"Anyone who has never made a mistake has never tried anything new"
(Albert Einstein, 1879-1955)

PENGAWASAN BRAKITERAPI, KHUSUS PENGGUNAAN I-125

Posted by Togap Marpaung 5.7.11, under | 2 comments

Abstrak
Pengawasan mempunyai spektrum yang sangat luas, makna pengawasan itu sendiri sebagaimana ditetapkan dalam UU No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, berhubungan dengan sistem peraturan, perizinan dan inspeksi. Ide tulisan ini dilatarbelakangi oleh: (1) adanya kasus “Pasien Implan I-125”, Januari 2010, dan (2) pentingnya suatu penegasan bahwa pengawasan penggunaan I-125 dilakukan oleh BAPETEN. Brakiterapi merupakan bagian dari radioterapi yang memberikan layanan terhadap pasien kanker dengan sumber radioaktif terbungkus. Penggunaan brakiterapi secara manual yang pertama sekitar tahun 1900, yang tidak berapa lama setelah radium ditemukan oleh Marie dan Pierre Curie pada tahun 1898, khusus terapi kanker tengkuk rahim. Pada umumnya, petugas yang menangani Brakiterapi sangat berpotensi menerima paparan radiasi yang cukup besar. Namun bagi pasien implan I-125, petugas yang menangani tidak akan terpapar radiasi tinggi bahkan sumber I-125 dapat dibiarkan berada secara permanen di dalam tubuh pasien. Hal ini dimungkinkan karena sumber I-125 sangat tidak berbahaya dibandingkan Ra-226. Karakteristik I-125, energi gamma rendah dan waktu paro pendek. Lagi pula, untuk pasien implan I-125, penahan radiasi tidak perlu diberikan apabila paparan radiasi pada jarak 1 m telah turun < 10 mikrosievert/jam (1 mR/jam). Ada sejumlah peraturan pelaksanaan dari UU No. 10 Tahun 1997 yang menegaskan bahwa BAPETEN adalah intansi yang memiliki kewenangan mengawasi pemanfaatan Brakiterapi, termasuk pasien implan I-125, tidak hanya dari aspek keselamatan radiasi tetapi juga keamanan sumber radioaktif.   
Kata kunci: pengawasan, brakiterapi, Ra-226, kanker, I-125, implan, keselamatan, keamanan.

REGULATORY OF BRACHYTERAPY, ESPECIAL FOR USE OF I-125
Abstract,
Regulatory has a very big spectrum, meaning of the regulatory itself as it is stated in Nuclear Act 10 Year 1997 on Nuclear Energy, regarding regulation, authorization, and inspection systems. Regulatory comprises radiation safety aspect and security of radioactive source aspect as well. The main idea of this paper caused by: (1) there is an implanted patient with I-125, in January 2010, and (2) there is an important statement that regulatory of aplication of I-125 conducted by BAPETEN. Brachitherapy is a part of radiotherapy that provides a service for cancer’s patients with encapsulated radioactive sources. The aplication of manual Brachitherapy is firstly performed around in 1900, it is not long time after Marie and Pierre Curie found radium, especially to treat cervical cancer. Generally, all staff who in charge with Brachyterapy very potential to be exposured from the source. But for implanted patient with I-125, those staff who in charge with the patient will not get high radiation exposure, even I-125 itself can be implanted inside the body of patient permanently. This case will be possible because the risk of I-125 less dangerous than Ra-226. Characteristics of I-125, low gamma energy and short half life. Moreever, for implanted patient with I-125, shielding does not need if radiation exposure less than 10 microsievert per hour (1 mR/jam). There is a number of an endorcement of Act No. 10 Year 1997 on Nuclear Energy states that BAPETEN is an institution has full authority in controlling of utilization of Brachyterapy, including for implanted patien with I-125, not only for radiation safety but also for security of radioactive source aspects.
Key words: regulatory, brachyitherapy, Ra-226, cancer, I-125, implant, safety, security.
*Kasubdit Pengaturan Kesehatan Industri dan Penelitian-DP2FRZR



Pendahuluan

Pengawasan mempunyai implikasi yang sangat luas, makna pengawasan itu sendiri sebagaimana ditetapkan dalam UU. No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, berhubungan dengan sistem peraturan, perizinan dan inspeksi. Untuk pemanfaatan tenaga nuklir, khususnya untuk sumber radioaktif dalam bidang medik maka aspek pengawasan menjadi lebih luas, tidak hanya mencakup keselamatan radiasi lagi tetapi juga keamanan sumber radioaktif sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif.

