yaitu aktivitas jenis masing-masing radionuklida.
Adapun perhitungan hubungan kedua parameter untuk masing-masing bahan nuklir sebagai berikut:

  
Jika digunakan asumsi bahwa ada hubungan parameter aktivitas pada NSS No.9 tahun 2008 dan parameter massa pada INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected) Tahun 1999 serta memperhatikan Tabel 2 pada Lampiran I maka dapat diuraikan sebagai berikut:
1.       Pu-2.39 dengan massa di atas 1,302 kg diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan. Kategori I dan sebagian Kategori II diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan.
2.       Pu-241 dengan massa di atas 47,123  gram diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan. Kategori I dan II dan sebagian Kategori III diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan.
3.       Jika menggunakan nilai 10D sebagai Ambang Batas U-233 dengan massa diatas 1,95 kg diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan. Hanya Kategori I yang diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan.
4.       Jika menggunakan nilai 3000A2 sebagai Ambang Batas U -233 dengan massa diatas 50,15 kg diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan.
5.       U-235 (uranium diperkaya) dengan massa diatas 30,76 kg diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan.


KESIMPULAN

Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa penentuann tingkat keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif tidak ada hubungan antara publikasi IAEA-NSS-9 Tahun 2008 dengan IAEA-INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected) Tahun 1999.
Berdasarkan NSS No.9 Tahun 2008, parameter yang digunakan, yaitu aktivitas yang diyatakan dalam A2 dan nilai D. Untuk menentukan A2 dan nilai D dilakukan perhitungan yang menggunakan pendekatan sistem Q yang menimbulkan efek deterministik yang parah terhadap seseorang.
Berdasarkan INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected) Tahun 1999, parameter yang digunakan, yaitu massa untuk nilai ambang batas tingkat keamanan bahan nuklir. Untuk menentukan massa bahan nuklir dilakukan perhitungan yang menggunakan pendekatan berdasarkan reaksi fisi spontan yang terjadi, terkait dengan kekritisan. Tingkat keamanan ditentukan berdasarkan pada paremeter massa bahan fisil yang ditinjau dari potensi kekritisan yang dapat menghasilkan pembelahan berantai karena konfigurasi geometri dan massa bahan fisil.


DAFTAR PUSTAKA

1.       IAEA, The Physical Protection of Nuclear Material and Nuclear Facilities, INFCIRC/225/Rev. 4 (Corrected), Vienna, 1999..
2.       IAEA, Dangerous Quantities of Radioactive Material (D-Value), Vienna,2006.
3.       IAEA, Advisory Material for the IAEA Regulation for the Safe Transport of Radioactive Material, IAEA Standards Series No. TS-G-1.1, Vienna, 2002.
4.       IAEA, Security in the Transport of Radioactive Material, IAEA Nuclear Security Series No. 9, Vienna, 2008.
 

DASAR-DASAR PENENTUAN TINDAKAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

Posted by Togap Marpaung 25.1.12, under | 1 comment

ABSTRAK.

DASAR-DASAR PENENTUAN TINDAKAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN  ZAT RADIOAKTIF. Dalam rangka menspesifikasi tingkat keamanan pengangkutan dilakukan dengan sistim-Q untuk menentukan nilai A
1 dan A2 untuk aspek keselamatan radiasi dan dengan kategorisasi berdasarkan pada sumber berbahaya untuk menentukan nilai-D untuk aspek keamanan sumber radioaktif. Sistem-Q didefinisikan sebagai batas “kuantitas” radioaktif yang dibolehkan pada pengangkutan, yang kemudian dikenal dengan terminologi nilai A1 dan A2. Berdasarkan penentuan nilai batas ambang untuk A1 dan A2, maupun nilai D maka tindakan keamanan yang dilakukan, meliputi: (1). praktik manajemen pruden;  (2). tingkat keamanan dasar; dan (3). tingkat keamanan dinaikkan. Apabila dianggap perlu, tindakan keamanan dapat berubah menjadi (4) tindakan keamanan tambahan. IAEA merekomendasikan kepada setiap negara anggota agar mengembangkan jenis regulasinya melalui 3 (tiga) pilihan, sebagai berikut: (1) pendekatan berbasis preskriptif; (2) berbasis kinerja; atau (3) berbasis kombinasi. Pendekatan berbasis kinerja memberikan fleksiblitas yang lebih besar kepada Badan Pengawas dan Operator, tetapi mensyaratkan informasi, data analisis dan sumber daya yang lebih besar daripada pendekatan berbasis preskriptif. Pengiriman zat radioaktif yang berisiko tinggi (misalnya, bungkusan yang memuat lebih daripada 10 D atau 3.000 A2) dapat memutuskan penggunaan pendekatan berbasis kinerja dan pengembangan ancaman dasar disain.
Kata kunci: keselamatan, keamanan, pengangkutan zat radioaktif, tingkat keamanan.

ABSTRACT.

BASICS SECURITY MEASURES DETERMINATION IN TRANSPORT OF RADIOACTIVE MATERIALS. In order to specify the security level of transport by the Q-system to determine the value of A1 and A2 for the radiation safety aspects and with the categorization based on malicious sources to determine D-value for the security aspects of radioactive sources. Q system is defined as the limit of "quantity" of radioactive allowed on transport, which was then known as the terminology A1 and A2 value. Based on the determination of threshold limit for A1 and A2 values, as well as the D value then the security measures undertaken, including: (1) prudent management practices, (2) basic security level, and (3) enhanced security level. If necessary, security measures can be chaged  into (4) additional security measures. IAEA recommends that each member state in order to develop the kind of regulation through the 3 (three) options, as follows: (1) prescriptive-based approach, (2) performance-based approach, or (3) combinations-based approach. Performance-based approach provides greater flexibility to the Regulatory Body  and Operators, but it requires greater information, data analysis and resources than prescriptive-based approach. Transport of high-risk radioactive material (e.g, package containing more than 10 D or 3000 A2) can decide the implementation of performance-based approach and the development of design basis threat (DBT).
Key words: safety, security, transport of radioactive material, security level.


