Abstrak,
Sejak tahun 2007, sistem pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir, khususnya dalam bidang FRZR telah sesuai dengan rekomendasi IAEA, yaitu BSS No. 115 Tahun 1996. Salah satu muatan penting BSS, yaitu mengenai tanggung jawab umum Pemegang Izin telah ditetapkan dalam PP No.33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif. Tanggung jawab Pemegang Izin, yaitu: (1) membuat tujuan proteksi dan keselamatan radiasi, dan (2) mengembangkan, menerapkan dan mendokumentasikan Program P & KR yang tepat. Dalam PP No.29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir telah diatur substansi Program P & KR tersebut. Uraian rinci Program P & KR diatur dalam Peraturan Kepala Bapeten sesuai dengan jenis pemanfaatan tenaga nuklir di bidang medik, industri dan penelitian. Program P & KR merupakan salah satu persyaratan izin, dokumen yang dinamis, sangat terbuka untuk dimutakhirkan secara periodik. Pemutakhiran dilakukan baik atas inisiatif Pemegang Izin sendiri maupun melalui masukan yang disampaikan oleh Bapeten. Tujuan utama Program P & KR adalah menunjukkan tanggung jawab Pemegang Izin melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan, dan prosedur yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko. Ketika inspeksi dilakukan di suatu fasilitas, misalnya rumah sakit maka dokumen Program P & KR menjadi salah satu topik diskusi antara Tim Inspeksi dengan Pemegang Izin, PPR, dan Praktisi Medik. Untuk mempermudah penyusunan dokumen tersebut maka Pedoman Penyusunan Program P & KR yang rinci sesuai dengan jenis pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang medik, industri dan penelitian akan dibuat secara tersendiri oleh Bapeten. Dokumen Program P & KR tidak perlu disetujui oleh Kepala Bapeten, seperti Juklak yang menjadi salah satu persyaratan izin pada masa lampau.
Kata kunci: proteksi radiasi, keselamatan radiasi dan syarat izin.
REVIEW ON RADIATION PROTECTION AND SAFETY PROGRAM
IN RADIATION AND RADIOACTIVE MATERIAL FACILITY
Abstract,
Since 2007, a regulatory for nuclear energy utilization, particularly in the field of radiation facilities and radioactive material is agrement with the recommendations of the IAEA, namely BSS No. 115 of 1996. One of the main contents of the BSS is the common responsibility of Licensee had stipulated in Government Regulation (GR) No.33 of 2007 on Ionizing Radiation Safety and Security of Radioactive Sources. Responsibility of Licensee namely: (1) create a goal of radiation protection and safety, and (2) develop, implement and document appropriated P & RS Program. Similarly, in GR No.29 of 2008 on Licensing of Utilization of Ionizing Radiation Sources and Nuclear Materials has been regulated the substance of the P & RS Program. A more detailed description of the P & RS Program is regulated in the Chairman Regulation of Bapeten according to the type of use of nuclear energy in medical, industrial and research fields. P & RS Program is one of the licence requirements, it is a dynamic document, very open to be updated periodically. Updates could be made both at the initiative of Licensee or input given by Bapeten. The main objective P & RS Program is showing responsibility Licensee through the implementation of management structures, policies, and procedures in accordance with the nature and level of risk. When the inspection conducted in a facility, such as hospitals, the document of P & RS Program to be one topic of discussion between the Inspection Team with Licensee, RPO and Medical Practitioners. To facilitate the preparation of the document so that the detailed Guidance P & RS Program in accordance with the type of use of nuclear energy in the medical, industry and research fields will be made separately by Bapeten. Document of P & RS Program does not need to be approved by the Chairman of Bapeten, such as a SOP that became one of the licence requirements in the past.
Key words: radiation protection, radiation safety and licence requirement.
PENDAHULUAN
Sejak tahun 2007 telah terjadi perubahan sangat mendasar terhadap sistem pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir, khususnya dalam bidang FRZR di Indonesia. Perubahan tersebut dikarenakan adanya 3 (tiga) PP yang ditandatangani oleh Presiden dalam 3 (tiga) tahun secara berurutan, meliputi:
- PP No.33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif;
- PP No.29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir diberlakukan; dan
- PP No. 27 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
Salah satu muatan penting dalam PP tersebut adalah mengenai pentingnya suatu dokumen Program P & KR. Uraian lebih rincinya diatur dalam Peraturan Kepala (Perka) Bapeten sesuai dengan jenis pemanfaatan tenaga nuklir di bidang fasilitas radiasi dan zat radioaktif (FRZR), meliputi: medik, industri dan penelitian.
Aspek proteksi dan keselamatan radiasi yang diatur dalam dua regulasi mengacu pada rekomendasi International Atomic Energy Agency (IAEA), yaitu Basic Safety Standards (BSS) No. 115 Tahun 1996. Salah satu muatan penting dalam BSS adalah mengenai tanggung jawab employers, registrants, dan licensees, sebagai berikut:
- membuat tujuan proteksi dan keselamatan radiasi, dan
- mengembangkan, menerapkan dan mendokumentasikan program proteksi dan keselamatan radiasi (Program P & KR) yang tepat. Dua butir tanggung jawab tersebut, diberikan pada Gambar 1.
Gambar 1. BSS No. 115/1996
Sistematika Program P & KR yang diatur dalam PP dan Perka mengacu pada publikasi TECDOC No. 1113 Tahun 1999, diberikan pada Gambar 2.
