"Anyone who has never made a mistake has never tried anything new"
(Albert Einstein, 1879-1955)

Belajar Studi Kasus Kecelakaan Radiasi di Universiti Kebangsaan Malaysia

Posted by Togap Marpaung 5.7.11, under | No comments

Pendahuluan


Ketika mengikuti kuliah di Faculty of Science and Technology, Department of Nuclear Science, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) untuk program Post Graduate Diploma (PGD) in Radiation Protection, salah satu mata pelajaran yang paling menarik di bidang industri adalah Protection Against Occupational Exposure in Industrial Radiography, terutama topik khusus mengenai “studi kasus kecelakaan radiasi”. Program pendidikan PGD ini disponsori oleh International Atomic Energy Agency (IAEA), kulaih 3 (tiga) semester selama 1 (satu) tahun. Pihak IAEA juga meminta Malaysian Institute for Nuclear Research (MINT) untuk bekerjasama dengan UKM dalam menyelenggarakan program PGD. Jadi ada 3 (tiga) institusi yang terlibat secara profesional , yaitu: IAEA, UKM dan MINT.

Mata ajar Protection Against Occupational Exposure in Industrial Radiography ini  menarik perhatian disebabkan oleh penggunaan radiografi industri merupakan prioritas yang diawasi lebih ketat dibandingkan dengan penggunaan sumber radiasi pengion di bidang industri lain, misalnya gauging, perunut, fluoroskopi bagasi, produk konsumen, fotofluorografi, termasuk dengan well logging meskipun sesama "mobile sources". Tingkat risiko penggunaan kamera radiografi lebih besar daripada well logging. Sistem pengawasan berdasarkan tingkat risiko ini didasarkan pada graded approach sesuai dengan rekomendasi IAEA.


Satu hal yang menjadikan minat lebih menggebu lagi karena pengajar mata kuliah Protection Against Occupational Exposure in Industrial Radiography adalah Dr Azali bin Muhammad berasal dari luar kampus UKM. Dr Azali adalah expert IAEA warga negara Malaysia, yang bekerja di MINT. Beliau juga mengajar topik: (1) Radiation Protection in Industrial Radiography; (2) Plan and Procedures for Radiological Emergencies in Industrial Radiography untuk peserta pelatihan Petugas Proteksi Radiasi Bidang Industri di MINT Training Centre.


Ada banyak kasus kecelakaan radiasi dalam penggunaan kamera radiografi industri sebagaimana diuraikan oleh IAEA dalam Lessons Learned from Accident in Industrial Radiography. Demikian halnya negara-negara maju, seperti Kanada dan Amerika membuat publikasi yang menguraikan sejumlah kasus kecelakaan radiasi. Bapeten sebagai instansi yang dipercaya oleh pemerintah mengawasasi pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia juga membuat secara rutin Laporan Keselamatan Nuklir.

Suasana Belajar-Mengajar
Perkuliahan sarat dengan diskusi dan suasana di kelas menjadi semakin menarik karena peserta pendidikan program PGD pada umumnya sudah cukup mempunyai pengalaman bekerja dan sebagian peserta  adalah inspektur di negara masing-masing. Sebelum dimulai kegiatan belajar-mengajar, pihak UKM  dan  peserta pendidikan PGD dari negara-negara lain meminta kesediaan peserta dari Indonesia (Togap Marpaung) sebagai "Komandan".  Jumlah peserta 19 (sembilanbelas) orang yang berasal dari 11 (sebelas) negara-negara berkembang di Asia, yaitu: Bangladesh, China, Indonesia, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Philippina, Srilanka, Thailand, dan Vietnam, sebagaimana pada Gambar 1.



Gambar 1. Foto bersama peserta pendidikan PGD dengan Koordinator Program, Dr. Redzuwan  Yahaya dan expert IAEA, Dr. Geetha Sadagopan di Kampus UKM depan Bangunan Sains Nuklear.   Dr Redzuwan adalah salah satu staf pengajar di UKM, dan Dr Geetha warga negara India, she is a lecturer in Protection Against of Occupational Exposure, topik bahasan, diantaranya: (1) Iradiator; dan (2) Penyebab Terjadinya Kecelakaan Radiasi.