PENDAHULUAN

Secara umum, tinjauan IAEA terhadap pengangkutan zat radioaktif ini dianggap sama dengan pengangkutan barang berbahaya (dangerous goods) meskipun kelasnya berbeda dan kedua aspek keselamatan dan keamanan ini saling berhubungan dan bersinergi. Lagipula, in some languages, “safety”and “security” translate to the same word. Dalam rangka keamanan selama pengangkutan zat radioaktif, IAEA mendorong seluruh negara anggota agar membuat suatu kebijakan untuk melaksanakan sistem pengawasan nasional yang efektif dengan tidak hanya menjamin aspek keselamatan tetapi juga aspek keamanan.
Menentukan tindakan keamanan zat radioaktif selama pengangkutan, ada sejumlah hal yang harus dipertimbangkan untuk mencegah akses orang yang tidak berwenang, pencuri, atau tindakan kejahatan lain. Tanggung jawab semua pihak yang terkait harus dinyatakan secara jelas. Ancaman terhadap aset berupa zat radioaktif yang sedang diangkut harus ditentukan dan dimengerti dengan baik oleh semua pihak dalam pendisainan tindakan keamanan. Program keamanan yang disusun harus dipertimbangkan dengan cara yang tepat untuk mempedomani penerapan “depence in-depth”. Tindakan keamanan tergantung pada potensi konsekuensi, jenis dan jumlah zat radioaktif yang dapat menjadi target yang lebih menarik bagi orang yang berniat jahat daripada target yang lain. Untuk target yang lebih menarik harus dibuat lebih efektif dengan suatu sistem tindakan keamanan yang bertahap.
Meskipun tindakan keamanan selama pengangkutan sudah ditetapkan berdasarkan nilai A/D untuk mengetahui kategorinya maka apabila dianggap perlu, tindakan keamanan dapat ditingkatkan menjadi berdasarkan daya tarik aset yang diangkut, dan tingkat ancaman dan DBT. Dalam rangka penyusunan peraturan maka tindakan keamanan untuk setiap tingkatan tersebut harus dilakukan suatu kajian melalui pendekatan berbasis preskriptif, berbasis kinerja atau berbasis kombinasi.
Latar belakang kajian ini dilakukan sebagai berikut: (1) sehubungan dengan adanya kegiatan BAPETEN untuk mengamendemen PP No. 26 Tahun 2002 yang akan mengatur tindakan keamanan zat radioaktif selama pengangkutan; dan (2) keikutertaan Regional Training Course (RTC) on Security in the Transport of Radioactive Material yang diselenggarakan oleh IAEA di Sydney,   9 – 13 February 2010.
Metode kajian adalah studi literatur terhadap Nulear Security Series No.9/2008 dan handout RTC on Security in Tansport of Radioactive Material.
 Tujuan Kajian ini adalah untuk memahami substansi tindakan keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif sehingga makalah ini dapat dipertimbangkan oleh DP2FRZR menjadi salah satu referensi penyusunan aspek keamanan dalam amendemen PP No. 26 Tahun 2002.
 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desain dan Evaluasi Tindakan Keamanan

Untuk mendisain tindakan keamanan maka dilakukan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

Sifat dan daya tarik zat radioaktif
Sifat zat radioaktif dikaji meliputi karakteristik, sebagai berikut: (1) bentuk fisika; (2) bentuk kimiawi; (3) respirabilitas; dan (4) waktu paro.
Daya tarik dan karakteristik zat radioaktif maupun cara zat radioaktif dibungkus, disimpan dan dikirim dapat mencakup banyak fitur sebagai berikut: (1) portabilitas dari zat radioaktif atau bungkusannya;   (2) mobilitas pengiriman; (3) jenis pancaran radiasi (α, β, g, dan neutron); (4) kekuatan bungkusan;    (5) kemudahan konversi zat radioaktif; (6) psikologis; dan (7) kekuatan yang dapat dirasakan ketika tindakan keamanan sedang diterapkan selama pengangkutan.

Dasar Pertimbangan Keamanan
Dasar pertimbangan keamanan pengangkutan zat radioaktif, mencakup: (1) tanggung jawab pemerintah; (2) kerangka peraturan dan perundangan; (3) kebutuhan untuk menetapkan atau menunjuk suatu instansi yang berwenang; (4) tanggung jawab dari pihak terkait dalam pengangkutan, yaitu operator (pengirim, pengangkut dan penerima); (5) budaya keamanan; (6) evaluasi ancaman;               (7) penggunaan dari suatu pendekatan yang bertahap; (8) konsep pertahanan berlapis;   (9) sistem manajemen; (10) rencana kedaruratan; dan (11) kerahasiaan.

