Sejumlah kecelakaan radiasi telah terjadi di berbagai belahan dunia ini sehubungan dengan pemanfaatan tenaga nuklir berupa sumber radiasi pengion di fasilitas radiasi dan zat radioaktif (FRZR), meliputi bidang industri, medik dan penelitian. Terlebih lagi kecelakaan radiasi dalam penggunaan kamera radiograffi industri portabel yang digunakan di lapangan. Kecelakaan radiasi tersebut tidak hanya menimpa para pekerja tetapi juga pernah suatu kejadian yang membawa maut bagi seorang petani di Yango, Peru tahun 1999. Oleh karena itu perlu diketahui akar permasalahan dari penyebab terjadinya kecelakaan radiasi dalam penggunaan kamera radiografi industri portabel tersebut.
Pengguna sebagai Pemegang Izin pemanfaatan tenaga nuklir ini tentunya tidak terlepas dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan radiasi. Namun demikian, Badan Pengawas sebagai pihak yang memberikan izin pemanfaatan juga tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya sesuai dengan fungsinya. Agar pembahasan terkait dengan penyebab terjadinya kecelakaan radiasi ini dapat diapahami dari “kacamata” atau “sudut pandang” yang sama, ada baiknya terlebih dahulu harus dipahami pengertian dari kecelakaan radiasi itu sendiri. Hal ini menjadi sangat penting untuk ditelaah sebab ada beragam pendapat mengenai pengertian kecelakaan radiasi, sebagai contoh penerimaan paparan radiasi oleh pekerja melampaui nilai batas dosis (NBD) pekerja radiasi (20 mSv per tahun), penerimaan paparan radiasi oleh anggota masyarakat melampaui NBD anggota masyarakat (1 mSv per tahun).
Bagi “warga sains nuklir”, seperti inspektur keselamatan nuklir dari Bapeten, peneliti dari Batan, praktisi medik (dokter, radiografer, dan fisikawan medik) dari bagian radiologi, mahasiswa dan dosen sains nuklir serta praktisi di bidang industri (teknisi dalam kegiatan importasi dan instalasi, well logging, gauging dan lain-lain), pengertian kecelakaan radiasi juga dapat berbeda. Adapun pengertian kecelakaan radiasi disajikan di bawah ini yang dikutip dari beberapa referensi, diantaranya peraturan perundang-undangan ketenaganukliran dan publikasi IAEA.
Pengertian Kecelakaan Radiasi
Pengertian kecelakaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 63 Tahun 2000, yaitu Kecelakaan adalah kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan atau kontaminasi yang melampaui batas keselamatan. Pengertian Kecelakaan sesuai Basic Safety Standards (BSS) No.115 Tahun 1996, Kecelakaan merupakan kejadian tak disengaja, termasuk kesalahan operasi, kegagalan alat atau kecelakaan kecil lainnya, yang konsekuensi atau potensi konsekuensinya tidak dapat diabaikan dari segi proteksi dan keselamatan. Dalam PP No. 43 Tahun 2006 Tentang Perizinan Reaktor Nuklir, pengertian kecelakaan adalah setiap kejadian yang tidak direncanakan, termasuk kesalahan operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat yang menjurus timbulnya dampak radiasi atau kondisi paparan radiasi yang melampaui batas keselamatan.
Dalam PP No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif sebagai amendemen PP No. 63, pengertian kecelakaan radiasi tidak ada dijelaskan. Namun, pengertian kecelakaan radiasi sudah dapat dinyatakan tersirat sebab muatan substansi keselamatan radiasi dari PP No. 33 Tahun 2007 merupakan harmonisasi dari BSS No. 115 Tahun 1996.