Demikian halnya, makna aspek keselamatan radiasi dalam bidang medik ini akan menjadi lebih pelik apabila dibandingkan dengan makna aspek keselamatan radiasi dalam bidang industri. IAEA dalam Basic Safety Standards (BSS), Safety Series No. 115 tahun 1996, merekomendasikan secara rinci dan tegas mengenai keselamatan pasien (patient safety) untuk paparan medik (medical exposure) baik untuk radiologi diagnostik dan intervensional, radioterapi dan kedokteran nuklir.

Secara sederhana dapat diartikan bahwa, keselamatan radiasi yang terkait dengan paparan medik adalah upaya mencegah terjadinya kecelakaan radiasi terhadap pekerja, pasien dan anggota masyarakat dengan menerapkan proteksi radiasi. Jelas bahwa keselamatan pasien juga menjadi prioritas. Keamanan sumber radioaktif adalah upaya mencegah pencurian atau sabotase terhadap sumber radioaktif oleh orang jahat dengan menerapkan proteksi fisik.

Fasilitas Brakiterapi merupakan bagian dari Fasilitas Radioterapi yang memberikan layanan terapi terhadap pasien kanker dengan menggunakan zat radioaktif atau pembangkit radiasi pengion.  Penggunaan Brakiterapi untuk terapi kanker secara manual yang pertama sekitar tahun 1900, yang tidak berapa lama setelah radium (Ra-226) ditemukan oleh Marie dan Pierre Curie pada tahun 1898.

Radium adalah satu jenis radioisotop yang dapat diaplikasikan untuk terapi kanker tengkuk atau leher rahim (cervix). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi rekayasa peralatan radiologi, maka apilikasi radioisotop untuk terapi kanker juga semakin berkembang, dari terapi secara manual (manual loading) menjadi terapi secara remote yang berbasis teknologi modern (remote afterloading).

Petugas yang terlibat dalam layanan Brakiterapi manual sangat berpotensi menerima paparan radiasi yang cukup besar terutama dengan sumber radium, cobalt dan cesium karena situasi kerja yang sangat sulit menerapkan pekerjaan yang baik (good practice) sesuai ketentuan proteksi radiasi. Terlebih lagi petugas yang bekeja di layanan brakiterapi tersebut tidak dibekali pelatihan yang memadai tentang proteksi dan keselamatan radiasi. Berbeda dengan layanan remote afterloading, petugas sangat kecil kemungkinan terpapar radiasi oleh karena situasi kerja yang sudah dapat menerapkan proteksi radiasi secara baik dimana petugas tidak kontak secara langsung dengan sumber radioaktif.



Latar Belakang

Ide tulisan ini dilatarbelakangi oleh: (1) adanya kasus “Pasien Implan I-125”, Januari 2010, dan (2) pentingnya suatu penegasan bahwa pengawasan penggunaan I-125 dilakukan oleh BAPETEN.


Gambar 1. Peralatan dengan Teknik Intracavitary atau Intraluminal


Brakiterapi Manual

Sumber Radioaktif

Suatu radionuklida atau sumber radioaktif, lazim juga disebut sumber (source) dapat memancarkan energi radiasi dalam bentuk partikel alpha, beta dan/atau sinar gamma. Pada umumnya energi dalam bentuk sinar gamma inilah yang digunakan untuk terapi, sedangkan partikel beta penggunaannya sangat terbatas, dan partikel alpha tidak dapat digunakan.

Perkembangan teknologi nuklir dan ilmu dosimetri memungkinkan produksi radioisotop lain yang memiliki waktu paro lebih pendek dari pada radium, cesium dan cobalt untuk pemancar gamma sebagaimana pada Tabel 1.


Pada umumnya tiap sumber dikemas dalam kapsul yang terbuat dari bahan baja tahan karat (stainless steel) dan pada bagian dalamnya diberi filtrasi. Bahan kapsul sumber dibuat dengan ketebalan yang cukup untuk menghentikan partikel alpa dan beta, kecuali sumber Sr-90 dan filternya terbuat dari bahan platinum (Pt) yang sangat tipis ukuran sekitar 0,5 mm. Sumber ada yang berbentuk jarum (needle) atau tabung (tube). Sumber Au-198 dan I-125 dimasukkan dalam kapsul dari titanium tebal 0,05 mm bentuk biji (seeds) dan dilengkapi dengan alat bantu khusus berbentuk senjata (gun) maupun aplikator (applicator).