Pertimbangan Keamanan untuk Pengangkutan
Pengangkutan zat radioaktif merupakan suatu fase sementara antara produksi, penggunaan, penyimpanan dan pembuangan (disposal). Secara prinsip tidak ada perbedaan konsekuensi potensi radiologik dari hilangnya kendali akibat pencurian zat radioaktif selama penggunaan, penyimpanan atau pengangkutan, meskipun konsekuensi potensi dari suatu tindakan sabotase dapat berbeda secara signifikan, yang bergantung pada lokasi zat radioaktif tersebut.  
Dalam sudut pandang vurnabilitas (vurenability) potensi zat radioaktif dalam pengangkutan, desain dari suatu sistem keamanan pengangkutan yang tepat harus memasukkan konsep  pertahahan berlapis dan harus menggunakan suatu pendekatan yang bertahap untuk mencapai tujuan dari pencegahan zat radioaktif yang rentan kepada tindakan kejahatan.
Sistem keamanan pengangkutan harus didisain dengan mempertimbangkan:
  1. kuantitas, bentuk fisika dan kimiawi zat radioaktif;
  2. moda pengangkutan;
  3. bungkusan yang digunakan;
  4. tindakan yang dipersyaratkan untuk:
    •  menghalangi, mendeteksi, menunda akses orang yang tidak berwenang kepada zat radioaktif ketika dalam pengangkutan dan selama penyimpanan pada saat transit untuk menggagalkan setiap tindakan jahat yang dihadapi; 
    • mengidentifikasi tindakan kejahatan yang aktual terkait dengan setiap pengiriman ketika pengangkutan  atau selama penyimpanan ada kejadian yang memungkinkan suatu respon yang tepat dan memampukan penemuan kembali zat radioaktif atau upaya mitigasi untuk bergerak secepat mungkin; dan
    • memberikan respon cepat terhadap setiap tindakan percobaan yang mengarah atau setiap tindakan yang sebenarnya, akses orang yang tidak berwenang kepada zat radioaktif  ketika dalam pengangkutan atau penyimpanan ada suatu kejadian.
  5.  kemampuan untuk:
    • memulihkan setiap kerusakan, pencurian atau kehilangan zat radioaktif dan melakukan hal tersebut di bawah kendali pengawasan yang aman;dan 
    • meminimasi dan memitigasi konsekuensi radiologik dari setiap pencurian, sabotase atau tindakan jahat lain.
Pencapaian dari keamanan yang efektif dalam pengangkutan dapat dibantu dengan mempertimbangkan skedul pengangkutan, rute, keamanan perjalanan, keamanan informasi dan prosedur. Dalam situasi tertentu dan sejauh dapat dipraktekkan secara operasional, rekomendasi umum yang berhubungan dengan praktik paling baik (best practice) sebagai berikut:
  1. jalur reguler harus dihindari sejauh yang dapat dipraktekkan;
  2. rute yang direncanakan agar menghindari daerah bencana alam, komflik atau ancaman ketika pengiriman sumber kategori 1 dan 2, rute alternatif harus dipersiapkan;
  3. waktu total pengangkutan zat radioaktif, jumlah perpindahan antarmoda angkutan dan waktu menunggu terkait dengan perpindahan antarmoda angkutan harus dijaga sebaik mungkin;
  4. pengetahun yang tinggi untuk informasi pengangkutan dan tindakan keamanan yang diterapkan untuk pengangkutan harus dibatasi kepada orang tertentu;
  5. kendaraan bermuatan zat radioaktif tidak boleh ditinggalkan;
  6. zat radioaktif dalam pengangkutan, ketika ada kejadian maka tindakan pengamanan harus sama dan konsisten dengan tindakan keamanan yang diterapkan kepada zat radioaktif dalam penggunaan dan penyimpanan.     

Vurnarabilitas
Fitur yang dapat berpotensi vurnarabilitas suatu sistem pengangkutan meliputi: (1) penghalangan (menurut persepsi musuh) lemah; (2) bungkusan lemah; (3) rute tidak tepat atau tidak sesuai; (4) pengetahuan lokasi pengiriman tidak akurat; (5) komunikasi tidak memadai;  (6) perintah dan struktur kendali tidak akurat; (7) perencanaan kurang; (8) prosedur tidak cukup; (9) penerapan prosedur tidak tepat; (9) proteksi penjagaan pengiriman tidak memadai; (10) pertahanan berlapis tidak cukup; (10) personil yang dilatih kurang tepat; (11) personil tidak dapat diandalkan atau tidak dapat dipercaya; dan  (11) kemampuan satuan tanggap kurang memadai.

Konsekuensi
Potensi konsekuensi dari suatu tindakan jahat mengenai pengiriman meliputi: (1) penyakit radiasi akut; (2) kefatalan radiologik akut; (3) kefatalan kanker laten; (4) kontaminasi; (5) hilangnya fungsi dari suatu daerah; (6) kerugian ekonomis; (7) kerugian sosial; (8) kerugian psikologis; dan (9) pemutusan kemajuan teknologi.


Penentuan Tindakan Keamanan
Dasar Penentuan Nilai Batas Ambang
Dalam menentukan tingkat keamanan zat radioaktif dalam pengangkutan yang mudah dipahami dan diintregasikan dengan sistem keselamatan dan keamanan yang sudah ada, maka harus dipelajari pendekatan yang sudah ada untuk keselamatan dan keamanan zat radioaktif.
Ada 2 (dua) publikasi yang dapat diterapkan sebagai dasar penentuan nilai batas ambang, sebagai berikut:
  1. Regulations for the Safe Transport of Radioactive Material. Dalam publikasi ini menggunakan nilai aktivitas A1 dan A2 untuk menentukan jumlah zat radioaktif yang akan diangkut. Karena nilai-A sudah dipahami dan digunakan dengan baik dalam sistem keselamatan pengangkutan, sehingga juga dapat digunakan untuk menentukan nilai aktivitas ambang batas.
  2. Code of Conduct on the Safety and Security of Radioactive Sources dan Categorization of Radioactive Sources, publikasi ini merekomendasikan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan sumber radioaktif. Nilai-D yang dikembangkan untuk menentukan sumber yang berbahaya, juga tepat untuk menentukan aktivitas ambang batas untuk tingkat kemanan dalam pengangkutan.