Satu hal yang sangat jelas sebagai benang merahnya, yaitu “kecelakaan radiasi adalah kejadian yang tidak direncanakan atau tidak disengaja yang konsekuensi atau potensi konsekuensinya tidak dapat diabaikan dari segi proteksi dan keselamatan radiasi”. Dari uraian tersebut di atas dapat ditandaskan bahwa makna suatu kecelakaan tidak harus yang berakibat sangat fatal (misalnya mandul, organ tubuh diamputasi atau meninggal) karena terpapar radiasi yang tinggi dan dalam waktu yang lama. Kecelakaan juga dapat diartikan penerimaan paparan radiasi yang rendah meskipun konsekuensinya terhadap kesehatan tidak signifikan, kejadian seperti ini dinyatakan sebagai insiden (minor accident). Penerimaan paparan radiasi meskipun kecil tetapi dalam jangka waktu yang lama, tidak diperkenankan sebab peluang terjadinya efek stokastik harus dipertimbangkan. Pada intinya yang menjadi perhatian utama adalah penerapan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi sebagai prinsip proteksi radiasi, yaitu: penerimaan paparan radiasi serendah mungkin yang dapat dicapai (As Low As Reasonably Achiaveable – ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, sedemikian sehingga tidak diperkenankan menerima paparan radiasi yang tidak perlu.
Satu hal yang perlu dimaknai lagi adalah apabila terjadi kecelakaan radiasi dalam kegiatan radiografi industri maka kejadian tersebut mungkin dapat dianggap sesuatu hal yang “lumrah” sejauh penyebabnya dapat dipastikan merupakan kejadian yang “tidak disengaja”. Untuk itu perlu kiranya semua pihak yang terkait dapat memahami secara tepat dan menyikapi secara bijak makna suatu kecelakaan terlebih lagi jika dikaitkan dengan implikasinya, misalnya besarnya paparan, dosis radiasi, metode pengukuran dan efek radiasi. Dengan demikian apabila terjadi kecelakaan radiasi, semua hal harus dijelaskan sesuai perspektif proteksi dan keselamatan radiasi.
Penyebab Kecelakaan Radiasi
Sesuai dengan hasil studi yang dilakukan IAEA, kecelakaan radiasi di bidang FRZR khususnya dalam penggunaan kamera radiografi industri disebabkan 6 (enam) faktor penyumbang, sebagai berikut:
1) Tidak ada atau kurangnya pelatihan;
2) Kurang berfungsinya Badan Pengawas;
3) Ketidak sesuaian atau tidak adanya program keselamatan;
4) Tidak mengikuti prosedur keselamatan;
5) Kegagalan alat; dan
6) Kegagalan penggunaan surveymeter.
Ø Tidak Ada atau Kurangnya Pelatihan
Tidak ada atau kurangnya pelatihan (misalnya, operasi, perawatan, proteksi dan keselamatan radiasi) mencakup:
- Operator tidak memahami tentang penggunaan teknik nuklir dengan aman;
- Pekerja terkait lain tidak diberitahu adanya zat radioaktif;
- Operator dan pekerja terkait lain tidak mengerti prosedur keadaan darurat;dan
- Pelatihan penyegaran bagi pekerja yang lama dan pelatihan pendahuluan bagi pekerja yang baru.
Ø Kurang Berfungsinya Badan Pengawas
Program Pengawasan Nasional tidak eksis atau tidak efektif mencakup:
- Organisasi Pengawasan tidak mempunyai otoritas atau sumber daya yang cukup;
- Proses perizinan tidak eksis atau tidak efektif;
- Kegiatan inspeksi di lapangan juga tidak eksis atau tidak efektif; dan
- Tindak-lanjut inspeksi tidak sesuai.
Ø Ketidak Sesuaian atau Tidak adanya Program Keselamatan
Program keselamatan tidak sesuai atau tidak tersedia mencakup:
- Kurangnya keterlibatan manajemen dalam program keselamatan;
- Penekanan pada keselamatan ==ètidak ada sikap atau budaya keselamatan;
- Kurangnya sumber daya menerapkan program tersebut; dan
- Kurangnya otoritas PPR dalam mengawasi situasi yang tidak aman.
Ø Tidak Mengikuti Prosedur Keselamatan
Prosedur keselamatan mencakup:
- Kurangnya sikap atau budaya “Keselamatan Utama”;
- Supervisi yang dilakukan oleh PPR untuk menjamin bahwa prosedur yang dilakukan tidak sesuai; dan
- Kurangnya pelatihan yang esensial untuk penggunaan zat radioaktif dengan aman, misalnya pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi.
Ø Kegagalan Alat
Peralatan gagal mencakup:
- Instalasi dan perawatan alat tidak tepat;
- Penggunaan alat yang salah atau penyalahgunaan alat; dan
- Menggunakan alat melampaui batas disain.