Dalam publikasi IAEA, ada 5 (lima) sumber yang masih digunakan untuk brakiterapi, yaitu: Ra-226, Cs-137, Ir-192, Au-198 dan I-125. Khusus sumber Ra-226 masih digunakan di beberapa negara tetapi kian lama sumber tersebut digantikan oleh radionuklida lain atau satu demi satu sumber radium tersebut tidak pernah dipakai lagi. Sumber Ta-182, Au-198 dan I-125 pada awalnya diaplikasikan untuk terapi kanker kandung kemih. Sedangkan Sr-90 dalam bentuk silinder yang tipis dan kecil untuk terapi kanker kornea mata dengan teknik surface.



Teknik dan Sifat Pemasangan

Tindakan brakiterapi yang dilakukan untuk pemasangan sumber terhadap pasien secara teknis dibagi 3 (tiga), meliputi: (1) teknik interstitial; (2) teknik intracavitary atau intraluminal; dan (3) teknik surface atau superficial. Pemasangan sumber dalam tubuh pasien dibedakan dalam 2 (dua) sifat, meliputi: (1) pemasangan atau implan sementara (temporary implant) atau pemasangan permanen (permanent implant).

Awal pertama kali pemasangan sumber terhadap organ pasien dilakukan dengan teknik interstitial, yaitu sumber dimasukkan atau ditanam langsung ke dalam jaringan tumor dengan cara pembedahan. Metode aplikasi ini bersifat sementara sebab sumber harus diambil kembali setelah selesai diiradiasi sesuai waktu yang ditentukan.

Perkembangan selanjutnya tindakan brakiterapi dilakukan dengan teknik intracavitary atau intraluminal, yaitu pemasangan sumber yang dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat bantu seperti, kateter melalui lubang mulut, dan hidung, atau sumber tetap dibiarkan berada di dalam tubuh pasien. Peralatan yang digunakan untuk  teknik intracavitary atau intraluminal, dapat dilihat pada Gambar 1.

Teknik yang ketiga adalah teknik surface atau superficial, yaitu pemasangan dengan cara menempelkan sumber di atas permukaan tumor atau pada kulit dan sifat pemasangan sumber adalah pemasangan tetap (permanent implant). Teknik dan sifat pemasangan atau implan sumber sebagaimana pada Tabel 2.


Proteksi Radiasi Eksterna

Setiap pekerja yang menangani pasien Brakiterapi harus dilakukan sesuai dasar proteksi radiasi eksterna dengan memenuhi 3 (tiga) faktor, meliputi: jarak, waktu dan penahan radiasi. Faktor penahan radiasi merupakan salah satu faktor utama yang harus diperhatikan untuk mengurangi potensi paparan radiasi terhadap petugas (misalnya, dokter dan perawat) maupun pengunjung. Oleh karena itu harus digunakan penahan radiasi dengan jenis dan tebal bahan penahan radiasi yang memadai. Penerapan proteksi radiasi tergantung 2 (dua) parameter utama dari tiap radionuklida, yaitu: aktivitas dan energi radiasi. Sebagi contoh, untuk sumber I-125 dan Au-198 akan berbeda penerapan proteksi radiasi dengan faktor penahan radiasinya.

Nilai Batas Dosis

Nilai batas dosis (NBD) adalah dosis efektif pekerja radiasi sebesar 5 Rem atau 50 mSv per tahun. NBD anggota masyarakat sebesar 500 mRem atau 5 mSv per tahun, sesuai rekomendasi International Commission on Radiological Protection (ICRP) No.26/1977. Berdasrkan ICRP 60/1990, NBD untuk pekerja radiasi sebesar 20 mSv per tahun rata-rata selama 5 tahun berturut-turut atau sebesar 50 mSv dalam 1 tahun tertentu. NBD anggota masyarakat sebesar 1 mSv per tahun. NBD inilah yang diadopsi dan direkomendasikan oleh IAEA dalam Basic Safety Standards (BSS) No.115 Tahun 1996 terhadap tiap negara anggota agar menetapkan NBD ini sebagai suatu ketentuan.