Gambar 2. Foto bersama peserta pendidikan PGD dengan 2 (dua) pakar (expert) mengajar Medical Exposure, topik bahasan: Radiologi Diagnostik dan Intervensional, Radioterapi dan Kedokteran Nuklir. Pakar Fisika Medik yang mengenakan topi hitam adalah Prof. Dr Sten Carlsson dari Swedia, satunya lagi  baju kotak-kotak biru adalah Dr Carlo Macci dari Prancis keturunan Italia.

Suatu waktu, ketika diskusi sedang hangat di kelas, pengajar Dr Azali mengajukan pertanyaan mengenai ”sumber macet” (stuck source) yang terkesan sederhana, dalam benak terpikir pertanyaan ini pasti bisa dijawab. Percaya diri (PD) untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut timbul karena sebagai inspektur keselamatan nuklir yang sudah cukup banyak pengalaman melakukan inspeksi dan diskusi dengan para pakar dalam bidang radiografi industri di Indonesia, yaitu: pak Arifin S Kustiono adalah “guru”, pak Martua Sinaga, pak Azhar dan pak Wahyu Indra Sasongko adalah “senior". Selain berbagai pengalaman tersebut, masih ada satu pengalaman lain yang  menjadikan PD semakin tinggi, yaitu ketika mengikuti inspeksi dengan inspektur Atomic Energy Control Board (AECB) di Kanada. I do trust that all my teacher and my seniors as well could answer the quenstion, but at that time, I was not ready yet to answer the question correctly.

Namun apa daya, setelah pertanyaan dieja secara lengkap, yaitu ”bagaimana memperkirakan ketepatan posisi sumber bilamana sumber macet sepanjang kabel penuntun”, mulailah pertanyaan tersebut terasa sulit dijawab secara cepat dan tepat. Faktanya, pertanyaan yang diajukan sang guru Pak (Cik) Azali ini, tidak dapat dijawab secara mantap atau tepat oleh semua peserta ”anak didik”, termasuk ”Mr Gamma” dari Thailand. Jawaban pertama menggunakan surveymeter dan berjalan secara perlahan-lahan mengikuti  kabel pendorong sumber hingga berhenti di kabel penuntun sumber, jawaban ini dianggap kurang tepat. karena berpotensi mendapat paparan tinggi. Selanjutnya jawaban  hasil diskusi peserta PGD adalah menggunakan ”telesurveymeter”, juga awaban ini dianggap tidak relevan. Alasan utamanya adalah Badan Pengawas di suatu negara tidak lazim untuk mewajibkan Pemegang Izin menyediakan peralatan tersebut karena ”telesurveymeter” bukan syarat izin.

Kamera radiografi adalah seperangkat peralatan dengan sumber radioaktif gamma, yang digunakan dalam sektor industri dengan teknik uji tak rusak-UTR (non destructive testing-NDT) untuk mengetahui bagian dalam produk-produk hasil pabrik (seperti, cetakan logam), pengecekan mutu produk atau las-lasan seandainya produk-produk tersebut mengandung cacat, yang dapat dioperasikan di fasilitas tertutup atau terbuka. Fasilitas tertutup adalah kegiatan UTR untuk pengujian cetakan logam di ruangan yang didisain khusus, tebal dinding dan pintu ruangan harus memenuhi persyaratan proteksi radiasi. Sedangkan fasilitas terbuka adalah ruangan terbuka, lazim disebut lapangan (field), misalnya proyek penyambungan pipa gas dan pembuatan boiler di kawasan industri.

“Mr Gamma” from Thailand
Ada satu teman, Mr Naripon Pensiri peserta PGD dari Office of Atomic Energy for Peaceful (OAEP) Thailand, (lihat Gambar 2) yang “menguasai seluk-beluk peralatan kamera radiografi”. Mr Naripon ini adalah master dalam bidang fisika kesehatan (health physics) yang mempunyai tugas khusus melaksanakan inspeksi di bidang pemanfaatan kamera radiografi industri. Ketika tiap peserta pendidikan program PGD dalam Proteksi Radiasi wajib mengerjakan tugas akhir, kawan inipun mengambil judul Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Kamera Radiografi Industri (Radiation Safety in Use of Industrial Radiography). Sebagai rasa apresiasi dan perkawanan, I call him “Mr Gamma” as well as my other friends.