Gambar 2. TECDOC No. 1113/1999
Program P & KR adalah salah satu persyaratan izin, merupakan dokumen yang dinamis dan sangat terbuka untuk dimutakhirkan secara periodik. Tujuan utama Program P & KR adalah menunjukkan tanggung jawab Pemegang Izin melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan, dan prosedur yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko. Dokumen Program P & KR merupakan rapor yang harus dinilai oleh Bapeten melalui inspektur ketika inspeksi di lapangan. Latar belakang penulisan makalah ini adalah beragamnya pemahaman mengenai substansi Program P & KR.
Latar belakang penulisan makalah ini sebagai berikut: (1) adanya pemahaman yang berbeda-beda mengenai substansi Program P & KR; dan (2) adanya keinginan Pimpinan Bapeten melalui Deputi Bidang Perizinan dan Inspeksi pada bulan Juli 2010 untuk membentuk Tim Penyusunan Panduan Program P & KR untuk setiap jenis penggunaan sumber radiasi pengion dalam bidang FRZR. Sesuai harapan Deputi Bidang PI bahwa Tim yang dibentuk dapat menyelesaikan tugasnya bulan Oktober 2010, namun hingga bulan April 2011 belum diperoleh informasi apakah Tim sudah merampungkan tugasnya.
Tujuan sebagai berikut: (1) agar pihak Badan Pengawas maupun Pengguna sumber radiasi pengion di bidang FRZR dapat memperoleh pemahaman yang lebih jelas dan pasti mengenai substansi Program P & KR; dan (2) agar makalah ini dapat dipertimbangkan oleh Tim sebagai salah satu referensi.
Metodologi yang dilakukan adalah studi literatur berdasarkan pada pemahaman mengikuti pendidikan Post Graduate Diploma in Radiation Protection di UKM Malaysia dan pelatihan yang didukung pengalaman sebagai inspektur utama dan staf senior Bapeten.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Filosofi Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Umum
Meskipun penekanan bagian ini tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi maka hendaknya diingat bahwa Keselamatan Radiasi merupakan bagian dari Keselamatan secara keseluruhan. Dalam membahas Keselamatan Radiasi hendaknya tidak membahas aspek keselamatan lainnya. Terminologi Keselamatan Radiasi atau Keselamatan Radiologik dan Proteksi Radiasi atau Proteksi Radiologik sering digunakan secara bersamaan yang dapat dipertukarkan.
Pengertian dua terminologi tersebut sangat luas maknanya, dalam hal tanggung jawab yang merupakan tugas pokok dan fungsi, hal ini dapat diartikan sebagai Petugas Proteksi Radiasi-PPR (Radition Protection Officer-RPO) atau Petugas Keselamatan Radiasi-PKR (Radiation Safety Officer-RSO). Dalam publikasi IAEA juga disebutkan dua kualifikasi personil tersebut, yaitu: RPO dan RSO. Indonesia menyebut PPR (RPO), dan negara lain seperti Amerika menyebut PKR (RSO) bahkan negara Inggris menggunakan terminologi Proteksi juga tetapi dengan sedikit berbeda, yaitu Penasehat Proteksi Radiasi- PPR (Radiation Protection Adviser-RPA). Penyebutan PPR (RPO), PPR (RPA) atau PKR (RSO) mempunyai makna yang sama, hal itu tergantung dari badan pengawas (BP) suatu negara menetapkan personil yang berkualifikasi tersebut sebagai PPR atau PKR. Oleh sebab itu, suatu saat boleh saja penyebutan PPR atau PKR berubah menjadi Petugas Proteksi dan Keselamatan Radiasi (PP & KR).
Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, pasal 19, ayat 1, ditetapkan bahwa ”Setiap petugas yang mengoperasikan Reaktor Nuklir dan petugas tertentu di dalam Instalasi Nuklir lainnya dan di dalam instalasi yang memanfaatkan sumber radiasi pengion wajib memiliki izin. Petugas tertentu yang dimaksud dalam pasal 19, ayat 1 inilah yang berarti PPR.
Proteksi Radiasi berhubungan dengan Pembatasan Dosis Radiasi dan Keselamatan Radiasi berhubungan dengan mengurangi potensi Kecelakaan Radiasi. Sesungguhnya perbedaan dari pemahaman dua hal tersebut adalah besar secara akademik. Secara filosofis agar dapat memahami secara baik Proteksi Radiasi maka dasar-dasar Proteksi Radiasi harus diketahui, seperti proteksi radiasi ekterna meliputi faktor jarak, waktu dan penahan radiasi, terlebih lagi proteksi radiasi interna yang lebih susah karena memperhitungan parameter yang lebih kompleks. Demikian halnya mengenai ilmu-ilmu dasar fisika radiasi dan yang terkait dengan satuan dan besaran radiasi yang merupakan bagian dari ilmu dosimetri (perubahan besaran fisika menjadi besaran radiasi) dan disiplin ilmu lain seperti, alat ukur radiasi dan biologi radiasi juga harus dipahami.
Rekomendasi ICRP
Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protectin-ICRP) adalah organisasi ilmiah yang non-pemerintah, dibentuk tahun 1928, dan yang kompeten dalam memberikan rekomendasi dan pedoman mengenai proteksi radiasi. ICRP pertama sekali menerbitkan publikasinya pada tahun 1928, memberi perhatian hanya mengenai penggunaan radiasi dalam bidang medik yang selanjutnya dikembangkan mencakup kegiatan nuklir lainnya.