Ø Kegagalan Penggunaan Surveymeter
Kegagalan menggunakan surveymeter atau kegagalan menggunakan surveymeter secara tepat mencakup:
- Jenis surveymeter yang digunakan tidak benar (respon dan energi);
- Surveymeter masa berlaku kalibrasi kedaluarsa atau dikalibrasi tidak tepat; dan
- Kurangnya sikap atau budaya “Keselamatan Utama.”
Budaya Keselamatan
IAEA dalam BSS, SS. No. 115 menyatakan secara jelas bahwa budaya keselamatan adalah salah satu unsur persyaratan manajemen yang harus diterapkan dalam persyaratan pemanfaatan tenaga nuklir. Adanya budaya keselamatan yang baik dalam suatu organisasi adalah penting jika standar proteksi dan keselamatan radiasi yang tinggi harus dicapai. Budaya keselamatan didefinisikan sebagai perpaduan sifat dan sikap dalam organisasi dan individu yang menetapkan bahwa, budaya keselamatan tersebut sebagai prioritas yang dikedepankan, issu proteksi dan keselamatan mendapat perhatian yang dilaksanakan sesuai kepentingannya.
Budaya keselamatan adalah tidak mungkin berkembang secara spontan tetapi harus dikembangkan, diasuh dan dipelihara untuk menumbuhkan sikap mau bertanya dan belajar diantara pekerja tentang proteksi dan keselamatan, dan tidak menumbuhkan perasaan puas diri. Faktor kunci dalam pengembangan budaya keselamatan meliputi:
a. kebijakan dan prosedur yang mengutamakan proteksi dan keselamatan sebagai kualitas yang paling tinggi;
b. komitmen manajemen senior terhadap proteksi dan keselamatan radiasi;
c. identifikasi tanggung jawab yang jelas bagi staf pada semua tingkat;
d. identifikasi dan perbaikan masalah-masalah proteksi dan keselamatan yang cepat; dan
e. rencana organisasi yang efektif dan jelas, dan garis-garis kewenangan untuk semua masalah-masalah proteksi dan keselamatan.
Pelatihan adalah juga suatu bagian yang kritis dari budaya keselamatan. Tingkat pelatihan yang sesuai harus diberikan untuk semua orang yang terlibat dalam kegiatan radiografi industri. Pelatihan atu sekurang-kurangnya pembekalan informasi yang memadai, juga harus diberikan untuk orang lain yang keterlibatannya sedikit dalam pemanfaatan atau orang yang tidak terlibat tetapi bekerja dalam daerah yang berbatasan.
Penutup
Untuk mencapai kondisi zero radiological accident dalam penggunaan kamera radiografi industri, faktor penyebab terjadinya kecelakaan radiasi sebagaimana diuraikan tersebut di atas harus diantisipasi secara sistemik oleh pihak Pengguna maupun Badan Pengawas. Pihak Pengguna, melalui penerapan budaya keselamatan yang dibangun secara terencana dan berkesinabungan di dalam suatu organisasi akan memperkokoh proteksi dan keselamatan radiasi yang tinggi. Badan Pengawas akan membangun peran dan fungsinya yang semakin kuat melalui pembuatan peraturan, pelaksanaan perizinan, inspeksi dan penegakan hukum yang konsisten serta didukung oleh sumber daya yang mantap (dana yang memadai, dan insan pengawas yang kompeten dan profesional).
Referensi
1. AMRAN ABD. MAJID, Lecture Notes of Safety Culture, Post Graduate Diploma in Radiation Protection, University Kebangsaan Malaysia, Selangor, Malaysia, 2002.
2. BAPETEN, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2000, Tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion, Jakarta, 2000.
3. BAPETEN, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2006, Tentang Perizinan Reaktor Nuklir, Jakarta, 2006.
4. BAPETEN, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2007, Tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, Jakarta, 2007.
5. GEETHA, Protection Against the Radiation Hazard, Post Graduate Diploma in Radiation Protection, University Kebangsaan Malaysia, Selangor, Malaysia, 2002
6. IAEA, International Basic Safety Standard for Protection against Ionizing Radiation and for the Safety of Radiation Sources, Safety Standarads, Safety Series No. 115, Vienna, 1996.
7. IAEA, The Radiological Accident in Yango, Vienna, 2000.