Paparan Radiasi Pasien Implan I-125

Khusus bagi pasien yang diimplan sumber Au-198 atau I-125, tidak perlu diberi penahan radiasi apabila paparan radiasi telah turun hingga kurang dari 5 mR/jam atau 50 microsievert per jam pada jarak 1 m, yang didasarkan pada NBD anggota masyarakat sebesar 500 mRem atau 5 mSv per tahun, sesuai rekomendasi ICRP No.26/1977. Jika NBD anggota masyarakat diterapkan sebesar 100 mRem atau 1 mSv per tahun, sesuai ICRP No.60/1990, maka paparan radiasi turun hingga kurang dari 1 mR/jam atau 10 microsievert per jam pada jarak 1 m. Nilai paparan radiasi tersebut di ataslah yang digunakan sebagai batas maksimum yang dibolehkan bagi Pasien Implan I-125 dapat pulang dari rumah sakit.








Pelarangan Penggunaan Brakiterapi

Pada umumnya Brakiterapi manual sudah hampir tidak digunakan lagi, IAEA sebagai institusi yang berada di bawah Persatuan Bangsa-Bangsa, PBB (United Nations-UN) yang mempunyai kewenangan mengawasi pemanfaatan tenaga nuklir dari setiap negara anggota (member states) tidak pernah melarang secara tegas penggunaan tiap sumber Brakiterapi manual.

IAEA hanya memberikan rekomendasi yang sifatnya saran agar setiap negara anggota dapat menerapkan azas manfaat yang merupakan salah satu azas proteksi radiasi. Rekomendasi yang diberikan oleh IAEA sangat jelas dan komprehensif terkait dengan masalah utama, yaitu aspek keselamatan (safety) maupun implikasi lain, seperti alasan pengelolaan limbah yang membutuhkan teknologi tinggi yang tentunya terkait dengan biaya (cost) yang mahal. Faktor utama yang lain adalah sudah tersedia pengganti sumber yang tidak  bermanfaat lagi. Dengan demikian menjadi sangat jelas pula bahwa setiap negara anggota dalam mengambil kebijakan untuk memutuskan apakah suatu sumber radioaktif masih dapat digunakan atau dilarang.



Layanan Brakiterapi Implan

Pada era milenium yang serba modern ini, dunia layanan kesehatan di rumah sakit, khususnya peralatan radioterapi di unit radiologi sebagai peralatan penunjang medik, disuguhi dengan peralatan yang serba canggih berbasis komputer. Oleh karena itu, dari 9 (sembilan) jenis sumber untuk brakiterapi konvensional yang pada awalnya digunakan maka sumber yang masih terus relevan dipertahankan hanya tinggal 3 (tiga), sumber, meliputi: Au-198, I-125 dan Sr-90. Namun demikian, di antara ketiga sumber tersebut, hanya sumber  I-125 yang kelihatannya masih eksis atau tetap digunakan. China adalah negara yang terus mengembangkan layanan brakiterapi manual dengan teknik implan.



Pengawasan Brakiterapi

Di Indonesia, beberapa puluh tahun lalu sumber yang digunakan untuk Brakiterapi manual cukup banyak mengingat jumlah pasien penderita kanker, khususnya kanker cervix cukup banyak pula, terutama masyarakat yang kurang mampu. Masuknya sumber brakiterapi di Indonesia merupakan bantuan negara maju, seperti Australia dan Belanda. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta mulai menggunakan sumber Ra-226 sekitar tahun 1965, yang selanjutnya diikuti dengan Cs-137 dan Co-60 sekitar tahun 1982.

Berdasarkan data di BAPETEN pada tahun 2001, pengguna Brakiterapi manual terdiri dari 14 (empat belas) rumah sakit, data tersebut diperoleh sehubungan dengan adanya kegiatan ”Kajian Keselamatan Radiasi di Fasilitas Radioterapi, khususnya Brakiterapi”, yang dimulai pada tahun 2000 sampai dengan 2002. Secara rinci, ada 10 (sepuluh) Rumah Sakit Kelas A milik pemerintah, 1 (satu) Rumah Sakit milik tentara dan 3 (tiga) Rumah Sakit milik swasta.