Setelah penerbitan publikasi yang pertama, ICRP menerbitkan lagi secara berkala rekomendasinya. Ada 2 (dua) rekomendasi yang paling akhir dan masih relevan digunakan oleh negara anggota IAEA, yaitu: ICRP No. 26 Tahun 1977 dan ICRP No. 60 Tahun 1990. Meskipun ICRP telah menerbitkan publikasi terbaru No 103 Tahun 2007, namun IAEA juga belum merekomendasikan konsep terbaru tersebut.
Rekomendasi ICRP membentuk dasar standar proteksi radiasi ke seluruh dunia, meskipun ICRP adalah bukan badan pengawas (BP) maupun bukan standar nasional dan internasional. ICRP sudah sejak dari awal memberikan pemahaman mengenai prinsip atau azas Proteksi Radiasi, meliputi:
1. Justifikasi;
2. Limitasi Dosis; dan
3. Optimisasi.
Dari uraian di atas maka secara sederhana dapat diartikan bahwa Proteksi Radiasi adalah upaya atau tindakan yang dilakukan untuk memproteksi makhluk hidup melalui penerapan prinsipnya yang konsisten. Tujuan proteksi radiasi adalah mencegah terjadinya efek deterministik orang-perorangan dengan tetap mempertahankan dosis di bawah ambang batas, dan menjamin terlaksananya seluruh tindakan yang diperlukan untuk membatasi peluang terjadinya efek stokastik pada masyarakat.
Rekomendasi IAEA
IAEA adalah salah satu badan yang berada di bawah Persatuan Bangsa-Bangsa-PBB (United Nations-UN), dibentuk tahun 1957 dan memiliki kewenangan khusus mengenai pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir oleh negara-negara anggota. Tujuan dibentuk IAEA secara legal adalah mempercepat dan memperluas penggunaan tenaga atom untuk perdamaian, kesehatan dan kesejahteraan di seluruh dunia.
IAEA menerbitkan dokumen dalam berbagai jenis sebagai Standar Keselamatan Nuklir (Nuclear Safety Standards) yang terdiri dari 3 (tiga) kategori sebagai berikut:
1. Safety Fundamentals dengan warna sampul putih;
2. Safety Requirements dengan warna sampul merah; dan
3. Safety Guides dengan warna sampul hijau.
Publikasi IAEA sebagai dokumen dasar yang menjelaskan secara rinci mengenai Program P & KR, antara lain:
1. Safety Guide, No. RS-G-1.1, 1999.
2. TECDOC No. 1113, 1999.
3. TECDOC No. XXX, Radiation Safety in Radiotherapy, May 2000.
Selain dokumen tersebut, dokumen lain juga masih ada berupa dokumen teknis (technical document – TECDOC). Salah satu dokumen IAEA yang paling tersohor saat ini adalah BSS No. 115 yang diadopsi dari rekomendasi ICRP No. 60. IAEA merekomendasikan agar tiap negara anggota IAEA mengikuti BSS No.115 supaya ketentuan keselamatan tiap negara anggota menjadi standar dan harmonis secara internasional.
IAEA tidak menggunakan terminologi prinsip atau asas proteksi radiasi (Radition Protection Principle) dalam BSS No. 115 tetapi dengan terminologi persyaratan. Pemahaman ini diuraikan dalam BSS pada bagian ke dua, Persyaratan untuk Pemanfaatan (Requirement for Practices), salah satu unsurnya adalah Persyaratan Proteksi Radiasi (Radiation Protection Requirements) yang harus berurutan, sebagai berikut:
1. Justifikasi Pemanfaatan
2. Limitasi Dosis; dan
3. Optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi.
Urutan dari satu sampai dengan tiga tersebut samadengan urutan pemahaman mengenai pancasila yang urutannya harus tepat dari satu sampai dengan lima.
Justifikasi Pemanfaatan
Yang pertama bahwa setiap jenis pemanfaatan harus terlebih dahulu dijustifikasi antara manfaat dan risiko, dalam hal ini manfaat harus lebih besar dari risiko atau mudarat. Jenis pemanfaatan yang telah dijustifikasi inilah yang diberi otorisasi oleh BP tiap negara anggota. Namun demikian tidak ada yang absolut atau mutlak, artinya semuanya dinamis, dapat berubah, dalam konteks sains nuklir, hari kemarin dan pada saat ini adalah justifikasi (justify) tetapi besok dan lusa dapat menjadi tidak justifikasi atau dilarang (not justify or unjustified).
Limitasi Dosis
Kedua adalah Limitasi dosis, yang diberlakukan untuk paparan kerja (occupational exposure) dan paparan masyarakat (public exposure) melalui penerapan NBD. Harus diingat bahwa Limitasi Dosis tidak berlaku untuk: (a) paparan medik (medical exposure) dan paparan yang berasal dari alam.
Optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Ketiga adalah Optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi, yang harus diupayakan agar besarnya dosis yang diterima serendah mungkin yang dapat dicapai (as low as reasonably achiable-ALARA) dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Namun demikian, dalam penerapan Optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi harus juga mempertimbangkan:
a. Pembatas Dosis (Dose Constraint); dan
b. Tingkat Panduan (Guidance Level for Medical Exposure).