Dalam rangka menspesifikasi tingkat keamanan pengangkutan dilakukan dengan sistim-Q untuk menentukan nilai A1 dan A2 untuk aspek keselamatan radiasi dan dengan kategorisasi berdasarkan pada sumber berbahaya untuk menentukan nilai-D untuk aspek keamanan sumber radioaktif.

Sistem Q untuk menentukan A1 dan A2
Pengembangan sistem-Q dilakukan oleh H.F Macdonald dan E.P. Goldfinch dari UK Central Electricity Generating Board melalui Research Agreement dengan IAEA. Sistem-Q didefinisikan sebagai batas “kuantitas” radioaktif yang dibolehkan pada pengangkutan, yang kemudian dikenal dengan terminologi nilai A1 dan A2.
Nilai A1 dan A2 digunakan untuk menentukan batasan aktivitas untuk bungkusan Tipe-A, dan juga untuk beberapa tujuan lain sebagimana diuraikan dalam batas kebocoran aktivitas bungkusan Tipe-B(U), Tipe-B(M), atau Tipe-C, LSA dan bungkusan yang dikecualikan, dan yang berisi zat radioaktif daya sebar rendah dan zat radioaktif bentuk khusus (tidak mudah menyebar) dan zat radioaktif bukan bentuk khusus (mudah menyebar).
Dalam sistem-Q  rangkaian rute paparan diperhatikan, yang mungkin menghasilkan paparan radiasi baik eksternal maupun internal, kepada individu di sekitar terjadinya kecelakaan yang melibatkan bungkusan. Rute paparan radiasi yang mungkin terjadi dengan 5 (lima) nilai batasan, diberikan pada Gambar 1. 


Gambar 1. Rute Kemungkinan Paparan yang Terjadi Akibat Kecelakaan Selama Pengangkutan Zat Radioaktif.

Batasan untuk bentuk khusus pemancar alpa, pemancar neutron, dan tritium dipertimbangkan terpisah. Asumsi umum yang diperhatikan dalam menentukan nilai-Q, sebagai berikut:
  1. Dosis efektif terhadap seseorang disekitar bungkusan akibat kecelakaan yang melibatkan bungkusan, tidak lebih dosis acuan sebesar 20 mSv;
  2. Dosis ekivalen yang diterima organ tubuh, termasuk kulit, akibat kecelakaan tidak melebihi 200 mSv atau untuk kasus khusus pada lensa mata tidak melebihi 50 mSv; dan
  3. Seseorang tidak mungkin terus berada pada jarak 1 m dari bungkusan yang rusak selama lebih dari 30 menit.
 Dengan asumsi diatas, nilai QA, QB, QC, QD, dan QE dapat diperoleh dengan menggunakan rumus tertentu yang terdapat pada publikasi IAEA berjudul ”Advisory Material for the IAEA Regulation for the Safe Transport of Radioactive Material”, Revisid 1,  tahun 2008. Setelah nilai masing-masing QA, QB, QC, QD, dan QE didapat, maka nilai A1 dan A2  dapat ditentukan dengan ketentuan:
nilai A1 untuk zat radioaktif bentuk khusus lebih kecil dari dua nilai QA dan QB, sedangkan nilai A2 untuk radiaoaktif bukan bentuk khusus lebih kecil dari nilai A1 dan nilai Q lainnya”.

Sebagai contoh,

Nilai A1 untuk Th-227 ditetapkan sebesar 1 x 101 TBq, karena nilai A1 harus lebih kecil dari QA sebesar 1.1 x 101 TBq dan QB sebesar 10 x 103 TBq. Nilai Nilai A2 ditetapkan dengan ketentuaan lebih kecil dari A1 dan lebih kecil dari nilai QC dan QD sehingga ditetapkan sebesar 5 x 10-3 TBq

Sumber Berbahaya dengan nilai D
Menurut Tecdoc 1344, tahun 2003 atau Safety Guide G-R-S- 1. 9 tahun 2006, nilai-D menggambarkan tingkat bahaya dari suatu sumber radioaktif. Adapun Nilai D merupakan:
  1. aktivitas spesifik sumber radioaktif yang dapat menyebabkan efek deterministik yang fatal untuk skenario asumsi konservatif yang meliputi paparan eksternal dari sumber yang terlepas dari wadahnya tetapi masih tetap terbungkus dalam kapsul yang sedang dibawa dengan tangan selama 1 (satu) jam atau dalam kantong selama sepuluh jam atau sedang berada dalam ruangan selama beberapa hari hingga beberapa minggu (nilai D1); dan
  2. paparan internal akibat penyebaran sumber radioaktif, sebagai contoh akibat kebakaran, ledakan, atau kerusakan yang disengaja (nilai D2).
Untuk tujuan kategorisasi, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. nilai yang terendah dari nilai D1 dan D2 digunakan sebagai sebagai nilai D.
  2. nilai D digunakan untuk menormalisasi yang memberikan acuan untuk pembandingan risiko sehingga besar rasio A/D dapat digunakan untuk memberikan peringkat awal relatif risiko sumber radioaktif yang kemudian dikategorisasi setelah mempertimbangkan faktor lain, misalnya:
    • sifat fisika dan kimia sumber radioaktif,
    • jenis perisai dan pengungkung yang digunakan,
    • keadaan pengggunaan, dan 
    • sejarah kasus kecelakaan.
Nilai ”D” merupakan tingkat aktivitas spesifik, yang menunjukkan bahwa jika aktivitas sumber radioaktif di atas nilai D maka sumber radioaktif dianggap sebagai ”sumber yang berbahaya”, karena sumber radioaktif tersebut berpotensi besar menimbulkan efek deterministik yang parah apabila tidak diawasi sesuai persyaratan keselamatan radiasi dan keamanan sumber radioaktif. Karena sistem kategorisasi sumber radioaktif berdasarkan pada potensi sumber radioaktif tersebut menimbulkan efek deterministik, maka nilai D dianggap sebagai faktor normalisasi untuk menentukan peringkat relatif sumber radioaktif dan penggunaannya secara numerik.
Pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai-D adalah dosis radiasi yang diterima seseorang dengan batasan, diberikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Referensi Dosis untuk Menentukan Nilai-D