Masukan Nara Sumber

Berdasarkan masukan para narasumber atau pakar yang berasal dari praktisi medik atau pihak pengguna (rumah sakit) dan asosiasi profesi, khususnya Persatuan Onkologi Radiasi Indonesia (PORI) menyatakan bahwa penggunaan Brakiterapi manual sebaiknya dilarang saja. Pendapat ini didukung oleh asosiasi lain, Ikatan Fisikawan Medis Indonesia (IKAFMI) dan Persatuan Radiografi Indonesia (PARI), akademisi (misalnya Departemen Fisika Medik UI), dan instani terkait atau pemangku kepentingan (stake holders) lain, Kementerian Kesehatan (KEMENKES). Pendapat tersebut dihimpun oleh Tim BAPETEN ketika diadakan kegiatan Konsultasi Publik maupun ketika pembahasan draf Perka BAPETEN tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Zat Radioaktif dan Pembangkit Radiasi Pengion di Instalasi Radioterapi.

Tim Penyusun Perka sepakat agar dilarang penggunaan Brakiterapi manual (Ra-226, Cs-137 dan Co-60) dan melihat situasi pada saat itu, tidak ada lagi penggunaan Brakiterapi manual dan sebagai pengganti nya adalah Brakiterapi Remote Afterloading. Namun demikian, melihat kenyataan di negara yang sudah maju teknologi nuklirnya, penggunaan sumber Au-198, I-125 dan Sr-90 masih tetap eksis, dalam hal ini agar dipertimbangkan juga diatur mengenai sumber  Au-198 dan Sr-90, khususnya I-125.



Kajian Keselamatan Radiasi

Brakiterapi I-125 dan Kedokteran Nuklir I-125

Menurut PP. No.29 Tahun 2008, penggunaan I-125 untuk Brakiterapi termasuk  Pemanfaatan Kelompok A, untuk Kedokteran Nuklir Diagnostik in vitro termasuk Kelompok Pemanfaatan B. Dasar pengelompokan adalah potensi bahaya sesuai dengan data teknis penggunaan I-125, diberikan pada Tabel 3.


 
Brakiterapi Ir-192, I-125 dan Au-198

Dalam mengkaji kekuatiran potensi bahaya radiasi eksterna suatu radionuklida harus mempertimbangkan beberapa parameter, meliputi: aktivitas, waktu paro, energi, faktor gamma, dan jenis radiasi. Sumber Ir-192 dan Au-198 karakteristiknya hampir sama dengan I-192,  mungkin relevan dibandingkan terkait dengan penahan radiasi dari timah hitam (pb) dengan faktor Half-value layer (HVL), sebagaimana pada Tabel 4.



Perhitungan Laju Dosis

Dalam mengkaji kekuatiran potensi bahaya radiasi eksterna dari suatu  radionuklida,  beberapa parameter harus dipertimbangkan meliputi: aktivitas, waktu paro, energi, faktor gamma, dan jenis radiasi.

Laju dosis tiap radinuklida yang dianggap sebagai sumber titik di luar tubuh yang dapat ditentukan dengan rumus dosimetri sebagai berikut:               

          Laju  Dosis   =   Faktor Gamma  x Aktivitas      

                               Kuadrat Jarak

Hasil perhitungan laju dosis untuk berbagai aktivitas, diberikan pada Tabel 5.


Dari dua tabel di atas dapat diketahui bahwa, jika menerapkan rekomendasi ICRP No.26/1977 maka penggunaan I-125 tidak memerlukan perisai, tetapi jika menerapkan rekomendasi ICRP No.60/1990 diperlukan perisai yang tebalnya harus diperhitungkan.



Kajian Keamanan Sumber Radioaktif

Berdasarkan Perka BAPETEN No. 07 Tahun 2007 tentang Keamanan Sumber Radioaktif, menetapkan bahwa Brakiterapi LDR dalam penggunaan, penyimpanan dan pengangkutan adalah Kategori 4 dan Kelompok Keamanan C.