Olehkarena tidak ada NBD untuk pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang medik maka Tingkat Panduan (khusus radiologi diagnostik dan kedokteran nuklir) menjadi Pembatas Dosis sehingga keselamatan pasien (patient safety) dapat dijamin. Secara sederhana dapat diartikan Keselamatan Radiasi adalah upaya atau tindakan yang dilakukan untuk mengurangi potensi kecelakaan radiasi dengan menerapkan proteksi radiasi atau pertahanan berlapis (depence in depth) dalam konteks persyaratan teknis.
Muatan Program P & KR
Program P & KR terkait dengan semua fase pemanfaatan tenaga nuklir, atau dengan umur suatu fasilitas, misalnya dari mulai desain hingga proses dekomisioning. Dalam banyak hal pemanfaatan tenaga nuklir, dosis yang diterima oleh pekerja radiasi adalah benar-benar di bawah NBD, dan hanya sebagian kecil dari sekelompok pekerja yang dipengaruhi oleh prinsip pembatasan. Penerapan prinsip optimisasi seharusnya menjadi daya dorong yang utama pula. Penetapan dan penerapan dari Program P & KR, meliputi banyak hal untuk mencegah atau mengurangi paparan potensial dan mitigasi akibat kecelakaan.
Karakteristik dari keadaan paparan dapat dipertimbangkan tergantung pada jenis fasilitas atau instalasinya (mulai dari hal yang sederhana, seperti peralatan pemeriksaan bagasi di bandara atau fluoroskopi bagasi, hingga ke hal yang sedemikian kompleks, seperti instalasi nuklir), dan pada tingkat kegiatan (konstruksi, operasi, perawatan atau dekomisioning). Dalam hal ini, penting untuk menjamin bahwa Program P & KR dapat diterapkan dalam setiap tahapan dan langkah pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi radiologik, paparan normal dan paparan potensial harus dipertimbangkan.
Tujuan Program P & KR adalah merefleksikan penerapan dari tanggung jawab manajemen untuk proteksi dan keselamatan radiasi melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan, prosedur dan penatalaksanaan secara organisasional yang disesuaikan dengan sifat dan besarnya risiko. Mengingat dokumen Program P & KR bukan sesuatu yang statis tetapi dinamis maka dokumen tersebut sangat terbuka untuk dimutakhirkan dengan maksud penyempurnaan.
Mengacu kepada TECDOC-1113, pada umumnya ada 4 (empat) hal pokok yang disampaikan oleh Pemohon Izin kepada BP, namun khusus untuk tujuan medik ada 1 (satu) tambahan tentang Paparan Medik. Sebagai contoh, untuk permohonan izin Radioterapi, informasi yang disampaikan mengenai Program P & KR, diuraikan secara rinci sebagai berikut:
I. Struktur Organisasional
a. Sistem kendali managemen dan organisasional mencakup tugas dan tanggung jawab yang terkait dengan keselamatan radiasi. Khususnya meliputi: tingkatan staf, pemelihan peralatan, tugas dari PPR, suatu persyaratan bagi PPR untuk melaporkan keadaan yang tidak selamat kepada Komite Keselamatan Radiasi, atau Pemegang izin, pelatihan personil, dan pemeliharaan dari rekaman dan bagaimana suatu masalah dapat mempengaruhi keselatamatan yang teridentifikasi dan terkoreksi.
b. Pengguna yang diberi mandat, ahli fisika radiasi (qualified expert), dan PPR dan mencakup pelatihan yang diberikan terhadap personil, kualifikasi, dan pengalaman. (Catatan: pengguna, ahli fisika radiasi atau PPR mungkin juga dengan orang yang sama).
c. Pelatihan akan meliputi: penjelasan tentang bahaya radiasi dan efek, penjelasan prosedur tertulis, pemakaian peralatan (sumber radiasi dan instrumentasi), arti dari tanda peringatan, dan metode untuk mengkorfimasi kesesuaian pelatihan (pengujian dan pendemontrasian).
II. Pemantauan Tempat Kerja, Klasifikasi Daerah Kerja dan Pemantauan Perorangan
a. Program pemantauan tempat kerja (BSS, I.37-I.40), meliputi kuantitas yang diukur, dimana dan kapan pengukuran harus dilakukan, metode pengukuran dan daerah pengawasan, dan tingkat acuan dan tindakan yang dilakukan jika nilai tersebut terlampaui.
b. Kebijakan dan prosedur untuk klassifikasi daerah pengendalian dan daerah pengawasan. (BSS, I.21-I.25).
c. Dosimeter personil yang tersedia untuk dan kebijakan menentukan dosimetri terhadap pekerja radiasi (BSS, I.32-I.36). Kebijakan meninjau kembali dosis personil, meliputi tingkat acuan dan tindakan yang diambil dalam hal terlampaui.
Nama dan alamat pelayanan dosimetri _____________
Tipe :
(i). Film Badge (FB) _______
(ii). Thermo luminescent dosimeter (TLD) __________
(iii). Dosimeter baca langsung (Direct reading dosimeter-DRD) __________
(iv). lainnya. ____________
III. Peraturan dan Supervisi Lokal
a. Peraturan lokal dan prosedur terkait investigasi dan tingkat kewenangan, tindakan protektif dan ketentuan keselamatan, supervisi yang sesuai, informasi kepada pekerja terkait risiko kesehatan akibat papaparan kerja, dan instruksi penanggulangan kedaruratan.
b. Fotokopi prosedur pengoperasian dan keselamatan meliputi: kendali akses ke daerah kerja, prosedur masuk, inventori sumber dan uji kebocoran, dsb.