Gambar 3. Foto Bersama dengan Mr Gamma (duduk paling kanan depan)

Foto ini diambil dalam bus double decker ketika peserta pendidikan PGD berangkat dari Bandar Baru Bangi, Malysia menuju Bangkok, Thailand tahun 2002. Kegiatan studi tour merupakan bagian perkualihan selama 1 (satu) tahun di UKM. Kunjungan lapangan yang pertama telah dilakukan di fasilitas iradiator milik MINT dan fasilitas gauging milik PETRONAS Malaysia. Sedangkan kunjungan kedua ke Tahiland, yaitu: instalasi reaktor milik OAEP (sudah diganti menjadi OEP) di dalam kota Bangkok dan fasilitas iradiator di kawasan industri.

“Mr Gamma” and No Go Gauge
Sebagai inspektur di negaranya, peralatan No Go gauge, (lihat Gambar 3) selalu ada bersama dia, yang disimpan di dalam dompetnya (mungkin suatu hal yang unik bagi inspektur Bapeten).



Gambar 3.  GO/NO GO Gauge Tests

Fungsi Go/No Go gauge adalah alat ukur standar peralatan kamera radiografi industri. (A final check of the control cable connector and source assembly connector is accomplished by use standard gauge (Go/No Go gauge ) to check for significant wear on the connectors that would affect safety). Penjelasan lebih rinci mengenai No Go gauge sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Daily drive cable control inspection:
a)   Inspect the control crank to assure all screws are present and tightened and that the crank handle is properly secured. If the control crank is equipped with an odometer, zero the odometer while the control cable is fully retracted. Verify the odometer is fully functional.
b)    Inspect that it is swaged onto the fittings that mount on the control crank. There should be no evidence of cracks or breaks in the yellow PVC sheath. Also, look for bulges in that area that result from repeated flexing.
c)      Inspect the entire length of both control conduits looking for dents, cuts and thermally damaged areas. During this inspection should use his hands to feel for inward dents. Cuts and melted areas found on the drive cable conducts .
d)    Inspect the control cable connector. The control cable connector should not be bent or at an angle exceeding 15 degrees relative to the control cable centerline.
e)    A final check of the control cable connector and source assembly connector is accomplished by use standard gauge (NO GO gauge) to check for significant wear on the connectors that would affect safety. Without using excessive force, check the following four positions:
i)          The ball at the end of the control cable connector must NOT GO into the hole of the gauge.
ii)        The shank or stem of the control cable connector must NOT GO into the smaller of the two notches located on the side of the gauge.
iii)      The width of the gauge must NOT GO into the female slot of the source assembly connector.
iv)      After a positive connection between the control cable and source assembly connectors has been accomplished, verify that the larger notch located on the side of the gauge will NOT GO in the gap between the joined connectors.
v)        Replace any components that fail any of the NO GO gauge tests, because a failure indicates significant wear that could allow safety features of the design to be defeated.

“Mr Gamma” and Radiological Accident
Pada tahun 2000 terjadi kecelakaan radiasi yang terkait dengan peralatan radioterapi di Samut Prakarn Thailand. “Mr Gamma” bercerita bahwa sebagai salah satu inspektur, dia ikut serta melakukan penanggulangan keadaan darurat ketika terjadi kasus kecelakaan radiasi tersebut. Dalam hal penanggulangan keadaan darurat selalu dibentuk tim yang terdiri dari beberapa orang yang kemungkinan besar memperoleh dosis radiasi yang cukup signifikan, besarnya dosis radiasi yang diterima Tim Penanggulangan Keadaan Darurat di Thailand, sebagaimana dalam tabel di bawah ini.

Doses Received During Recovery of the Source

Dose Range (mSv)
Number of Individuals in Group
<1
11
1 – 5
18
5 – 10
11
10 –20
6
20 –32
6
>32
0

Berdasarkan hasil evaluasi monitoring perorangan (TLD), ”Mr Gamma” memperoleh dosis sekitar 30 (tigapuluh) mSv atau 1,5 (satusetengah) kali lebih besar Nilai Batas Dosis (NBD). Dia salah satu dari 6 (enam) anggota tim yang memperoleh dosis cukup tinggi. Ketika itu, kesehatan “Mr Gamma” diperiksa secara khusus hingga uji abrasi kromosom. Kondisi kesehatan “Mr Gamma” hingga saat ini tetap sehat dan fit sebagai inspektur keselamatan radiasi.