Sehubungan dengan adanya rekomendasi IAEA terbaru Nuclear Security Seties, No. 9, Security in the Transport of Radioactive Material, mengenai pemisahan ketentuan keamanan dalam pengangkutan dari keamanan dalam penggunaan maupun penyimpanan zat radioaktif maka parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat keamanan adalah aktivitas zat radioaktif bentuk khusus maupun bukan bentuk khusus. Ada 2 (dua) kriteria:

1.    Nilai 10 D hanya berlaku untuk radionuklida yang termasuk dalam Tabel 6.

2.    Nilai 3.000 A2 digunakan untuk radionuklida selain dari yang ada pada Tabel 6.

Dengan demikian, untuk menentukan tindakan tingkat keamanan dalam pengangkutan sumber I-125 dapat digunakan diagram alir pada Gambar 3, dengan menerapkan nilai 3.000 A2. Hasilnya adalah sumber I-125 adalah Tingkat Dasar, diberikan pada Tabel 7.




Kajian Berdasarkan Peraturan Perundangan

Berdasarkan peraturan perundang-undangan secara tegas ditetapkan bahwa BAPETEN adalah lembaga yang mempunyai kewenangan mengawasi Brakiterapi termasuk penggunaan sumber I-125. Ada 4 (empat) peraturan pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksanaan dari UU No. 10 Tahun 1997 tersebut yang berhubungan dengan Brakiterapi, meliputi:

  1. PP. No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, pasal 33 ayat (1) dan (2), diatur mengenai Peralatan Radioterapi dan Pemegang izin wajib melakukan kalibrasi aktivitas sumber Brakiterapi.
  2. PP. No.29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, pasal 4, huruf h nomor 9 menetapkan bahwa pemanfaatan sumber radiasi pengion kelompok A adalah radioterapi. Pasal 11 menetapkan bahwa Pemohon, untuk memperoleh izin harus memenuhi persyaratan: (a) administratif; (b) teknis; dan/atau (c) khusus. Dalam hal ini, Brakiterapi adalah bagian dari radioterapi sehingga persyaratan izin penggunaan I-125 adalah persyaratan administratif dan teknis.
  3. PP. No. 27 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir, dalam Lampiran No. 9) bagian a) sub bagian (2), Brakiterapi terdiri atas: (a) low dose rate (LDR); (b) medium dose rate (MDR); dan (c) high dose rate (HDR).
  4. PP. No. 26 Tahun 2002 tentang Pengangkutan Zat Radioaktif, pada Bab II, pasal 3 ayat 1, huruf b, yaitu: zat radioaktif yang dipasang atau dimasukkan ke dalam tubuh manusia atau binatang untuk diagnosa atau terapi, contoh Brakiterapi I-125 tidak dimasukkan (excluded) dari persyaratan keselamatan radiasi dalam pengangkutan zat radioaktif.



Kasus Pasien Implan I-125

Sesuai dengan data di BAPETEN, pada tanggal 04 Januari 2010 diperoleh informasi dari pihak RSUPN. dr Cipto Mangunkusumo Bagian Radioterapi bahwa ada pasien penderita kanker yang diterapi dengan sumber I-125 di RS. Fuda, China dengan informasi lengkap, sebagai berikut:

·    04 Desember 2009, pasien diimplan I-125 di leher kiri;

·    11 Desember 2009, pasien diimplan lagi I-125 di hidung;

·    23 Desember 2009, pasien pulang dari China ke Indonesia;

·   04 Januari 2010, pasien tersebut ke RSUPN. dr. Cipto Mangunkusumo dan diukur dengan alat ukur radiasi, karena laju paparan diperkiran cukup besar (20 microsievert per jam pada jarak 1 m dari pasien) maka pihak RSUPN. dr Cipto Mangunkusumo mengambil tindakan untuk mengisolasi pasien.

Berdasarkan data di atas maka perlu dikaji untuk memastikan apakah pasien tersebut harus diisolasi sehingga pihak keluarga dan anggota masyarakat tidak terpapar radiasi yang berasal dari Pasien Implan I-125 baik selama dalam perjalanan pulang dari China ke Indonesia maupun dalam kegiatan sehari-hari. Dari informasi yang diperoleh, ada juga Pasien Implan I-125 yang dirawat oleh pihak rumah sakit swasta selain RSUPN. dr Cipto Mangunkusumo.