c. Program pelatihan untuk menjamin semua personil diberi pelatihan yang memadai sesuai prosedur pengoperasian dan bagaimana tindakan yang dapat mempengaruhi keselamatan (BSS, I..27).
d. Kebijakan yang berhubungan dengan pekerja wanita hamil (pemberitahuan kondisi pekerjaan untuk memproteksi janin/embrio) dan instruksi diberikan kepada setiap pekerja (BSS, I.16-I.17 dan I.27).
e. Program pemeriksaan kesehatan didasarkan pada prinsip kesehatan pekerja secara umum dan didisain untuk mengetahui kebugaran pekerja secara rutin maupun pekerja yang ditugaskan secara khusus (BSS. I.41-I.43)
IV. Jaminan Mutu
a. Program untuk menjamin bahwa persyaratan keselamatan radiasi yang dimintai BP dievaluasi dan disetujui.
b. Program ditinjau kembali secara periodik, prosedur terbaru juga dibuat dan dipelihara maupun proses perubahan prosedur.
c. Program untuk optimisasi penyinaran medik dan pekerja untuk tingkat serendah mungkin yang dapat dicapai (ALARA).
d. Penyusunan rencana layanan dengan organisasi lain dan tenaga ahli yang terkenal (qualified expert)
V. Pengangkutan Zat Radioakif
Jika dilakukan pengangkutan atau pengiriman sumber baru atau bekas, penyusunan rencana untuk persiapan dan mengangkut bungkusan yang berisi sumber radioaktif (Safety Standard Seies No. TS-R-1 IAEA). Prosedur tersebut seharusnya mengandung: dokumentasi sertifikat bungkusan, pemantatauan paparan bungkusan, pemindahan/penerimaan dokumen, dan rincian persiapan pengiriman.
VI. Prosedur Kedaruratan
Prosedur kedaruratan memuat potensi kedaruratan seperti potensi kerusakan sumber, hilangnya penahan sumber, atau sumber macet, dan kesalahan pemberian dosis terhadap pasien. Jika terjadi kedaruratan lain, mohon diberikan prosedur kedaruratan tambahan yang sesuai. Dalam hal semua kasus tingkat bahaya hendaknya dievaluasi. Setiap kejadian yang berada di luar kawasan hendaknya juga dievaluasi. Untuk layanan kedaruratan lokal (misalnya, pemadam kebakaran, polisi) dapat diberikan copy prosedur kedaruratan kepada tim kedarauratan tersebut.
VII. Pemindahan atau Pembuangan (Disposal) Sumber Radioatif
Pengaturan rencana pemindahan atau disposal sumber radioaktif bekas
VIII. Sistem Pencatatan (BSS; 2.40. I.44-I.49, II.31-II.32)
a. Pembuangan sumber bekas
b. Paparan individu (personil):
- rekaman terbaru
- riwayat kerja sebelumnya
c. Survei daerah kerja
- dosis atau laju dosis
- kontaminasi
d. Uji dan kalibrasi peralatan
e. Uji kebocoran sumber radioaktif tertutup
f. Inventaris dan akuntablitas sumber
g. Audit dan peninjauan kembali program keselamatan radiasi
h. Laporan investigasi insiden dan kecelakaan radiasi
i. Perawatan dan perbaikan kerja
j. Modifikasi fasilitas
k. Pelatihan yang diberikan
l. Bukti pemeriksaan kesehatan pekerja
m. Pengangkutan
n. Survei pelepasan pasien
o. Rekaman dosimetri klinik
Untuk sumber radiasi yang bukan zat radioaktif, misalnya pesawat sinar-X diagnostik tidak mencakup poin (V), (VI) dan (VII).
Dasar Hukum
Pada tahun 2005, Direktorat Pengaturan Pengawasan FRZR diberi tugas untuk melaksanakan amendemen terhadap PP No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion, dan PP No. 64 Tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir. Ketika itu, Direktur DP2FRZR mengusulkan kepada pimpinan Bapeten agar BSS No.115 digunakan sebagai referensi utama. Salah satu poin penting dalam Konsepsi adalah Program P & KR. Adapun dasar hukum yang menetapkan Program P & KR, meliputi: (1) PP No. 33 Tahun 2007; (2) PP No. 29 Tahun 2008; dan (3) Perka Bapeten sebagai peraturan pelaksanaan dari dua PP tersebut.
Pada awalnya, dalam PP No. 64 Tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir, BAB II, pasal 3 ayat (e), ditetapkan bahwa salah satu persyaratan umum untuk memperoleh izin adalah memiliki Prosedur Kerja yang aman bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup. Oleh sebab itu Pemohon Izin harus terlebih dahulu membuat Petunjuk pelaksanan kerja (Juklak) yang harus disetujui oleh Bapeten. Dengan demikian, dokumen Juklak statusnya sama dengan Program P & KR.
Namun sejak diberlakukannya PP No. 29 Tahun 2008 maka dokumen Juklak ini telah diganti menjadi dokumen Program P & KR yang tidak perlu ditandatangani oleh pihak Bapeten sebagai bentuk persetujuan. Muatan dalam bentuk sistematika Program P & KR diatur dalam Perka Bapeten sesuai dengan jenis pemanfaatan tenaga nuklir di bidang fasilitas radiasi dan zat radioaktif (FRZR), meliputi: medik, industri dan penelitian. Untuk penggunaan pembangkit radiasi pengion (pesawat sinar-X dan Linac) terdiri dari: radiologi diagnostik dan intervensional, radioterapi dan kedokteran nuklir. Demikian halnya untuk penggunaan bidang industri, seperti radiografi industri, well logging, gauging, iradiator, fotofluorografi, fluoroskopi bagasi, dan produk konsumen.