NBD tersebut mengacu pada rekomendasi International Commission on Radiological Protection (ICRP) No. 60 Tahun 1990, untuk Pekerja Radiasi, NBD adalah 20 (duapuluh) mSv per tahun dengan ketentuan Pekerja dapat menerima dosis 50 (limapuluh) mSv per tahun asalkan total dosis dalam 5 (lima) tahun sebesar 100 (seratus) mSv. Bahkan diantara Tim Penanggulangan Keadaan Darurat ini diperkenankan memperoleh dosis yang jauh lebih besar lagi dari NBD Pekerja Radiasi apabila diperlukan tindakan untuk “keselamatan bangsa”. NBD untuk tindakan penanggulangan yang direncanakan secara khusus tersebut sebesar 5 x NBD atau 250 mSv dengan ketentuan NBD adalah 50 mSv sesuai rekomendasi ICRP No. 26 Tahun 1977.

As a close friend, he gave me a book on Radiological Accident in Samut Prakarn, Bangkok published by IAEA when we were studying in PGD programme, UKM Malaysia 2002. Ketika itu, kecelakaan radiasi di Bangkok ini merenggut nyawa 2 (dua) orang penduduk. Berita lebih lengkap, ada di Blog ini “Kecelakaan Radiasi yang Terkait Peralatan Radioterapi”, oleh Togap Marpaung, yang diterbitkan oleh Bapeten tahun 2000.

Sesama insan pengawas ketenaganukliran, kami sudah 5 (lima) kali bertemu  di beberapa forum internasional yang diselenggarakan oleh IAEA dan "Mr Gamma" sudah 2 (dua) kali berkunjung ke Indonesia, tahun 2000  dan 2009. Pertemuan kami yang pertama secara tidak sengaja di Jakarta ketika "Mr Gamma" mengikuti Regional Training Course tahun 2000 di President Hotel yang berganti nama menjadi Hotel Nikko. Bapeten sebagai   tuan rumah dan ketika itu kantor Bapeten letaknya sangat dekat dengan hotel tersebut. Pertemuan kami yang kedua ketika mengikuti Regional Workshop on Radiation Safety at Industrial Irradiation Facilities, 19 - 23 November 2001, Bangkok Thailand. Tuan rumah adalah Office Atomic Energy for Peace, kantor dimana "Mr Gamma" berbakti.  Pertemuan ketiga adalah "Setahun di Malaysia (bukan lagi  "Semalam di Malaysia" seperti judul lagu pop melayu yang dinyanyikan oleh Syam dari Group Band D'Loyd tetapi "Tigaratusenampuluhempat Malam di Malaysia"). Keempat pada saat  RTC on Authorization & Inspection of Radiation Sources in Radiotherapy, Manila Philippines, 14 -25 November 2005.  Kelima, pada akhir tahun 2009 di Jakarta ketika Regional Seminar of Radiation Protection Regulators: Sharing Best Practices in Managing Disused Sources and Networking, Jakarta, December 7 – 11, 2009 dan penyelenggara tuan rumah adalah Bapeten.

“Mr Gamma” memberitahu bahwa dia sudah pindah tugas menjadi Inspektur Keselamatan Radiasi dalam Bidang Medik, khusus Radioterapi. Namun dia masih relevan dipanggil sebagai “Mr Gamma” sebab penggunaan radioterapi dalam bidang medik juga cukup banyak sumber radioaktif pemancar gamma, misalnya Teleterapi Co-60 (Telegamma), Brakiterapi Implan I-125, Brakiterapi Remote Afterloading Ir-192 dan  Cs-137 serta Gamma Knife Co-60 (Gamma Knife ada di Thailand, di Indonesia belum ada). Demikian halnya dengan peralatan teleterapi Linac, khususnya untuk foton sinar-X, sifat (properties) sinar-X hampir sama dengan sinar gamma.

Hingga saat ini, teman dekat ini belum menikah meskipun usia sudah sekitar 47 (empatpuluh tujuh) tahun, sudah matang, yang jelas bukan karena dia mandul. Dari cerita kawan ini, dia punya cewek dan pernah ditunjukkan fotonya, ceweknya cukup cantik, another friends said:”she is not bad”. 

Semoga masih ada pertemuan-pertemuan yang berikutnya dengan sobat "Mr Gamma"  ini, amin!!! 