 
Tingkat Keamanan dalam Pengangkutan
Berdasarkan penentuan nilai batas ambang untuk A1 dan A2, maupun nilai D maka tingkat keamanan zat radioaktif dalam pengangkutan terdiri dari, 3 (tiga) tingkat, meliputi: (1). praktik manajemen pruden; (2). tingkat keamanan dasar;dan (3). tingkat keamanan dinaikkan.

Pendekatan untuk Menentukan Penerapan Tindakan Keamanan
IAEA merekomendasikan kepada setiap negara anggota agar menetapkan jenis regulasi sesuai dengan situasi dan kondisi negara yang bersangkutan. Ada 3 (tiga) pilihan yang dapat diadopsi  dan diadaptasi  melalui 3 (tiga) pilihan sebagai berikut:
1.       Pendekatan Berbasis Preskriptif
Tindakan keamanan yang diterapkan harus sesuai dengan persyaratan adiministratif dan persyaratan teknik. Penyediaan checklists dapat sangat bermanfaat kepada personil yang mengembangkan program keamanan atau memverifikasi kesiapsiagaan operasional.
2.       Pendekatan Berbasis Kinerja
Tindakan keamanan yang diterapkan harus dievaluasi terhadap ancaman yang umum atau ancaman dasar desain. Ancaman umum maupun ancaman dasar desain ini dapat menjadi sangat luas tergantung dari situasi dan keadaan suatu negara. Hal penting bagi suatu negara untuk meninjau ulang dan mengevaluasi implikasi dari setiap perubahan dari berbagai ancaman tersebut untuk menspesifikasi tindakan keamanan. Suatu negara harus membagi informasi ini setepat mungkin dengan pengangkut. 
Pendekatan berbasis kinerja memberikan fleksiblitas yang lebih besar kepada Badan Pengawas dan Operator, tetapi mensyaratkan informasi, data analisis dan sumber daya yang lebih besar daripada pendekatan berbasis preskriptif. Pengiriman zat radioaktif yang risiko tinggi (misalnya, bungkusan yang memuat lebih daripada 10 D atau 3.000 A2) dapat memutuskan penggunaan pendekatan berbasis kinerja dan pengembangan DBT. 
Pendekatan berbasis kinerja mensyaratkan pengertian dari:
  a.     Ancaman (diperoleh dari ancaman kajian dan/atau DBT);
  · Kemampuan sistem keamanan untuk mememuhi: (a) penghalangan; (b) pendeteksian; (c) penundaan;dan (4) peresponan.
     ·   Kinerja sistem keamanan terhadap ancaman yang ditetapkan.
  b.     Hasil dalam mengkaji vulnerabilitas dan konsekuensi.

Perbedaan yang mendasar antara pendekatan berbasis preskriptif dengan pendekatan berbasis kinerja adalah peran dari Operator dalam mengevaluasi ancaman, mengkaji vurnerabilitas dan menerapkan hasil kajian, diberikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Kedua Pendekatan


1.       Pendekatan Berbasis Kombinasi
Tindakan keamanan yang diterapkan merupakan kombinasi antara pendekatan berbasis kinerja dengan pendekatan berbasis preskriptif atau ketentuan. Pendekatan berbasis kombinasi ini dapat digunakan untuk: (1) mempertimbangkan ancaman, DBT dan/atau daya tarik zat radioaktif; (2) meningkatkan tindakan keamanan konsisten dengan ancaman dan daya tarik, dengan:
a.     menggunakan tindakan tambahan yang sudah dibuat daftarnya sesuai ketentuan dalam suatu cara yang logis; dan
b.     menerapkan tindakan keamanan mengikuti suatu pendekatan yang bertahap.

Tindakan Keamanan pada Tingkat Negara dan Tingkat Operator
Langkah-langkah dasar yang dipersyaratkan untuk menspesifikasi tindakan keamanan mencakup 2 (dua) pihak utama yang terkait, yaitu: (1) pada tingkat Negara; dan (2) pada tingkat Operator.

Pada Tingkat Negara
Tindakan keamanan pada tingkat negara, meliputi: (1) mengevaluasi konsekuensi potensial dari tindakan kejahatan yang terkait dengan zat radioaktif; (2) melakukan suatu kajian ancaman dalam Negara berdasarkan informasi dari tenaga ahli keamanan dan intelijen; (3) menetapkan tingkat keamanan yang diterapkan kepada bungkusan zat radioaktif dan kendaraan;mendefinisikan tujuan keamanan untuk setiap tingkat keamanan; dan (4) menspesifikasi persyaratan administratif dan teknik atau tindakan keamanan yang penting sesuai dengan tujuan keamanan.   