Muatan Program P & KR Berdasarkan PP No. 33 Tahun 2007
Dalam PP No. 33 Tahun 2007, ps 6, ayat 2 huruf b, salah satu tanggung jawab Pemegang Izin adalah menyusun, mengembangkan, melaksanakan, dan mendokumentasikan Program P & KR yang dibuat berdasarkan sifat dan risiko untuk setiap pemanfaatan tenaga nuklir.
Muatan Program P & KR Berdasarkan PP No. 29 Tahun 2008
Dalam PP No. 29 Tahun 2008, Bagian Ketiga mengenai Persyaratan Teknis, pasal 14 ayat 1 huruf d, meliputi:
a. prosedur kerja;
b. spesifikasi teknis sumber radiasi pengion atau bahan nuklir yang digunakan, sesuai dengan standar keselamatan radiasi;
c. perlengkapan proteksi radiasi dan/atau peralatan keamanan sumber radioaktif;
d. program proteksi dan keselamatan radiasi dan/atau keamanan sumber radioaktif;
e. laporan verifikasi keselamatan radiasi dan/atau keamanan sumber radioaktif;
f. hasil pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi yang dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi, yang ditunjuk pemohon izin, dan disetujui oleh instansi yang berwenang di bidang kesehatan ketenaga-kerjaan ; dan/atau
g. data kualifikasi personil, yang meliputi:
1. petugas proteksi radiasi dan personil lain yang memiliki kompetensi;
2. personil yang menangani sumber radiasi pengion; dan/atau
3. petugas keamanan sumber radioaktif atau bahan nuklir.
Pada pasal 15 diatur mengenai Persyaratan Teknis berlaku untuk Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir Kelompok A, B dan C. Untuk Kelompok A berlaku mulai dari huruf a sampai dengan huruf g. Untuk Kelompok B berlaku mulai dari huruf b, c, d dan huruf f. Untuk Kelompok C berlaku huruf a, b dan huruf g angka 2.
Selanjutnya diatur pada bagian penjelasan mengenai Program P & KR meliputi:
a. penyelenggara keselamatan radiasi;
b. personil yang bekerja di fasilitas atau instalasi;
c. pembagian daerah kerja;
d. pemantauan paparan radiasi dan/atau kontaminasi radioaktif di daerah kerja;
e. pemantauan radioaktivitas lingkungan di luar fasilitas atau instalasi;
f. program jaminan mutu proteksi dan kerselamatan radiasi;
g. rencana penanggulangan keadaan darurat;
h. uraian mengenai barang konsumen , penggunaan dan manfaat produk, fungsi dan radionuklida yang terkandung dalam barang konsumen; dan/atau
i. aktivitas radionuklida yang akan digunakan dalam barang konsumen.
Penjelasan mengenai Program P & KR mulai huruf a sampai dengan huruf i, ada yang keliru. Semestinya mulai huruf a sampai dengan huruf g. Butir huruf h dan huruf i adalah bagian dari Persyaratan Teknis untuk Pemanfaatan Kelompok C.
Muatan Program P & KR Berdasarkan Perka Bapeten
Sistematika Program P & KR yang ditetapkan dalam Perka Bapeten No.7, No.8 dan No. 9 Tahun 2009, secara substansi tetap mengacu kepada TECDOC-1113. Meskipun sistematika dibuat relatif sederhana (5 bab) tetapi muatannya dapat dikembangkan atau dimutakhirkan. Prosedur merupakan bagian dari Program P & KR. Pengertian Prosedur operasi normal tidak hanya mencakup 2 (dua) hal, yaitu: (1) Prosedur pengoperasian peralatan; dan (2) Prosedur proteksi dan keselamatan radiasi untuk personil tetapi dapat bermakna lebih luas, tergantung pada jenis pemanfaatan, misalnya penggunaan kamera untuk radiografi industri dengan penggunaan pesawat sinar-X untuk radiografi medik. Dengan demikian, muatan Program P & KR tiap Perka Bapeten dapat berbeda antara satu dengan yang lain, tergantung pada (a) organisasi; (b) sumber radiasi pengion; (c) pemanfaatan; dan (d) pengguna akhir (end user).
Ø Organisasi
Pada Bab II, Radiografi Industri berbeda dengan Radiografi Medik (Radiologi Diagnostik dan/atau Intervennsional). Untuk Radiologi Diagnostik, khususnya Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi, satu orang dapat bertindak untuk semua status (sebagai pemilik, pemegang izin, PPR, dokter gigi yang kompeten membaca citra, dan operator) maka tidak perlu organisasi. Tetapi penggunaan yang lain sudah pasti dalam bentuk Organisasi karena satu orang tidak mungkin bertindak untuk semua status.
Ø Sumber Radiasi Pengion
Sumber radiasi pengion dapat berupa: (1) Pembangkit radiasi pengion (misalnya, pesawat sinar-X); dan (2) Sumber radioaktif. Untuk sumber radioaktif tidak perlu dibuat prosedur pengangkutan zat radioaktif maupun prosedur pengelolaan sumber radioaktif tidak digunakan (disused sealed radioactive source-DSRS).
