"Anyone who has never made a mistake has never tried anything new"
(Albert Einstein, 1879-1955)

KAJIAN TENTANG NSS 9/08 DAN INFCIRC/225 REV 4/99 TERKAIT PENENTUAN TINGKAT KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

Posted by Togap Marpaung 6.2.12, under | No comments

 ABSTRAK.

KAJIAN TENTANG NSS 9/08 DAN INFCIRC/225 REV 4/99 TERKAIT DENGAN PENENTUAN TINGKAT KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF. Peraturan Pemerintah (PP)  No. 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan dalam Pengakutan Zat Radioaktif akan diamendemen tahun 2010 ini dan salah satu alasannya adalah aspek keamanan akan menjadi bagian yang akan diatur. Amendemen PP ini akan menjadi harmonis dengan rekomendasi IAEA karena tidak hanya mengatur aspek keselamatan tetapi juga aspek keamanan. IAEA melalui Safety Standards Series TSR-1, Tahun 2005 merekomendasikan keselamatan dalam pengangkutan zat radioaktif yang mencakup sumber radioaktif dan bahan nuklir. Namun, untuk bahan nuklir berupa bahan fisil harus diperhatikan secara khusus, karena dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai akibat neutron lambat. Bahan fisil meliputi U-233, U-235, Pu-239, Pu-241. Seiring dengan meningkatnya ancaman keamanan terhadap zat radioaktif selama pengangkutan maka IAEA melalui Nuclear Security Series No. 9 Tahun 2008  merekomendasikan keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif.  Oleh karena itu, ada perkiraan bahwa NSS 9/08 sama seperti TSR-1/05 juga mencakup sumber radioaktif dan bahan nuklir. Tetapi hal ini agak membingungkan juga karena pada tahun 1999 IAEA sudah menerbitkan publikasi INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected) yang merekomendasikan proteksi fisik bahan nuklir, secara khusus bahan fisil. NSS No.9/08 menentukan tingkat keamanan berdasarkan aktivitas zat radioaktif sedangkan INFCIRC/225/Rev.4/99 membagi tingkat proteksi fisik berdasarkan massa bahan nuklir. Agar dapat diketahui apakah ada hubungan penentuan tingkat keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif maka dilakukan suatu kajian dengan cara mengaitkan kedua besaran parameter: aktivitas zat radioaktif dan massa bahan nuklir dengan menggunakan faktor konversi yaitu aktivitas jenis masing-masing radionuklida.
Kunci: keamanan, pengangkutan, zat radioaktif, sumber radioaktif, bahan nuklir.

ABSTRACT.

STUDY ON NSS 9/08 AND INFCIRC/225 REV 4/99 RELATED TO THE DETERMINATION OF TRANSPORT SECURITY LEVEL RADIOACTIVE MATERIAL.  Government Regulation (GR) No. 26 of 2002 on the Transport Safety of Radioactive Material will be amended this year and one reason is the security aspect would be the parts to be regulated. Thus the GR is going to be in harmony with the IAEA recommendations because it would regulate the safety and security aspects. IAEA through Safety Standards Series TSR-1, Year 2005 recommended safety in the transport of radioactive material including radioactive sources and nuclear materials. However, for fissile materials should be of particular concern, because it can produce a fission chain reaction due to slow neutrons. Fissile materials include: U-233, U-235, Pu-239,      and Pu-241. Along with the increasing security threat to radioactive material during transport IAEA through the Nuclear Security Series No. 9 Year 2008 recommended security in the transport of radioactive material. Therefore, there is an estimation that either NSS 9 / 08 or TSR-1/05 includes radioactive sources and nuclear materials. But it’s confusing because in 1999 the IAEA has issued a publication INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected) which recommended the physical protection of nuclear material, particularly of fissile material. NSS No.9/08 determine security level based on the activity of radioactive material while INFCIRC/225/Rev.4/99 determine levels of physical protection by mass of nuclear material. In order to understand whether there is a relationship in determining the level of security in the transport of radioactive material then a study is done by linking the two scale parameters: the activity of radioactive material and nuclear materials masses by using a conversion factor, namely specific activity of each radionuclide.
Key words: security, transport, radioactive material, radioactive source, nuclear material.

PENDAHULUAN
Makalah kajian tentang NSS No.9/08 dan INFCIRC/225 Rev 4/99 Terkait Penentuan Tingkat Keamanan dalam Pengangkutan Zat Radioaktif ini merupakan lanjutan dari makalah tentang “Dasar-dasar Penentuan Tindakan Keamanan dalam Pengangkutan Zat Radioaktif.” Masalah pengangkutan zat radioaktif ini akan semakin kompleks sehingga sulit dipahami karena pengangkutan zat radioaktif sebagai barang kiriman mencakup zat radioaktif berupa sumber radioaktif maupun bahan nuklir serta limbah radioaktif.