Pada Tingkat Operator
Tindakan keamanan pada tingkat operator, meliputi: (1) mengidentifikasi radionuklida dan aktivitas dalam setiap bungkusan zat radioaktif  dan moda pengangkutan yang digunakan; (2) menentukan tingkat-tingkat keamanan bungkusan; dan (3) menentukan tindakan keamanan yang tepat sesuai persyaratan peraturan atau memproteksi terhadap ancaman dasar desain mengenai dasar dari tujuan yang ditetapkan oleh regulasi nasional.
Keefektifan keseluruhan tindakan keamanan dapat dijamin dengan melengkapi tindakan keamanan yang sudah ada dengan tindakan keamanan tambahan yang didentifikasi melalui suatu kajian khusus berbasis vurnerabilitas mengenai ancaman domestik atau dengan penerapan tindakan yang telah dipersyaratkan yang dapat menyesuaikan sesuai dengan ancaman domestik. 

Pedoman Tindakan Keamanan

Batas aktivitas merupakan dasar penentuan dari tingkat keamanan. Adapun batas ambang aktivitas yang direkomendasikan berdasarkan pada pertimbangan dari:
1.       nilai A1 dan A2 yang ditetapkan dalam IAEA Transport Safety Regulations (TS-R-1);
2.       rekomendasi UN untuk “Dangerous Goods”; dan
3.       batas ambang “Dangerous Sources” (D-values) dalam IAEA Categorization of Radioactive Sources (RS-G-1.9).
               
Tindakan keamanan selama pengangkutan zat radioaktif terhadap pencurian, sabotase, atau tindakan kejahatan, dengan informasi dan sumber daya diterapkan dengan metodelogi yang komprehensif untuk kajian ancaman maupun kajian vurnabilitas. Dalam hal ini, pedoman tindakan keamanan yang dilakukan, meliputi: (1). praktik manajemen pruden;  (2). tingkat keamanan dasar; dan (3). tingkat keamanan dinaikkan. Namun demikian, apabila dianggap perlu, tindakan keamanan dapat ditambah menjadi (4) tindakan keamana tambahan.

Pedoman Tindakan Praktik Manajemen Pruden
Bungkusan dari zat radioaktif yang tidak memerlukan ketentuan tambahan, tidak mensyarakatkan persyaratan tindakan keamanan yang lebih lanjut untuk diterapkan selain daripada tindakan kendali dasar yang dipersyaratkan dari aspek keselamatan dan praktik komersial normal.

Pedoman Tindakan Tingkat Keamanan Dasar
Tingkat keamanan dasar ini meliputi beberapa hal, sebagai berikut:

1.       Ketentuan Keamanan Umum
Dalam kegiatan pengangkutan ini, ada 3 (tiga) pihak pemeran utama, yang oleh IAEA disebut sebagai “Operator” terdiri dari pengirim (consignors), pengangkut (carrier) dan penerima (consignee) dan orang-orang lain terkait dengan pengakutan zat radioaktif harus menerapakan tindakan keamanan sepadan dengan tanggung jawab dan tingkat ancaman. Zat radioaktif hanya boleh dipindahkan kepada Operator yang punya kewenangan.
Apabila zat radioaktif disimpan secara sementara ketika transit, misalnya gudang maka tindakan keamanan yang tepat harus diterapkan kepada zat radioaktif sesuai dengan tindakan keamanan selama penggunaan atau penyimpanan. Operator juga harus mempunyai prosedur yang memadai, apabila bungkusan zat radioaktif hilang, dicuri atau dirusak, prosedur kedaruratan harus dimulai segera ke lokasi dan menemukan bungkusan. 
Kecuali kalau ada pertimbangan operasional atau mengesampingkan keselamatan, bungkusan zat radioaktif harus diangkut dengan selamat dan keadaan tertutup atau kendaraan yang ditutup, misalnya dengan terpal. Namun demikian, bungkusan-bungkusan secara individu yang beratnya lebih daripada 2.000 kg harus disegel dan diamankan kepada kendaraan yang dapat dipindahkan pada suatu kendaraan terbuka. Keutuhan kunci dan segel sebelum pengiriman dan pada saat tiba harus diverifikasi oleh petugas yang diberi kewenangan (misalnya, Petugas KSR).
Dalam situasi bungkusan diangkut dengan kendaraan terbuka maka perlu dipertimbangkan tindakan keamanan tambahan, misalnya dengan kawalan petugas keamanan, pembungkus  bungkusan disediakan untuk mencegah atau memitigasi kerusakan kepada bungkusan apabila ada serangan menggunakan senjata pelontar roket atau peralatan sejenis, dan meningkatkan rute pengawasan atau kemampuan respon. Pembungkus dari bungkusan zat radioaktif tersebut harus dikerjakan atas dasar nasihat dari pakar keselamatan.

2.       Pelatihan Kesadaran Keamanan Dasar
Setiap individu yang terlibat dalam pengangkutan zat radioaktif harusmenerima pelatihan , meliputi pelatihan dasar-dasar kesadaran keamanan. Pelatihan kesadaran keamanan harus menyesuaikan sifat keamanan terkait ancaman, dengan keharusan pengenalan mengenai keamanan, metode terkait dengan perhatian dan tindakan yang lakukan dalam hal terjadi suatu insiden keamanan, menyusun program keamanan termasuk prosedur dalam pengangkutan rutin maupun dalam hal terjadi ancaman atau kedaruratan. Tanggung jawab tiap pihak harus dibuat secara jelas, mengenai penentuan kejujuran setiap personil harus dilakukan dan setiap rekaman sebagai suatu dokumen harus disimpan, 

3.       Verifikasi Identitas Personil
Setiap kru kendaraan yang mengangkut zat radoioaktif harus membawa identitas pribadi selama pengangkutan (secara resmi identifikasi fotografi diterbitkan atau rekaman biometrik yang secara unik menggambarkan pribadinya). Oleh karena itu, untuk pengangkutan internasional, identifikasi fotografi yang diterbitkan secara resmi  dapat menjadi metode identifikasi yang lebih tepat.