Ø Pemanfaatan
Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran bahwa pemanfaatan bermakna sangat luas, ada 13 (tiga belas) kegiatan, diantaranya penggunaan, impor, pengalihan, pengangkutan zat radioaktif, dan pengelolaan limbah radioaktif. Untuk penggunaan, fasilitasnya pasti ada. Sedangkan untuk impor dan pengalihan, fasilitasnya tidak ada sebab fasilitas adalah milik pihak pengguna.
Tidak semua pemanfaatan bidang FRZR harus ada pembagian daerah kerjanya, yaitu: daerah pengendalian (controlled area) dan daerah supervisi (supervised area). Sebagai contoh, kedokteran nuklir, radioterapi dan radiologi diagnostik, diperlukan pembagian daerah kerja. Tetapi gauging industri dengan radioaktif aktivitas rendah atau pembangkit radiasi pengion dengan energi rendah (misal, XRF/XRD) tidak memerlukan pembagian daerah kerja.
Ø Pengguna akhir (end user)
Program Jaminan Mutu diwajibkan jika pengguna akhir (end user) ditujukan untuk manusia, meliputi: Radiologi Diagnostik dan Intervensional (dengan uji kesesuaian), Radioterapi, Kedokteran Nuklir, Iradiator Kategori IV dan Fasilitas Kalibrasi.
Ø Produksi dalam Negeri
(1) Produksi sumber radiasi pengion, misalnya siklotron untuk produksi radioisotop dan/atau radiofarmaka dan pesawat sinar-X; dan
(2) Produksi bungkusan zat radioaktif, misalnya kamera radiografi, maupun wadah limbah radioaktif maka mutu produk menjadi kewenangan Bapeten.
Meskipun Sistematika dibuat relatif sederhana namun dalam menyusun Pedoman Program P & KR dapat dikembangkan lebih dinamis sesuai jenis sumber radiasi pengion yang digunakan. Pada saat pembahasan tiap draf Perka Bapeten selalu melibatkan pihak internal Bapeten (semua unit FRZR) dan pihak eksternal (instansi yang berwenang, pengguna, profesi, asosiasi dan/atau akademisi). Sebagai contoh, Sistematika Program P & KR untuk: (1) Kamera Radiografi Industri; (2) Radiologi Diagnostik dan Intervensional; dan (3) Impor dan Pengalihan Pembangkit Radiasi Pengion, sebagai berikut:
Ø Kamera Radiografi Industri
Program P & KR tidak perlu disetujui oleh Kepala Bapeten sebagaimana dokumen Juklak yang menjadi salah satu persyaratan izin dalam hal keselamatan radiasi. Oleh karena itu, Program P & KR sangat terbuka untuk dikembangkan dan dimutakhirkan secara periodik sesuai situasi dan kondisi baik atas inisiatif pihak pengguna sendiri maupun berdasarkan masukan yang disampaikan oleh Bapeten, antara lain melalui inspektur pada saat pelaksanaan inspeksi.
Program P & KR tersebut disusun oleh PPR dalam suatu dokumen, meliputi:
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.2. Tujuan
I.3. Ruang Lingkup
I.4. Definisi
BAB II. ORGANISASI PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
II.1. Struktur Organisasi
II.2. Tanggung Jawab
II.3. Pelatihan
BAB III. DESKRIPSI FASILITAS, PERALATAN RADIOGRAFI INDUSTRI, DAN PERLENGKAPAN PROTEKSI RADIASI
III.1. Deskripsi Fasilitas
III.2. Deskripsi Peralatan Radiografi Industri
III.3. Pembagian Daerah Kerja
III.4. Deskripsi Perlengkapan Proteksi Radiasi
BAB IV. PROSEDUR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
IV.1. Prosedur Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Operasi Normal
IV.1.1. Prosedur Pengoperasian Peralatan Radiografi Industri
IV.1.2. Prosedur Proteksi dan Keselamatan Radiasi untuk Personil
IV.2. Prosedur Intervensi dalam Keadaan Darurat
BAB V. BAB V. REKAMAN DAN LAPORAN
Ø Radiologi Diagnostik dan Intervensional
Pedoman penyusunan Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi yang rinci sesuai dengan jenis Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional, akan dibuat secara tersendiri oleh Bapeten.
Sistematika secara umum dari Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi yang akan disusun oleh PPR dalam suatu dokumen, meliputi:
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.2. Tujuan
I.3. Ruang Lingkup
I.4. Definisi
BAB II. PENYELENGGARA PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
II.1. Struktur Organisasi (jika penyelenggara dalam bentuk organisasi)
II.2. Tanggung Jawab
II.3. Pelatihan
BAB III. DESKRIPSI FASILITAS, PESAWAT SINAR-X DAN PERALATAN PENUNJANG, DAN PERLENGKAPAN PROTEKSI RADIASI
III.1. Deskripsi Fasilitas
III.2. Deskripsi Pesawat Sinar-X dan Peralatan Penunjang
III.3. Pembagian Daerah Kerja
III.4. Deskripsi Perlengkapan Proteksi Radiasi
BAB IV. PROSEDUR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
IV.1. Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Operasi Normal
IV.1.1. Pengoperasian Pesawat Sinar-X
IV.1.2. Proteksi dan Keselamatan Radiasi untuk Personil
IV.1.3. Proteksi dan Keselamatan Radiasi untuk Pasien
IV.1.4. Proteksi dan Keselamatan Radiasi untuk Pendamping Pasien
IV.2. Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat
BAB V. REKAMAN DAN LAPORAN
V.1. Keadaan Operasi Normal
V.2. Keadaan Darurat
Ø Impor dan Pengalihan Pembangkit Radiasi Pengion
Pedoman penyusunan Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi yang rinci sesuai dengan jenis Impor dan/atau Pengalihan Zat Radioaktif dan/atau Pembangkit Radiasi Pengion, akan dibuat secara tersendiri oleh Bapeten.