Kesimpulan

1. Aspek Keselamatan Radiasi sebagai berikut: 
  • I-125 jenis Brakiterapi LDR merupakan Pemanfaatan Kelompok A dengan persyaratan izin, meliputi: persyaratan administratif dan teknis. 
  • Pasien Implan I-125 adalah kategori implan permanen karena energi pemancar radiasi gamma yang  kecil dan aktivitas yang relatif kecil sehingga paparan radiasi tidak terlalu signifikan pada jarak 1 m. 
  • Pasien dapat dibebaskan dari ruang isolasi dengan ketentuan: (1) paparan radiasi kurang dari 5 mR/jam atau 50 microsievert per jam pada jarak 1 m, apabila NBD anggota masyarakat 500 mRem atau 5 mSv per tahun, sesuai rekomendasi ICRP No.26/1975, atau (2) paparan radiasi kurang dari 1 mR/jam atau  10  microsievert  per jam pada jarak 1 m, apabila NBD anggota masyarakat 100 mRem atau 1 mSv per tahun, sesuai ICRP No. 60/1990, 
  • Pasien Implan I-125 menjadi di luar pengawasan (excluded) Badan Pengawas dari aspek Keselamatan Radiasi dan Keamanan Sumber Radioaktif dalam Pengangkutan Zat Radioaktif jika sudah memenuhi ketentuan tersebut di atas.







2. Aspek Keamanan Sumber Radioaktif sebagai berikut:

·    I-125 jenis Brakiterapi LDR merupakan Kategori 4 dan Kelompok Keamanan C.

·    I-125 dalam konteks Keamanan dalam Pengangkutan Zat Radioaktif merupakan Tindakan Tingkat Dasar (Basic Security Measure).



3. Kewenangan BAPETEN Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Ketenaganukliran

BAPETEN memiliki kewenangan dalam pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir, termasuk layanan nuklir di rumah sakit baik untuk penggunaan di Kedokteran Nuklir maupun di Brakiterapi. Untuk Kedokteran Nuklir zat radioaktif dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien dengan cara disuntikkan atau diminumkan.  Demikian halnya untuk Brakiterapi, sumber radioaktif dapat dimasukkan ke dalam tubuh secara permanen atau sementara. Pengawasan yang dilakukan oleh BAPETEN terhadap pemanfaatan I-125 mencakup aspek keselamatan radiasi dan keamanan sumber radioaktif.

  



Saran

Agar draf PERKA BAPETEN tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Radioterapi dilengkapi dengan Brakiterapi manual termasuk Pasien Implan I-125 dengan melibatkan pihak terkait meliputi; profesi (PORI,  IKAFMI & PARI), pendidikan (misalnya, Fisika Medik UI), PPR dan RS serta instansi terkait (KEMENKES) sehingga tidak ada lagi keraguan mengenai aspek keselamatan radiasi.



REFERENSI



Badan Pengawas Tenaga Nuklir, 1998,  Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Jakarta.

Badan Pengawas Tenaga Nuklir, 2007,  Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2007 tentang Keselamatan RadiasiPengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, Jakarta.

Badan Pengawas Tenaga Nuklir, 2008,  Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, Jakarta.

Badan Pengawas Tenaga Nuklir, 2009,  Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2009 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jakarta.

IAEA, 2003, Categorization of Radioactive Sources (Revised of IAEA-Tecdoc-1191), IAEA-Tecdoc-1344, Vienna.

IAEA, 2003, Security of Radioactive Sources, IAEA-Tecdoc-1355, Vienna.

IAEA, 2005, Categorization of Radioactive Source, IAEA Safety Standards Series No. RS-G-1.9, Vienna.

IAEA, 2008, Security in the Transport of Radioactive Material, IAEA Nuclear Security Series N. 9, Vienna.

IAEA, 2009, Regional Training Course on Security in the Transport of Radioactive Material Handout, Sydney, 9 -13 February 2009.

IAEA, 1992, Manual on Brachytherapy Incorporating: Applications Guide, Procedures Guide, Basics Guide, Vienna

MARPAUNG; Togap 2003, Proteksi Radiasi dalam Brakiterapi, Jakarta, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jakarta



2 komentar:

Casinos Near Casinos & Casinos Near Casinos - Mapyro
A map showing casinos and other gaming 원주 출장안마 facilities located near 하남 출장샵 Casinos & Casinos in Nevada, 영천 출장마사지 There are currently 세종특별자치 출장안마 no casinos near Casinos & 부천 출장마사지 Casinos in Nevada.

Posting Komentar

Jika Anda berkenan memberikan komentar, silahkan pilih
"Beri komentar sebagai : Nama/URL"
Kemudian tulis nama Anda dan jika Anda tidak memiliki URL(situs pribadi), biarkan kosong.