4.       Verifikasi Keamanan dari Kendaraan
Pengangkut harus melakukan inspeksi keamanan dari kendaraan dan harus menjamin bahwa tindakan keamanan tersebut tetap efektif selama pengangkutan. Dalam keadaan normal, inspeksi visual harus dilakukan untuk menjamin bahwa kerusakan kendaraan tidak ada atau tidak ada kerusakan bungkusan atau kendaraan yang mungkin berkompromi dengan masalah keamanan.


5.       Instruksi Tertulis
Operator (pengirim, pengangkut dan penerima) harus menyediakan kru kendaraan dengan instruksi tertulis mengenai setiap tindakan keamanan yang diperlukan, mencakup bagaimana peresponan terhadap suatu insiden keamanan selama pengangkutan. Pada tingkat keamanan dasar, hal itu secara umum sesuai untuk instruksi tertulis yang memuat tidak lebih daripada rincian dasar dari kontak - kontak kedaruratan.

6.       Perubahan Keamanan Terkait Informasi
Operator harus bekerja sama dengan pihak lain dan pihak berwenang yang tepat untuk mengubah informasi mengenai penerapan tindakan keamanan dan peresponan terhadap insiden keamanan, dengan perubahan informasi tidak bertentangan dengan persyaratan keamanan sesuai dengan informasi yang sensitif.

7.       Penentuan Kepercayaan
Orang yang berhubungan dengan pengangkutan zat radioaktif dapat menjadi keharusan kepada penentuan kejujuran oleh operator sesuai dengan tanggungjawabnya. Penentuan kejujuran harus berdasarkan pada pemeriksaan latar belakang sebelum kegiatan untuk memverifikasi karakter dan reputasi perorangan.

Pedoman Tindakan Tingkat Keamanan Dinaikkan
                Dalam rangka penerapan tingkat keamanan ini, ada sejumlah hal yang dipertimbangkan meliputi:
1.       Identifikasi Pengirim dan Pengangkut
Dalam penerapan ketentuan keamanan nasional untuk pengiriman zat radioaktif, badan pengawas harus menetapkan suatu program pengidentifikasian pengirim atau pengangkut , untuk maksud komunikasi keamanan terkait informasi.
2.       Program Keamanan
Semua operator dan orang-orang terkait lain harus menyusun, mengembangkan, mengadopsi, menerapkan dan meninjau secara periodik bilamana diperlukan dan sesuai dengan ketentuan dari suatu program keamanan. Program keamanan harus mencakup paling kurang unsur-unsur berikut:  
a.     alokasi khusus dari tanggung jawab masalah keamanan;
b.     ketentuan penyimpanan rekaman;
c.     peninjauan ulang pengoperasian yang baru dan kajian vurnerability;
d.     pernyataan tindakan yang jelas;
e.     prosedur yang efektif dan peralatan keamanan yang handal;
f.      prosedur pengevaluasian dan pengujian program keamanan dan prosedur untuk peninjauan kembali secara berkala dan pemutakhiran program tersebut;
g.     tindakan untuk menjamin keamanan informasi pengangkutan yang terkandung dalam program keamanan; 
h.     tindakan untuk menjamin distribusi informasi pengangkutan yang sensitif terbatas;
i.       tindakan  untuk memantau lokasi pengiriman;
j.      rincian persetujuan yang berhubungan dengan poin pengalihan tanggung jawab keamanan.
k.     program keamanan harus dimodifikasi sesuai kebutuhan untuk merefleksikan tingkat ancaman ketika diterapkan dan setiap ada perubahan terhadap program keamanan tersebut.  
3.       Pemberitahuan Awal
Pengirim harus menyediakan pemberitahuan awal kepada pengirim mengenai pengriman yang direncanakan, moda pengangkutan dan waktu pengiriman yang diperkirakan. Penerima harusmengkonfirmasi kapabilitas dan kesiapan untuk menerima pengiriman pada waktu yang diharapkan, sebelum permulaan pengangkutan,dan harus memberitahu pengirim mengenai penerimaan atan ketidak penerimaan dengan kerangka waktu pengiriman yang diharapkan.
Pengirim, apabila diminta atau dipersyaratkan, harus menyampaikan pemberitahuan pengiriman awal kepada negara yang berwenang menerima atau tempat transit. Pada tingkat ini, pemberitahuan yang mungkin dipersyaratkan untuk keamanan bermaksud dapat dikembangkan dari pemberitahuan awal setelah dipersyaratkan untuk maksud lain.  
4.       Peralatan Jalur Jalan
Apabila sesuai, metode jalur jalan atau peralatan dapat digunakan untuk memantau pergerakan kendaraan yang memuat zat radioaktif. Suatu sistem jalur jalan akan tersedia untuk jalur apabila suatu pengiriman telah diberangkatkan, apakah moda angkutan telah berubah dan apabila zat radioaktif tersebut ditempatkan di dalam penyimpanan sementara (interim storage) atau kiriman telah diterima. Informasi ini tentang perubahan status yang harus tersedia dengan mudah kepada pihak-pihak yang tepat (misalnya, pengangkut, pengirim dan operator lain).
Sistem jalur ini dapat menjadi sesederhana suatu sistem “bar code” yang memberikan informasi mengenai lokasi bungkusan dan status. Sistem jalur tersebut, dalam rangka sustu sistem komunikasidan prosedur peresponan, akan membolehkan Operator dan pihak yang berwenang untuk bereaksi atau bertindak secara cepat dan tepat terhadap suatu kejahatan, mencakup pencurian zat radioaktif.
5.       Komunikasi dari Kendaraan
Selama pengangkutan, pengangkut harus menyediakan, dalam kendaraan, kemampuan personil berkomunikasi dengan suatu poin kontak yang dimaksud sebagaimana dinyatakan dalam Program/Rencana Keamanan.
6.       Ketentuan Keamanan Tambahan untuk pengangkutan melalui lalu lintas (jalan raya, rel kereta, dan air)
Pengangkut harus menjamin, untuk kendaraan-kendaraan pengangkut melalui lalu lintas rel kereta dan air, penerapan peralatan, perlengkapan, atau penatalaksanaan lain untuk deter, detek, delai dan respon pencurian, sabotase atau tindakan kejahatan lain yang mengganggu kendaraan atau kargonya dan harus menjamin bahwa penatalaksanaan tersebut operasional dan efektif setiap saat.
Operator harus memelihara kesinabungan keberadaan dari perjalanan kendaraan selama pengangkutan bilamana mungkin. Dengan ketidakberadaan yang tidak dapat dihindarkan, jalan kendaraan harus aman sehingga memenuhi kriteria proteksi, deteksi dan respon dan lebih baik apabila dilengkapi dengan lampu yang daerah sekitarnya dapat diterangi dengan baik.