Sistematika secara umum dari Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi yang akan disusun oleh PPR dalam suatu dokumen, meliputi:
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.2. Tujuan
I.3. Ruang Lingkup
I.4. Definisi
BAB II. PENYELENGGARA PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
II.1. Struktur Organisasi
II.2. Tanggung Jawab
II.3. Pelatihan
BAB III. DESKRIPSI SUMBER RADIASI PENGION DAN PERALATAN PENUNJANG, DAN PERLENGKAPAN PROTEKSI RADIASI
III.1. Deskripsi Sumber Radiasi Pengion dan Peralatan Penunjang
III.2. Deskripsi Perlengkapan Proteksi Radiasi
BAB IV. PROSEDUR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
IV.1. Prosedur Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Operasi Normal
IV.1.1. Prosedur Pengalihan Sumber Radiasi Pengion
i. Prosedur Distribusi/Pengangkutan; dan
ii. Prosedur Instalasi.
IV.1.2. Prosedur Proteksi dan Keselamatan Radiasi untuk Personil
IV.1.3. Prosedur Pemantauan Paparan Radiasi
IV.1.4. Prosedur Uji Fungsi
IV.1.5. Prosedur Pengangkutan Zat Radioaktif
IV.1.6. Prosedur Pengelolaan Sumber Radioaktif Tidak Digunakan
IV.2. Prosedur Intervensi dalam Keadaan Darurat
IV.2.1. IV.2.1 Kejadian Kedaruratan
IV.2.2. IV.2.2 Tindakan Penanggulanagan
BAB V. REKAMAN DAN LAPORAN
V.1. Keadaan Operasi Normal
V.2. Keadaan Darurat
KESIMPULAN
- Penyusunan sistematika Program P & KR dalam Perka Bapeten dilakukan sesuai dengan rekomendasi IAEA melalui adaptasi dari IAEA-TECDOC-1113 dan masukan dari berbagai pihak nara sumber di internal maupun pihak eksternal Bapeten (diantaranya asosiasi profesi, akademisi, intansi yang terkait dan pengguna).
- Sistematika dan muatan Program P & KR maupun Prosedur untuk pemanfaatan di Bidang FRZR dapat berbeda antara satu dengan yang lain, tergantung pada: (a) organisasi; (b) sumber radiasi pengion; (c) pemanfaatan; dan penggunaan akhir (end user).
- Prosedur merupakan bagian dari Program P & KR dan pengertian Prosedur operasi normal dapat bermakna lebih luas.
- Dokumen Program P & KR adalah salah satu persyaratan izin, merupakan dokumen yang dinamis dan sangat terbuka untuk dimutakhirkan secara periodik. Pemutakhiran dapat dilakukan baik atas inisiatif Pemegang Izin sendiri maupun melalui masukan yang disampaikan oleh Bapeten.
- Dokumen Program P & KR hendaknya dianggap sebagai rapor baik oleh Pemegang Izin maupun Badan Pengawas sehingga Program P & KR ini dapat digunakan sebagai dasar penilaian dari pemenuhan dari aspek proteksi dan keselamatan radiasi dari suatu kegiatan pemanfaatan dalam bidang FRZR.
- Tujuan utama Program P & KR adalah menunjukkan tanggung jawab Pemegang Izin melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan, dan prosedur yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko. Ketika inspeksi dilakukan di suatu fasilitas, dokumen Program P & KR menjadi salah satu topik diskusi antara Tim Inspeksi dengan Pemegang Izin, PPR dan Praktisi Medik.
DAFTAR PUSTAKA
- Bapeten, (1998), Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Bapeten, Jakarta.
- Bapeten, (2007), Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, Bapeten, Jakarta.
- Bapeten, (2008), Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, Bapeten, Jakarta.
- Bapeten, (2009), Peraturan Kepala Bapeten No. 7 Tahun 2009, tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiografi Industri, Bapeten, Jakarta.
- Bapeten, (2009) Peraturan Kepala Bapeten No. 8 Tahun 2009, tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Gauging, Bapeten, Jakarta.
- Bapeten, (2009), Peraturan Kepala Bapeten No. 9 Tahun 2009, tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Well Logging, Bapeten, Jakarta.
- Bapeten, (2010), draf Peraturan Kepala Bapeten tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Peralatan Radiologi Diagnostik dan Intervensional, Bapeten, Jakarta.
- ICRP, (1990), Recommendations of the International Commmission on Radiological Protection, Publication No. 60, Oxford and Pergamon Press, New York.
- IAEA, (1996), International Basic Safety Standards for Protection against Ionizing Radiation and for the Safety of Radiation Sources”, Safety Series No. 115, IAEA, Vienna
- IAEA, (1999), TECDOC – 1067, Organisation and implementation of a national regulatory infrastructure governing protection against ionising radiation and the safety of radiation sources, IAEA, Vienna
- IAEA, (1999), TECDOC – 1113, Safety assessment plans for authorization and inspection sources, IAEA, Vienna.
- IAEA, (1999), Occupational Radiation Protection, Safety Guide, No. RS-G-1.1, IAEA, Vienna.