Latar Belakang Kajian ini adalah sehubungan dengan adanya kegiatan BAPETEN untuk mengamendemen PP    No. 26 yang memperkirakan bahwa pengertian zat radioaktif dalam konteks keamanan juga termasuk bahan nuklir seperti pengertian dalam konteks keselamatan dalam pengangkutan.

Metode Kajian adalah studi literatur terhadap 2 (dua) publikasi IAEA, yaitu: (1) IAEA, The Physical Protection of Nuclear Material and Nuclear Facilities, INFCIRC/225/Rev. 4 (Corrected), 1999; dan (2) Nulear Security Series No.9, 2008.

Tujuan Kajian ini adalah untuk memastikan apakah tingkat keamanan pengangkutan zat radioaktif berdasarkan pada NSS. No 9 Tahun 2008 berlaku untuk bahan nuklir yang dilakukan dengan cara mengetahui hubungan massa bahan nuklir dengan nilai 10 D atau 3000 A2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Keamanan
Tingkat keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif terdiri dari:    (1) Praktik Manajemen Pruden; (2) Tingkat Keamanan Dasar; dan (3) Tingkat Keamanan Dinaikkan. Mengingat Tingkat keamanan dinaikkan merupakan tingkat yang paling tinggi maka bahan nuklir ketika diangkut diperkirakan akan diklasifikasikan ke dalam Tingkat keamanan dinaikkan.




Tingkat Keamanan Dinaikkan
                Tingkat keamanan dinaikkan ini diterapkan untuk bungkusan zat radioaktif dengan isi sesuai atau melebihi ambang batas radioaktivitas. Nilai ambang batas per bungkusan, ditentukan dengan 2 (dua) parameter sebagai berikut:

1.       10 D per bungkusan, untuk radionukilda-radionuklida sebagaimana diberikan pada Tabel 1, dengan pengertian:
·       nilainya dapat mengakibatkan efek deterministik yang parah; dan
·       nilainya sama dengan ambang batas yang digunakan  mengenai impor dan ekspor sumber radioaktif. 
2.       3.000 A2 per bungkusan, untuk radionuklida-radionuklida lain
·       nilainya menunjukkan hubungan akibat penyebaran radioaktivitas yang sudah diperhitungkan; dan
·       nilai A2 digunakan secara luas dan digunakan dalam keselamatan pengangkutan.

Penentuan tingkat keamanan selama pengangkutan zat radioaktif diuraikan sebagaimana diberikan pada Gambar 1.

 
Gambar 1. Diagram Alir Penentuan Tindakan Keamanan dalam Pengangkutan Zat Radioaktif

Tabel. 1 Radionuklida Ambang Batas Keamanan

Radionuklida
Ambang Batas Keamanan untuk Pengangkutan (10 D) dalam (TBq)
Am-241
0,6
Au-198
2
Cd-109
200
Cf-252
0,2
Cm-244
0,5
Co-57
7
Co-60
0,3
Cs-137
1
Fe-55
8.000
Ge-68
7
Gd-153
10
Ir-192
0,8
Ni-63
600
Pd-103
900
Pm-147
400
Po-210
0,6
Pu-238
0,6
Ra-226
0,4
Ru-106
3
Se-75
2
Sr-90
10
Tl-204
200
Tm-170
200
Yb-169
3

Hubungan antara Tabel 1 dan Diagram alir pada Gambar 1, dapat diuraikan sebagai berikut:
1.       Parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kemanan adalah aktivitas zat radioaktif yang diangkut baik untuk zat radioaktif bentuk khusus maupun bukan bentuk khusus.
2.       Parameter A2 adalah identik dengan zat radioaktif bukan bentuk khusus, tetapi bukan berarti tidak bisa digunakan untuk nilai batasan pada zat radioaktif bentuk khusus, karena untuk radionuklida yang sama nilai A2 pasti lebih kecil atau sama dengan A1 sehingga dari segi keselamatan dapat menjadi “lebih selamat”.
3.       Nilai 10 D hanya berlaku untuk radionuklida ada dalam Tabel 1.
4.       Nilai 3.000 A2 digunakan untuk radionuklida selain dari pada Tabel 1.
5.       Dalam NSS No.9 tahun 2008 tidak dijelaskan secara eksplisit, apakah nilai 10D berlaku hanya untuk zat radioaktif bentuk khusus atau berlaku juga untuk zat radioaktif bukan bentuk khusus, dan aktivitas jenis rendah (AJR-II dan AJR-III) maupun benda terkontaminasi permukaan (BTP-II).

Pengertian Bahan Nuklir Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1997

Dalam pasal 1, Bab I Ketentuan Umum UU No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, yang dimaksud dengan Bahan Nuklir adalah bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai atau bahan yang dapat diubah menjadi bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai. Bahan Galian Nuklir adalah bahan dasar untuk pembuatan bahan bakar nuklir. Bahan Bakar Nuklir adalah bahan yang dapat menghasilkan transformasi inti berantai. Dalam pasal 2, Bahan Nuklir terdiri atas: (a) Bagan Galian Nuklir;         (b) Bahan Bakar Nuklir; dan (c) Bahan Bakar Nuklir Bekas.