Sumber Macet
Pada saat pekerjaan radiografi industri, sumber radioaktif tidak dapat dikembalikan ke posisi tersimpan atau sumber tidak dapat masuk ke dalam kamera, adalah “sumber macet” (stuck source). Namun demikian, sumber macet di sepanjang kabel penuntun sumber (source guide tube) dapat terjadi di bagian mana saja dari kabel sumber tersebut. Artinya, tidak dapat diketahui secara persis letak atau posisi sumber. Adapun perkiraan yang dapat dilakukan adalah menentukan posisi sumber yang macet berada di bagian atau sekitar ujung, di tengah atau di bagian depan kabel. Belajar dari kejadian masa lampaui untuk kasus yang sama, hal ini dapat mengakibatkan kecelakaan radiasi yang bahkan fatal terhadap pekerja radiasi (misalnya, operator radiografi-OR).

Sejumlah kecelakaan radiasi yang terkait dengan penggunaan radiografi industri telah terjadi di seluruh penjuru dunia. Kecelakaan tersebut tidak hanya menimpa para pekerja tetapi juga anggota masyarakat. Ciri-ciri yang umum terjadi dari kecelakaan ini adalah  sumber lepas dari wadahnya  (kamera radiografi). Bagi orang awam, sumber radioaktif ini menarik perhatian dan menaruh dikantongnya serta membawanya pulang. Sebagai contoh, kecelakaan radiasi di Yanango Peru pada tahun 1999, kecelakaan berawal dari lepasnya sumber radioaktif (Ir-192 dan aktivitas 26 Ci)  dari kamera radiografi  hingga sumber dianggap hilang. Ternyata sumber tersebut dipungut oleh pekerja jasa pengelasan (welder), dosis  radiasi lokal yang diterima sebesar 100 Gy dan akibatnya kaki si korban diamputasi. Anggota masyarakat lain yang terpapar radiasi sebanyak 18 (delapanbelas) orang.

Publikasi Penting Terkait Keselamatan Radiasi
Sehubungan dengan berbagai kasus kecelakaan tersebut, Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency-IAEA) telah menerbitkan publikasi terkait keselamatan radiasi dalam radiografi industri, diantaranya:            
1.      Manual on Gamma Radiography, Vienna, 1992;
2.      Radiation Protection and the Safety of Radiation Sources, SS No.120, 1996;
3.      Lessons Learned from Accidents in Industrial Radiography, SRS No.7, 1998; dan
4.      Radiation Protection and Safety in Industrial Radiography, SRS No.13, 1999.
5.      The Radiological Accident in Yanango in 1999, Vienna, 2000.

Penerbitan publikasi nomor 3 oleh IAEA dimaksudkan agar semua pihak dapat memperoleh pelajaran berharga sehingga kejadian yang sama tidak terulang kembali. Demikian halnya negara-negara anggota IAEA membuat Laporan Keselamatan Nuklir sebagai dokumen penting yang memuat antara lain Kecelakaan Radiasi. Bapeten mulai berdiri hingga saat ini secara rutin setiap tahun membuat Laporan Keselamatan Nuklir sebagai bentuk ketersediaan dan keterbukaan informasi Badan Pengawas.

Demikian halnya publikasi lain berupa Standar International dan Maintenance Manual tiap jenis Peralatan Kamera Radiografi dipublikasi secara lengkap agar pihak terkait dapat menggunakannya secara tepat sehingga keselamatan radiasi dapat dipertahankan. Dokumen-dokumen tersebut, diantaranya:
  1. Standard Specification for Apparatus for Gamma Radiography, International Standard (ISO 3999-1977);
  2. Operation and Maintenance Manual for Sentitel 880 Series Source Projector, Sentinel Company; dan
  3. Operation and Maintenance Manual for Model 660 Gamma Ray Pojector, Tech/OPS inc.

Jawaban Pertanyaan Menentukan Ketepatan Posisi Sumber
Agar lebih membumi, uraian di bawah ini tidak hanya menjelaskan bagaimana tahapan menentukan ketepatan posisi sumber tetapi dicoba dikembangkan hingga ke tahapan penanggulangan keadaan darurat. Tindakan yang dapat dilakukan, meliputi 3 (tiga) tahap pendekatan yang disederhanakan sebagai berikut:

I. Tahap Perkiraan Laju Dosis dan Dosis
Melakukan perkiraan dosis yang mungkin diterima pekerja radiasi melalui perhitungan paparan radiasi dengan rumus, sebagai berikut:
                    .                                                             .
Laju Dosis:  (D)   = G  x  A      ;    Dosis serap   ( D ) =  D  x t ; dan
                               (r)2

Dosis ekivalen (H)  =  D x Q x N diubah menjadi:   H  =  D   x WR

keterangan:
D  = laju dosis dalam mGy/jam.
G  = faktor gamma adalah laju dosis serap dalam mSv/jam pada jarak 1 m
        dari 1 GBq zat radioaktif.
A = aktivitas sumber dalam Bq.
r  = jarak sumber ke alat ukur dalam m.
D = dosis serap dalam mGy;  dan H = dosis ekivalen dalam mSv.