Tindakan Keamanan Tambahan
Dalam keadaan tertentu, setiap negara dapat mempertimbangkan peningkatan pedoman awal tindakan keamanan selaras dengan ancaman dasar desain, kajian dari ancaman yang sangat serius atau sifat zat radioaktif yang sedang diangkut. Dalam hal ini, masalah yang relevan hanya untuk kategori tertentu atau jumlah zat radioaktif atau secara khusus yang sensitif terhadap pengangkutan, suatu negara dapat mensyaratkan beberapa atau semua tindakan tersebut dapat diterapkan.
Pelatihan tambahan yang materinya lebih dari kesadaran keamanan harus diberikan kepada orang-orang yang berhubungan dengan pengangkutan zat radioaktif untuk menjamin bahwa mereka telah memiliki pengetahuan dan keahlian yang tepat untuk penerapan tindakan keamanan khusus yang terkait dengan tanggung jawabnya.
Prosedur keamanan harus diaudit dan program keamanan harus disetujui dan ditinjau ulang secara berkala oleh pihak yang berwenang. Metode jalur jalan yang “real time” dan otomatis dapat dipersyaratkan, dengan layak, mengijinkan suatu pusat kendali pengangkutan untuk memantau secara remote pergerakan kendaraan dan bungkusan zat radioaktif dan statusnya.    
Orang yang terlibat dalam pengangkutan mungkin menjadi keharusan mendapat izin keamanan nasional sesuai dengan tanggung jawabnya. Petugas Keamanan dapat dipersyaratkan mendampingi pengangkutan tertentu untuk memberikan pengawasan bungkusan dan/atau kendaraan . Dalam kejadian ini, hal yang menjadi penting adalah untuk menjamin Petugas Keamanan dilatih secara tepat (khususnya apabila diperlengkapi dengan senjata), peralatan yang sesuai dan kesadaran yang penuh dari tanggung jawab yang dipikulnya.
Tindakan tambahan, yang dapat dilakukan untuk memproteksi kerahasiaan informasi terkait dengan pengoperasian pengangkutan, mencakup informasi yang rinci mengenai jadwal dan rute perjalanan. Tambahan, hal yang mungkin tepat untuk menjamin komunikasi yang mau digunakan selama pengangkutan  dan tindakan tersebut memberikan redundansi dari sistem.

Pengiriman Internasional
Untuk pengangkutan udara dan maritim, pengiriman dipersyaratkan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan keamanan yang dapat diterapkan. Sebelum suatu pengiriman internasional dilaksanakan, negara asal dapat membuat suatu ketentuan yang tepat untuk mengkonfirmasikan bahwa persyaratan keamanan negara yang menerima dan negara transit akan dipenuhi.
 

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan melalui studi literatur ini maka dapat disimpulkan bebera hal, sebagai berikut:
  1. Tindakan keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif harus terlebih dahulu memenuhi aspek keselamatan radiasi yang dikaji berdasarkan sistem Q.
  2. Tindakan keamanan pada dasarnya terdiri dari: (1) praktik manajemen pruden; (2) tingkat keamanan dasar; dan (3) tingkat keamanan dinaikkan.
  3. Setiap negara dapat menyusun regulasinya sesuai dengan sistuasi dan kondisi, yaitu: berbasis preskriptif, berbasis kinerja, atau  berbasis kombinasi.
  4. Dalam keadaan tertentu, setiap negara dapat mempertimbangkan peningkatan tindakan keamanan  dengan tindakan keamanan tambahan selaras dengan DBT, kajian ancaman yang sangat serius, dan sifat dan daya taarik zat radioaktif yang sedang diangkut.
  5. Pengiriman zat radioaktif yang risiko tinggi (misalnya, bungkusan yang memuat lebih daripada 10 D atau 3.000 A2) dapat memutuskan penggunaan pendekatan berbasis kinerja dan pengembangan DBT.


DAFTAR PUSTAKA
  1. IAEA, 2008, Security in the Transport of Radioactive Material, IAEA Nuclear Security Series No. 9, Viena, 2008.
  2. IAEA, Dangerous Quantities of Radioactive Material (D-Value), Vienna, 2006.
  3. IAEA, Regional Training Course on Security in the Transport of Radioactive Material Handout, Transport Security Technology, Sydney, 9 -13 February 2009.
  4. IAEA, Security of Radioactive Source, IAEA Nuclear Security Series   No. 11, Vienna,2009.
  5. BAPETEN, Togap Marpaung, Studi Literatur Mengenai Keamanan dalam Pengangkutan Zat Radioaktif, Jakarta, 2010.