Pengertian Bahan Nukir Dalam Konteks Sains Nuklir

Dalam konteks sains nuklir dikenal istilah fissile material, fissionable material dan fertile material. Fissile material adalah bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai akibat interaksi dengan neutron lambat (thermal neutron).  Fissionable material adalah bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai akibat neutron cepat (fast neutron), yang berarti tidak dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai akibat interaksi dengan neutron lambat. Fertile material adalah bahan yang tidak dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai tapi dapat diubah menjadi bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai. Jika diilustrasikan kaitan antara pengertian bahan nuklir yang ada dalam UU dan sains nuklir maka akan diperoleh skema, sebagaimana diberikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema Keterkaitan Istilah Bahan Nuklir dalam UU dan Sains Nuklir
Perhitungan Massa Bahan Fisil
 
TSR-1 Tahun 2005 memberikan pengertian bahwa semua zat radioaktif (“radioactive material”) termasuk bahan nuklir. Namun untuk pengangkutan bahan nuklir berupa bahan fisil harus diperhatikan secara khusus, karena dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai akibat neutron lambat. Bahan fisil meliputi: (1) U-233;    (2) U-235; (3) Pu-239, dan (4) Pu-241.
NSS No.9 Tahun 2008 juga menyebutkan barang kiriman yang diangkut adalah zat radioaktif tetapi tidak menyinggung mengenai bahan nuklir ataupun bahan fisil. Tingkat keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif ditetapkan hanya dengan menggunakan parameter aktivitas zat radioaktif. Uraian NSS No. 9 Tahun 2008 tersebut menjadi membingungkan karena sebelumnya IAEA pada tahun 1999 sudah menerbitkan publikasi INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected) yang membagi tingkat proteksi fisik berdasarkan massa untuk bahan nuklir, secara khusus bahan fisil, diberikan pada Lampiran I. Untuk mengaitkan kedua besaran parameter, yaitu: (1) aktivitas zat radioaktif dan (2) massa bahan nuklir harus menggunakan faktor konversi, yaitu aktivitas jenis masing-masing radionuklida.
Adapun perhitungan hubungan kedua parameter untuk masing-masing bahan nuklir sebagai berikut:

  
Jika digunakan asumsi bahwa ada hubungan parameter aktivitas pada NSS No.9 tahun 2008 dan parameter massa pada INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected) Tahun 1999 serta memperhatikan Tabel 2 pada Lampiran I maka dapat diuraikan sebagai berikut:
1.       Pu-2.39 dengan massa di atas 1,302 kg diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan. Kategori I dan sebagian Kategori II diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan.
2.       Pu-241 dengan massa di atas 47,123  gram diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan. Kategori I dan II dan sebagian Kategori III diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan.
3.       Jika menggunakan nilai 10D sebagai Ambang Batas U-233 dengan massa diatas 1,95 kg diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan. Hanya Kategori I yang diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan.
4.       Jika menggunakan nilai 3000A2 sebagai Ambang Batas U -233 dengan massa diatas 50,15 kg diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan.
5.       U-235 (uranium diperkaya) dengan massa diatas 30,76 kg diangkut dengan Tindakan keamanan dinaikkan.


KESIMPULAN

Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa penentuann tingkat keamanan dalam pengangkutan zat radioaktif tidak ada hubungan antara publikasi IAEA-NSS-9 Tahun 2008 dengan IAEA-INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected) Tahun 1999.
Berdasarkan NSS No.9 Tahun 2008, parameter yang digunakan, yaitu aktivitas yang diyatakan dalam A2 dan nilai D. Untuk menentukan A2 dan nilai D dilakukan perhitungan yang menggunakan pendekatan sistem Q yang menimbulkan efek deterministik yang parah terhadap seseorang.
Berdasarkan INFCIRC/225/Rev.4 (Corrected) Tahun 1999, parameter yang digunakan, yaitu massa untuk nilai ambang batas tingkat keamanan bahan nuklir. Untuk menentukan massa bahan nuklir dilakukan perhitungan yang menggunakan pendekatan berdasarkan reaksi fisi spontan yang terjadi, terkait dengan kekritisan. Tingkat keamanan ditentukan berdasarkan pada paremeter massa bahan fisil yang ditinjau dari potensi kekritisan yang dapat menghasilkan pembelahan berantai karena konfigurasi geometri dan massa bahan fisil.


DAFTAR PUSTAKA

1.       IAEA, The Physical Protection of Nuclear Material and Nuclear Facilities, INFCIRC/225/Rev. 4 (Corrected), Vienna, 1999..
2.       IAEA, Dangerous Quantities of Radioactive Material (D-Value), Vienna,2006.
3.       IAEA, Advisory Material for the IAEA Regulation for the Safe Transport of Radioactive Material, IAEA Standards Series No. TS-G-1.1, Vienna, 2002.
4.       IAEA, Security in the Transport of Radioactive Material, IAEA Nuclear Security Series No. 9, Vienna, 2008.