Contoh Perhitungan Laju Dosis dan Dosis
Laju dosis pada jarak 5 m dari 400 GBq (10,8 Ci) Ir-192; 1 Ci = 3,7 x 1010 Bq   
 .                                                                   .
D =      G  x  A      ;         dan  Dosis    D  =  D  x t
              (r)2
    =   0,13 x 400    =  52  = 2,08 mGy/jam atau 52 mGy/jam pada jarak 1 m.
               (5)2             25   
Dosis serap dalam 1 jam = 2,08 mGy.

Untuk keperluan proteksi radiasi faktor N = 1 dan berdasarkan publikasi ICRP No. 60 Tahun 1990, kualitas radiasi Q telah diubah terminologinya menjadi faktor bobot radiasi  (radiation weghting factor) dengan simbol WR. Oleh karena sumber radioaktif adalah    Ir-192 pemancar radiasi gamma maka nilai Q atau WR adalah  1, dan 1 mGy = 1 mSv.  
Maka perkiraan Dosis ekivalen seluruh tubuh dalam 1 jam, (H)  =  2,08 mSv.

II. Tahap Tindakan Perkiraan Ketepatan Posisi Sumber
1.  Meluruskan sedapat mungkin kabel pendorong dan kabel penuntun sumber menggunakan engkol (crank);
2.  Mengenakan monitoring perorangan pasif (tidak dapat dibaca langsung, misalnya TLD dan monitoring perorangan aktif (dapat dibaca langsung);
3.  Memegang surveymeter secara tegak dan melangkah ke samping kiri atau kanan engkol pada jarak tertentu dan memastikan jarak antara surveymeter dengan sumber sekitar 2 – 5 m, (tergantung besarnya aktivitas sumber dan situasi lapangan);  
4.  Melangkah secara cepat  ke arah posisi sumber macet dan memperhatikan kenaikan paparan radiasi;
5.  Apabila kenaikan nilai paparan semakin tinggi hingga pada nilai yang maksimum maka perkiraan posisi sumber macet adalah pada jarak tegak lurus dari surveymeter ke kabel penuntun sumber. Untuk memastikan nilai paparan radiasi maksimum tersebut, surveymeter dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri secara cepat pada jarak tertentu.

Catatan:
·         Paparan radiasi akan bertambah (maksimal) pada titik perkiraan ketepatan letak sumber; dan
·         Paparan akan berkurang (minimal) sebelum dan sesudah titik perkiraan ketepatan letak sumber.

III. Tahap Penanggulangan Keadaan Darurat
Penanggulangan keadaan darurat dapat dilakukan sendirian, berduaan atau lebih tergantung situasinya. Setiap tim yang dibentuk harus bekerja sesuai prosedur yang telah dibuat oleh Petugas Proteksi Radiasi (PPR). 

Ø  Sendiri
1.   Melanjutkan tahapan kedua, tangan kiri memegang surveymeter dan tangan kanan memegang lempengan Pb.   
2.  Menutup secara cepat posisi sumber yang dianggap tepat sesuai dengan tindakan pada tahapan kedua tersebut.
3.  Mengamati secara cermat surveymeter bahwa paparan radiasi berkurang untuk memastikan tindakan yang dilakukan menutup sumber sudah benar-benar akurat.
4.  Apabila nilai paparan radiasi masih cukup signifikan maka lempengan Pb dapat ditambahkan hingga nilai paparan tersebut dianggap tidak signifikan lagi.
5.  Melakukan tindakan pemotongan kabel penuntun sumber dengan alat potong yang sesuai dan memasukkan potongan kabel penuntun yang mengadung sumber radioaktif tersebut dengan alat atau tang penjepit panjang (longtong) ke dalam kontainer bahan Pb serta menutup kontainer dengan lempengan Pb secara rapat.  

0 komentar:

Posting Komentar

Jika Anda berkenan memberikan komentar, silahkan pilih
"Beri komentar sebagai : Nama/URL"
Kemudian tulis nama Anda dan jika Anda tidak memiliki URL(situs pribadi), biarkan kosong.